Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Kisah Pernikahan Disabilitas, Catat 3 Kuncinya Agar Adem Ayem

Pernikahan pasangan disabilitas Adi Gunawan dan Yohana Sariotha tampak adem ayem. Apa jurus ampuhnya?

15 September 2018 | 14.34 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, JakartaPernikahan Adi Gunawan 31 Tahun dan Yohana Sariotha 34 Tahun tampak adem ayem. Tidak ada yang dilihat Adi dari diri pasangannya, selain ketabahannya dalam menjalani kehidupan. Bagi Adi, kecantikan Yohana terletak di hatinya.

Baca juga: Panik Saat Persiapan Pernikahan Ini Tugas Pasangannya

“Saya selalu kagum dengan cara istri saya menyelesaikan masalahnya, dia selalu tabah dan kembali bangkit saat ada halangan yang membentang,” ujar Adi Gunawan saat diwawancara Tempo, Rabu 12 September 2018.

Pasangan Adi dan Yohana adalah pasangan dengan ragam disabilitas yang berbeda. Adi adalah seorang disabilitas sensorik netra dan Yohana adalah disabilitas fisik di bagian kaki.

“Saya memakai brace (alat bantu penegak ) di kaki sebelah kiri, dari batas lutut sampai telapak kaki,” ujar Yohana. Karena itu, untuk berjalan, Yohana tidak bisa selincah orang pada umumnya. Sedangkan Adi, hanya memiliki penglihatan beberapa persen saja. Keduanya, bukan orang yang mudah dalam melakukan mobilitas.

Sehari-hari pasangan ini mengaku saling melengkapi. Bagi mereka, perbedaan ragam disabilitas justru berperan sebagai perekat dalam hubungan mereka. Adi menggambarkan, dirinya adalah penyangga untuk Yohana, sedangkan Yohana adalah mata untuknya.
Ilustrasi buket bunga pernikahan Foliage. Tabloidbintang.com
“Saya adalah dia dan dia adalah saya, sekarang kami satu,” ujar Adi. Pasangan ini bertemu ketika sama-sama melakukan pelayanan Gereja di kota Malang, Jawa Timur.

Selama ini kedua pasangan hidup dari mengajar. Bahkan di dalam keterbatasan, mereka masih melakukan  pelayanan gereja. Baik Adi dan istrinya adalah orang yang piawai dalam memainkan alat musik pada beberapa gereja di Malang. Melalui kemampuan itulah, keduanya memberikan pelayanan.

Tahun 2016 keduanya menikah. Setelah menikah, mereka memutuskan pindah ke sebuah rumah kecil,terpisah dari orang tua masing-masing. Diakui Adi banyak kendala yang dihadapi mereka, namun kendala itu justru bagian dari kampanye Adi dan istri dalam mengenalkan dunia disabilitas.

“Justru masalah yang datang dari tetangga, dari saya dan istri masalah justru sudah selesai lama sebelum kami menikah,” ujar Adi.

Masalah yang dimaksud Adi adalah, banyak tetangga mereka yang tidak mengerti cara memperlakukan penyandang disabilitas sesuai kebutuhan. Contoh kecil mengenai jalan atau benda di tengah jalan yang dapat menghalangi atau membahayakan kondisi Adi dan istri.

“Masih ada yang sering lupa menaruh bambu di tengah jalan, kalau menyandung istri saya, dan dia jatuh, bangunnya tidak bisa seperti orang pada umumnya,” ujar Adi.

Yohana yang merupakan pengguna brace, bila terjatuh akan seperti kayu yang terbanting ke tanah. Lutut Yohana tidak dapat menekuk otomatis, seperti orang pada umumnya ketika akan bangun dari jatuh.

Lantaran tidak dapat bangun secara cepat bila terjatuh, Yohana selalu berpegangan lengan kiri Adi ketika berjalan. Sementara itu, bagi Adi, pegangan tangan Yohana di lengannya adalah penunjuk kemana langkahnya harus mengarah. Bila ada jalan yang tidak rata keduanya akan semakin erat berpegangan.
ilustrasi cinta valentine (pixabay.com)
Kehidupan pernikahan Adi dan Yohana terbilang adem ayem. Setiap hari  dilewati pasangan ini nyaris tanpa perselisihan. Ramuan komunikasinya kata Adi terletak pada pengendalian ego masing -masing.

“Seperti yang sudah diketahui,bila penyandang disabilitas memiliki perasaan sensitif di atas rata-rata, maka kuncinya adalah harus selesai dengan diri sendiri dulu baru berpasangan, karena nanti harus berbagi ego,” kata Adi.

Kunci kedua, pasangan yang berada dalam satu ragam disabilitas ataupun ragam disabilitas berbeda harus mampu mandiri lebih dulu jauh sebelum menikah. Salah satunya mampu mengurus diri sendiri untuk kegiatan sehari-hari.

Kunci ketiga yang tidak kalah penting adalah matang secara ekonomi. Tidak hanya pada pasangan disabilitas, faktor ekonomi memberikan pengaruh besar dalam kehidupan berumah tangga. “Jangan hanya bermodal nekat, biaya hidup menjadi disabilitas itu dua kali lipat dari orang pada umumnya,” ujar Adi tentang kehidupan pernikahannya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus