Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Bambang Soesatyo berkukuh Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) bisa segera disahkan. Ihwal penolakan dari fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Bamsoet--sapaan Bambang--mengatakan masih ada fraksi-fraksi lain yang akan dihimpun pendapatnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Kami menghargai sikap fraksi PKS, namun kita mendengar nanti dari fraksi yang lain," kata Bamsoet di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 11 Februari 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Bamsoet berharap akan ada titik temu dari perdebatan seputar RUU Penghapusan Kekerasan Seksual selama ini. Dia juga meminta publik tak terpengaruh dengan draf RUU versi selain yang dibahas di Panitia Kerja Komisi Agama dan Sosial DPR.
Fraksi PKS sebelumnya menyatakan penolakan terhadap RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. Ketua Fraksi PKS Jazuli Juwaini mengatakan, partainya menilai ada potensi pertentangan materi atau muatan RUU dengan Pancasila dan agama.
Menurut Jazuli, masukan substansial dari partainya yang tak diakomodasi meliputi perubahan definisi dan cakupan kekerasan seksual, serta perspektif yang menempatkan Pancasila dan nilai agama. Dia menganggap definisi hingga cakupan tindak pidana kekerasan seksual berperspektif liberal.
Seperti yang kerap dilontarkan anggota fraksinya dalam rapat-rapat di Komisi Agama dan Sosial selama ini, Jazuli juga menyebut RUU Penghapusan Kekerasan Seksual berpotensi membuka ruang sikap permisif terhadap seks bebas dan kelompok Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT).
"Fraksi PKS semakin mantap dan yakin untuk menolak draf RUU tersebut serta akan menempuh langkah konstitusional agar DPR membatalkan pembahasan RUU tersebut," ujar Jazuli dalam keterangan tertulis sebelumnya.
Menurut Bamsoet, RUU itu sudah menjadi tanggungan DPR dan harus segera disahkan. Dia juga berujar bahwa persoalan LGBT tak mendapat tempat di Indonesia atau dalam RUU Penghapusan Kekerasan Seksual itu.
Bamsoet melanjutkan, pimpinan menargetkan RUU PKS rampung dibahas sebelum periode jabatan DPR berakhir. Bahkan, kata dia, pimpinan menargetkan RUU itu disahkan pada masa sidang Maret nanti, sebelum berlangsungnya Pemilihan Umum 2019.
"Paling lambat sebelum masa tugas kami berakhir, tapi kalau pimpinan itu (menargetkan) RUU PKS itu selesai pada masa sidang yang akan datang, sebelum pemilu," ujarnya.
RUU PKS diinisiasi oleh DPR dan diusulkan pada 2017 lalu. RUU ini kemudian menjadi program legislasi nasional 2018. Namun, pembahasan RUU mandek sekalipun pelbagai kelompok masyarakat mendesak agar RUU ini segera disahkan.
Sejak 2014 Komnas Perempuan menyatakan Indonesia darurat kekerasan seksual. Angka kekerasan seksual pun meningkat setiap tahun. Berdasarkan catatan tahunan Komnas Perempuan, pada 2017 ada 348.446 kasus kekerasan seksual yang dilaporkan dan ditangani. Angka ini meningkat dari tahun sebelumnya yang berjumlah 259.150 kasus.