Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia mengirim tim untuk menelusuri dugaan kasus rasial terhadap warga Papua di Surabaya dan Malang. Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Ahmad Taufan Damanik, mengatakan tim dikirim ke dua kota di Jawa Timur itu untuk mengumpulkan informasi terkait dengan kasus yang memantik aksi massa di sejumlah kota di Papua Barat dan Papua itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tim tersebut nanti akan menemui para pejabat setempat serta warga untuk mengetahui duduk persoalan yang sebenarnya. "Kami juga menyelidiki insiden kerusuhan di Manokwari, Sorong, dan sejumlah tempat di Papua dan Papua Barat," ujar Taufan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kasus ini bermula pada Kamis pekan lalu saat kepolisian menghadang kelompok mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) dan Front Rakyat West Papua yang hendak melakukan aksi di Malang. Polisi melarang karena aksi tersebut belum memperoleh izin. Namun unjuk rasa itu berujung ricuh karena ada massa lain yang tidak setuju atas aksi yang dilakukan oleh kelompok mahasiswa Papua tersebut. Selanjutnya muncul isu bahwa Pemerintah Kota Malang mengancam akan memulangkan para mahasiswa Papua. Isu itu telah dibantah oleh Wakil Wali Kota Malang Sofyan Edi Jarwoko.
Selanjutnya persoalan semakin panas ketika pada Sabtu lalu kepolisian menangkap 43 mahasiswa Papua di Surabaya, Jawa Timur. Penangkapan itu didahului dengan pengepungan asrama mahasiswa Papua yang dilakukan oleh sekelompok orang. Saat pengepungan, sekelompok orang melontarkan kata-kata bernada rasisme kepada para mahasiswa Papua.
Polisi mengklaim para mahasiswa bukan ditangkap, melainkan hendak dimintai keterangan perihal laporan soal perusakan bendera Merah Putih sehari sebelumnya. Pelapor menuding mahasiswa membuang bendera yang dipasang Pemerintah Kota Surabaya di pagar asrama ke selokan. Mahasiswa membantah tuduhan itu dan mengatakan bendera terjatuh tanpa sengaja. Penangkapan itu memantik protes dan aksi massa di sejumlah kota di Papua Barat dan Papua.
Taufan mengatakan persoalan di Jawa Timur itu hanya pemantik. "Karena memang dari dulu ada masalah yang terjadi dan terus berulang," kata Taufan kepada Tempo, kemarin. Persoalan rasial yang tidak diselesaikan hingga tuntas itu lantas terakumulasi dan akhirnya meledak. Ia berharap pemerintah segera menyelesaikan persoalan ini serta meningkatkan dialog damai untuk menghentikan segala konflik di Papua.
Kemarin, Wali Kota Malang Sutiaji dan Kepala Kepolisian Resor Malang Ajun Komisaris Besar Asfuri bertemu dan berdialog dengan perwakilan mahasiswa Papua. Pertemuan berlangsung selama sejam di Rumah Makan Kertanegara, Kota Malang. Dalam kesempatan itu, Sutiaji mengatakan dia menjamin keamanan para mahasiswa Papua di Malang. "(Pertemuan) ini merupakan bukti bahwa semuanya aman," ujarnya. Di Surabaya, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa dan Staf Khusus Presiden untuk Papua, Lenis Kogoya, juga bertemu dengan perwakilan mahasiswa dan pelajar dari Papua. Sebelumnya, Khofifah sudah menelepon Gubernur Papua dan Papua Barat untuk menyampaikan permintaan maaf serta penegasan bahwa pernyataan rasial yang dilontarkan sebagian orang dan massa itu sama sekali tidak mewakili suara masyarakat Jawa Timur. MARVELA (MAGANG) | AJI NUGROHO | ANDITA RAHMA | EKO WIDIANTO (MALANG)| NURHADI (SURABAYA) | AVIT HIDAYAT
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo