Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ahli geologi Gagarin Sembiring mengatakan kecelakaan yang menimpa KM Sinar Bangun terjadi di antaranya karena faktor karakteristik Danau Toba. “Kecelakan itu terjadi lebih karena faktor human error dan meterologi,” kata Pengurus Daerah Sumatera Utara Ikatan Ahli Geologi Indonesia itu, Jumat, 29 Juli 2018.
Lokasi kecelakaan kapal motor itu di sekitar Kaldera Haranggaol. “Itu termasuk yang terdalam di Danau Toba.”
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca:
KM Sinar Bangun Ditemukan, Basarnas Siapkan Dua Opsi Evakuasi
TNI Akan Pastikan Lokasi Karam KM Sinar Bangun
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kaldera itu efek letusan Gunung Toba sekitar 500 ribu tahun lalu yang terletak di sebalah utara Danau Toba saat ini. Menurut beberapa penelitian, ledakan yang membentuk Kaldera Haranggaol merupakan erupsi besar kedua yang pernah terjadi.
Erupsi Gunung Toba pertama diperkirakan terjadi sekitar 850 ribu tahun lalu dan menghasilkan Kaldera Porsea. Letusan ini membentuk kawah di kawasan Porsea dan Sibaganding. Sedangkan ledakan ketiga yang disebut-sebut paling besar terjadi sekitar 74 ribu tahun yang lalu. Letusan yang dikategorikan sebagai Super Volcano ini pada akhirnya menghasilkan Kaldera Toba.
Baca: Baca: Ini Muatan KM Sinar Bangun Saat Tenggelam
Mengenai korban yang juga belum banyak muncul ke atas permukaan danau, Gagarin berpendapat bahwa hal itu berkaitan dengan kedalaman Danau Toba. Dengan kedalaman sekitar 500 meter, jasad korban karamnya KM Sinar Bangun membutuhkan waktu yang lebih lama untuk dapat terapung.
Meskipun dalam keadaan tanpa arus, naiknya jasad korban juga tidak dapat diprediksi. Apalagi selama ini, belum pernah ada simulasi berapa kecepatan turun dan naik suatu objek jika tenggelam dengan kedalaman hingga 500 meter di Danau Toba.
“Jadi kita enggak bisa berharap korban ditemukan di atas permukaan danau.” Hal ini bisa dijadikan pertimbangan untuk mengevakuasi korban. Belum lagi jika kapal berada di dasar danau yang miring dan meluncur ke bawah. “Ini menyebabkan arus turbidit serta lumpur di permukaan itu. Jadi tidak bisa kita pastikan.”
Hingga kemarin, Jumat, 29 Juni 2018, pencarian KM Sinar Bangun telah memasuki hari ke-12. Meskipun telah mendeteksi posisi kapal melalui alat Remotely Operated Vehicle (ROV), tim gabungan Basarnas masih memikirkan cara evakuasi bangkal kapal ke permukaan. Faktor kedalaman Danau Toba menjadi salah satu penghalang serius untuk menarik kapal dari posisinya.