Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TIBA di Indonesia pekan lalu dalam rangka kunjungan PM Pham Van
Dong, Dubes RI untuk Republik Sosialis Vietnam (RSV) Hardi (60
tahun) menyempatkan diri untuk diwawancarai TEMPO. Sambil minum
kopi, bekas tokoh PNI yang pernah menjabat Wakil PM ini menjawab
beberapa pertanyaan ini:
Apa latar belakang kunjungan PM Pham Van Dong? Mengapa ISV
begitu cepat berubah sikapnya?
Vietnam saat ini sedang menghadapi tantangan besar dalam bentuk
kesulitan di bidang politik, sosial dan ekonomi. Dalam bidang
politik misalnya ketegangan dengan RRC dan Kamboja. Akibat
diputuskannya bantuan RRC, timbul kesulitan dalam bidang
sosial-ekonomi. Sedang di dalam negeri timbul tuntutan rakyat
yang makin meningkat sesudah perang 30 tahun. Rakyat Vietnam
menghendaki peningkatan taraf kehidupan ekonomi dan
pemerintahnya harus mengikuti. Untuk itu dianggap perlu adanya
kunjungan ini dalam rangka mencari kompensasi dari kesulitan
yang dialaml.
Mengapa ke negara-negara Asean?
Negara-negara Asean bersahabat dengan Masyarakat Ekonomi Eropa
(MEE), mengadakan konsultasi dan punya hubungan baik dengan
Jepang dan AS. Jadi secara tidak langsung, image hubungan baik
antara Vietnam dan Asean akan merupakan kondisi yang
menguntungkan bagi pemeliharaan hubungan baik antara Vietnam dan
negara-negara Barat.
Di samping itu Asean sudah mendapat apresiasi yang cukup positif
dari RRC dan Kamboja. Ini tidak bisa diabaikan Vietnam hingga
mereka berubah sikap.
Bagaimana tentang hubungan Indonesia-Vietnam sendiri?
Jelas ada kemajuan bila dibanding keadaan sebelum 1975. Waktu
itu banyak hambatan bagi KBRI dalam menjalankan tugasnya. Tapi
selama 1« tahun iniada kemajuan yang terlihat dari kunjungan
delegasi ekonomi, Wakil Menlu Phan Hien, Menlu Nguyen Duy Trinh
dan puncaknya kunjungan PM Pham Van Dong ini. Ini berkat adanya
faktorfaktor obyektif dan subjektif. Artinya di samping
perkembangan politik dan ekonomi regional yang membawa iklim
baru, juga ditambah dengan usaha dari kepala perwakilan
negara-negara Asean di Hanoi.
Hubungan baik antara RI-RSV dapat diberi bentuk dalam kerjasama
di berbagai bidang. Misalnya perdagangan. Yang terang Vietnam
memerlukan pupuk dan semen, sedang Indonesia bisa memperoleh
superfosfat dari RSV. Tapi realisasi dari peningkatan
perdagangan ini masih memerlukan waktu. Misalnya karena untuk
bisa mengekspor superfosfat Vietnam harus menyempurnakan
prasarananya dulu.
Satu soal yang dianggap penting kedua pihak adalah penyelesaian
masalah batas landas benua antara kedua negara yang sangat
diharapkan dapat segera diselesaikan. Yang juga bisa dilakukan
adalah pertukaran pengiriman delegasi dan ahli. Vietnam misalnya
dapat mengirim ahli untuk meninjau eksplorasi dan eksploitasi
minyak Indonesia. Juga di bidang pengembangan perkebunan karet
dan kelapa sawit.
Bagaimana kedudukan Vietnam dalam sengketa RRC-Uni Soviet?
Siapapun dapat melihat bahwa Vietnam berada dalam kesulitan yang
besar sekali. Terlepas dari perkembangan yang faktuil, Vietnam
dalam jangka panjang mungkin akan mencari jalan sendiri untuk
tidak terlalu tergantung pada hanya salah satu kekuatan besar
ini. Mereka agaknya ingin menegakkan kemerdeKaan dan netralitas
mereka sendiri.
Jadi apa kesimpulan Bapak tentang kunjungan ini?
Kita dapat menanggapinya secara responsif dan terbuka. Di
samping dapat mendengarkan gagasan-gagasan baru dari Vietnam,
kita mungkin juga dapat mengerjakan hal yang bermanfaat bagi
kedua pihak. Pokoknya kita jangan alergi dalam arti a priori,
karena itu tidak akan menyelesaikan persoalan. Kalau kita
apriori dan menyudutkan orang-orang ini terus, mereka akan
menjauhkan diri dan dekat pada pihak lain.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo