Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Konferensi Wali Gereja Indonesia atau KWI, menyatakan tak akan menerima tawaran wilayah izin usaha pertambangan khusus alias WIUPK dari pemerintah. KWI beralasan, mendorong tata Kelola pembangunan sesuai prinsip berkelanjutan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Sekretaris Komisi Keadilan dan Perdamaian, Migrant dan Perantau, serta Keutuhan Ciptaan KWI, Marthen Jenarut, mengatakan sejak berdiri pada 1927, organisasi ini hanya berperan dalam tugas-tugas yang berkaitan dengan kerasulan seperti pelayanan, pewartaan, ibadat dan semangat kenabian.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"KWI tetap berkomitmen untuk menjaga kelestarian lingkungan dan hidup masyarakat," kata Marthen dalam keterangan tertulis yang diperoleh Tempo, Jumat, 2 Agustus 2024.
Ia melanjutkan, pertumbuhan ekonomi merupakan hal lumrah yang bisa terjadi kapan saja. Akan tetapi, pertumbuhan tidak boleh mengorbankan hak hidup masyarakat dan kelestarian lingkungan.
Apalagi, KWI memiliki tujuan untuk mewujudkan tata kehidupan bersama yang bermatabat, baik antar sesama umat manusia, maupun mahluk ciptaan lainnya.
"KWI selalu memegang prinsip kehati-hatian dalam pengambilan keputusan agar tidak bertentangan dengan prinsip pelayanan gereja katolik," ujar dia.
Sehingga, Marthen menegaskan, KWI tidak akan mengambil tawaran WIUPK dari pemerintah.
Pun, ihwal adanya ormas keagamaan yang dibentuk atas nama masyarakat katolik, kata Marthen, sejatinya KWI tidak menjadi badan yang menaungi ormas-ormas tersebut. Akan tetapi, Ia berharap ormas yang mengatasnamakan masyarakat Katolik untuk tetap memegang teguh ajaran Katolik.
"Dengan nama Katolik, KWI mengharapkan ormas-ormas ini untuk taat terhadap prinsip spiritualitas dan ajaran sosial Gereja Katolik dalam setiap tindakannya," kata dia.
Sebelumnya, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2024 sebagai revisi dari Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
Beleid ini diteken Presiden Joko Widodo pada 30 Mei lalu. Aturan ini memberikan regulasi anyar kepada ormas keagamaan, di mana mereka dapat mengajukan atau diberikan WIUPK dari pemerintah.
Dalam kunjungan kerja ke Batang, Jawa Tengah pada Jumat, 26 Juli kemarin, Presiden Jokowi, menjelaskan alasannya menerbitkan PP Nomor 25 Tahun 2024 yang memberikan WIUPK kepada ormas keagamaan.
Ia mengklaim, penerbitan PP tersebut didasari atas komplain Masyarakat manakala dirinya melakukan dialog di pondok pesantren dan masjid. Jokowi mengatakan, ormas keagamaan menyanggupi apabila diberikan konsesi untuk mengelola tambang, bukan hanya perusahaan besar.
Kemudian, Jokowi melanjutkan, alasan lainnya dari penerbitan PP Nomor 25 Tahun 2024, ialah untuk memberikan pemerataan sekaligus keadilan ekonomi.
Dua ormas keagamaan Islam yaitu Nahdlatul Ulama atau NU dan Muhammadiyah telah menerima tawaran pemerintah untuk mengelola tambang ini. Langkah kedua ormas keagamaan itu mendapat kecaman dari berbagai pihak.
Manajer Kampanye Pesisir dan Laut Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia atau Walhi Parid Ridwanuddin, mengatakan pemberian izin tambang ormas keagamaan berpotensi lebih besar memberikan mudharat ketimbang manfaat.