Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Tak Lulus Kuliah hingga Dicap Pro-Israel

Yahya Cholil Staquf berasal dari keluarga santri. Ia dicap pro-Israel dan dituding tak menguasai kitab kuning.

25 Desember 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Ketua Umum PBNU, Yahya Cholil Staquf, tak lulus kuliah di UGM.

  • Yahya Cholil Staquf pernah menjadi juru bicara Presiden RI keempat, Abdurrahman Wahid.

  • Yahya Cholil Staquf memuji mantan Ketua Umum PBNU, Said Aqil Siroj.

JAKARTA – Yahya Cholil Staquf memuji Said Aqil Siroj setelah dinyatakan terpilih sebagai Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama atau PBNU periode 2021-2026 dalam muktamar ke-34 di Kota Bandar Lampung, Jumat pagi, 24 Desember 2021. Yahya menyebut Said sebagai orang yang mendidik, menggembleng, membesarkan, dan membuka jalan baginya menjadi ketua umum.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Kalau ini disebut keberhasilan, sesungguhnya ini adalah beliau (Said Aqil). Kalau ada yang patut dipuji, beliau (Said Aqil) yang harus dipuji,” kata Yahya dalam pidatonya seusai pemilihan Ketua Umum PBNU, kemarin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Yahya terpilih sebagai ketua umum mengalahkan Said Aqil, mantan Ketua Umum PBNU dua periode, lewat voting atau pemungutan suara. Yahya memperoleh 337 suara dan Said meraih 210 suara.

Yahya menjabat Katib Aam PBNU periode lalu. Kakak kandung Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas itu sudah lama menjadi pengurus NU. Yahya lahir di Rembang, Jawa Tengah, pada 16 Februari 1966. Ia berasal dari keluarga santri. Ayah dan kakek Yahya, Muhammad Cholil Bisri dan Bisri Mustofa, besar di pesantren. Cholil Bisri juga merupakan pendiri Partai Kebangkitan Bangsa dan menjabat Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat periode 2002-2004.

Yahya mengenyam pendidikan formal di pesantren. Ia pernah menjadi murid Ali Maksum di Madrasah Al-Munawwir Krapyak, Yogyakarta. Ia lantas melanjutkan pendidikan di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Gadjah Mada. Namun Yahya tak menyelesaikan kuliah di sini.

Guru besar Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Airlangga, Hotman Siahaan, yang juga senior Yahya di jurusan Sosiologi UGM, mengatakan juniornya itu memang tak sempat merampungkan kuliah. Padahal saat itu Yahya tinggal mengerjakan skripsi. “Tapi terus ditinggal studi ke Mesir atau ke Arab, sehingga tidak sempat selesai,” kata Hotman.

Meski tak merampungkan kuliah di UGM, kiprah Yahya dalam dunia politik dan global cukup mentereng. Yahya menjadi juru bicara Presiden RI keempat, Abdurrahman Wahid alias Gus Dur. Pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, ia dilantik menjadi anggota Dewan Pertimbangan Presiden di Istana Negara, Jakarta, pada 31 Mei 2018.

Yahya Cholil Staquf memberikan keterangan pers seusai sidang pleno laporan pertanggungjawaban PBNU dalam Muktamar NU ke-34, di UIN Raden Intan, Lampung, 23 Desember 2021. ANTARA/Hafidz Mubarak A.

Yahya Cholil Staquf juga kerap menjadi pembicara internasional di luar negeri. Misalnya, Yahya menjadi pembicara dalam forum American Jewish Committee (AJC) di Israel pada Juni 2018. Ia menyuarakan konsep rahmat sebagai solusi bagi konflik dunia, termasuk konflik yang disebabkan oleh agama.

“Kita sampai tidak mampu lagi membedakan bagaimana konflik ini bermula dan bagaimana seharusnya konflik ini diselesaikan,” kata Yahya dalam video yang diunggah di YouTube oleh AJC Global sebagai penyelenggara acara forum American Jewish Committee pada Selasa, 11 Juni 2018.

Kehadiran Yahya sebagai pembicara dalam konferensi komite Yahudi Amerika itu sempat menuai kontroversi. Ia pun dicap pro-Israel dalam isu perjuangan rakyat Palestina. Apalagi Indonesia merupakan negara yang paling getol memperjuangkan kemerdekaan Palestina. Kunjungannya ke Israel ini juga menjadi pembahasan di kalangan kiai sepuh Nahdlatul Ulama. 

Kepada majalah Tempo pada 19 November lalu, Yahya tak membantah soal kedekatannya dengan kelompok Yahudi. Namun ia menyebutkan isu lawas itu sudah dipahami oleh hampir semua aktivis NU.

Yahya juga diterpa isu negatif. Ia disebut-sebut tak menguasai kitab kuning—kitab-kitab tradisional berbahasa Arab yang berisi pelajaran tentang Islam—padahal menyandang predikat kiai. Hal ini berbeda dengan Ketua Umum PBNU sebelumnya, Said Aqil Siroj. Namun Yahya menanggapi santai isu tersebut. Yahya mengatakan dia dan Said Aqil dididik dalam jalur tradisi yang sama. “Setiap orang punya kelebihan dan kekurangan,” katanya.

MAYA AYU PUSPITASARI | EGI ADYATAMA
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus