Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Komika sekaligus komedian Vikri Rahmat alias Vikri Rastra angkat bicara soal polemik Rancangan Perubahan UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran atau RUU Penyiaran. Dia mengkhawatirkan perubahan aturan yang kini masih tertunda di DPR itu berpotensi membatasi komika untuk mengkritik pemerintah lewat komedi yang disiarkan melalui konten digital.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Gua melihat itu cara mereka untuk membungkam aja. Terlihat sekali kekhawatiran mereka," kata Vikri Rastra saat dihubungi Tempo, Selasa, 4 Juni 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pria yang juga berkecimpung di dunia musik itu juga mempertanyakan ihwal urgensi dari revisi UU Penyiaran. Secara tegas, dia menolak rencana pihak-pihak yang mendukung RUU Penyiaran yang memberikan kewenangan bagi Komisi Penyiaran Indonesia untuk membatasi konten seniman.
"Oknum-oknum ini mulai kebakaran jenggot. Mereka panik terhadap seniman yang sudah berani kritis, jadi tidak ada cara lain selain sensor," ujarnya.
Vikri mengingatkan bahwa seniman, termasuk komika dan komedian, memiliki peran yang besar dalam sejarah politik. Dia mencontohkan peran aktivis sekaligus sastrawan, Wiji Thukul, dan anggota The Beatles, John Lennon, yang kerap mengkritik dan berhasil membangkitkan kesadaran masyarakat luas.
"Menghancurkan seorang seniman hanya akan berefek pada kelahiran ribuan seniman baru. Kalau seniman diganggu, nanti efeknya domino," tuturnya.
Vikri menegaskan siapa pun memiliki hak untuk menyampaikan kritik kepada pemerintah, baik berbentuk produk seni maupun lelucon. Selama apa yang disampaikan merupakan fakta, jelas Vikri, maka harus dilindungi negara.
"Stand up comedy itu didasarkan pada keresahan. Kalau gua enggak suka sama sesuatu ya sah-sah aja, yang penting gua enggak ngelakuin ujaran kebencian," ucapnya.
Kritik yang sama juga disampaikan oleh penyanyi sekaligus konten kreator M. Amrullah alias Kojek Rap Betawi. Dia menilai pengawasan yang akan dilakukan KPI sangat membatasi konten kreator untuk menyampaikan pendapat di media sosial.
"Bener-bener kebebasan berkreasi, berekspresi jadi kaya dibatasi, lembaga pemerintah seolah-olah mau masuk kesemua ranah rakyatnya," kata Kojek.
Tak sampai disitu, Kojek juga menyampaikan penolakannya terhadap pelarangan jurnalisme investigasi yang turut diatur dalam RUU Penyiaran. Dia menyatakan dukungan kepada komunitas jurnalistik yang kini juga sedang menolak rencana aturan itu.
"Kalau orang mau bongkar kasus korupsi atau pembunuhan yang melibatkan orang-orang penting udah dikebiri duluan tuh informasi-nye, jadi akan banyak konflik kepentingan nanti," tuturnya.
Pilihan Editor: Singgung Indeks KPI, Kemenkominfo Minta Pengelola Stasiun TV Tingkatkan Kualitas Program Siaran
SAVERO ARISTIA WIENANTO | SEPTI NADYA