Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
INILAH surat pensiun yang sempat bikin heboh. Ali Said, 65 tahun, yang menurut undang-undang pensiun sebagai Ketua Mahkamah Agung (MA) sejak 1 Juli 1992, baru seminggu kemudian menerima Surat Keputusan itu. Kenapa bisa terlambat? Pertanyaan ini agaknya sempat membuat Sekretariat Negara "rikuh" karena dianggap "teledor". Soal keterlambatan itu memang bukan sekadar soal teknis. Pemberhentian Ketua MA pada usia 65 tahun, menurut UU Nomor 14 tahun 1985 itu, baru pertama kaliditerapkan, sehingga pelaksanaannya terkesan meraba-raba. Itu sebabnya Ali Said baru 8 Juli malam menerima SK yang diteken Presiden itu, dan Ketua DPR KharisSuhud baru membacanya tanggal 11 Juli. Keterlambatan itu konon ada hubungannya dengan kesulitan menetapkan calon ketua MA. Sepekan sebelum Ali Said pensiun, Ikahi (Ikatan Hakim Indonesia) sudah mengajukan usul kepada DPR. Tiga calon ketua MA yang diajukan adalah Wakil Ketua MA Poerwoto Gandasubroto, Ketua Muda MA Bidang Pidana Adi Andoyo Soetjipto, dan Ketua Muda MA Bidang Peradilan Agama Bustanul Arifin. Dua nama di depan kebetulan sama dengan daftar calon yang dirancang Ali Said empat bulan sebelumnya. Ketika Maret silam Pak Harto rasan-rasan tentang calonketua MA, Ali Said sudah menyodorkan Poerwoto dan Adi Andoyo. Pasangan itu, menurut Ali, akan harmonis. Poerwoto adalah ahli hukum perdata, sedangkan Adiberpengalaman menangani perkara pidana. Namun Pak Harto agaknya kurang srek. Menurut Kepala Negara, Hakim Agung Djaelani, bekas ketua KPN (Komisi Penyelelidik Nasional) juga layak mengemban jabatan ketua MA. Kini ganti Ali Said yang kurang sreg. Terlepas dari keberhasilan memperbaiki citra Indonesia atas tragedi Santa Cruz di mata internasional, Djaelani, 60 tahun, itu masih tergolong yunior di kalangan hakim agung. "Urun rembug" itu berhenti sampai di situ karena Ali Said bertugas ke RRC. Kembali dari RRC, Djaelani menemuinya. Ia mengatakan tak bersedia dicalonkansebagai ketua MA. Juga menolak menjadi ketua muda MA Kamar Militer. Alasannya, "Pimpinan adalah tempat bertanya. Saya termasuk yang masih rajin bertanya,"kata Djaelani. Tanggal 24 Juni Ali Said menemui Pak Harto lagi. Kali ini Presiden menyerahkan usulan calon kepada Ali Said. "Silakan susun kombinasi pimpinannya. Hanya jangan lupa, kalau hasilnya jelek, Dik Ali sendiri yanggelo (kecewa, Red.)," kata Kepala Negara, seperti ditirukan Ali Said. Bekas menteri kehakiman itu kemudian membuat dua alternatif: Poerwoto sebagai ketua MA dan Adi Andoyo wakilnya atau Poerwoto sebagai ketua dan Djaelani sebagai wakil (Lihat: Mahkamah Ali yang Dipreteli). Tanggal 9 Juli wartawan memergoki Poerwoto memasuki ruang kerja Moerdiono. Tapi ketika ditanya wartawan, Poerwoto mengelak, "Saya cuma ngobrol saja,"katanya usai pertemuan. Jadi, betul Poerwoto calon kuat pengganti Ali Said? "Yang penting, orang dalam (MA) berharap yang jadi ketua nantinya tak perlu beradaptasi melihat situasi. Nah, orang dalam itu sudah tahu di mana kelebihan dan kekurangan MA," kata Poerwoto kepada wartawan TEMPO Reza Rohadian pekan lalu ketika ia ditemui di tepi kolam renang Hotel Kartika Wijaya, Malang, Jawa Timur. Sri Pudyastuti R. dan Linda Djalil (Jakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo