Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PERSAMUHAN Panitia Seleksi Calon Pimpinan dan Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi bersama 25 perwakilan perguruan tinggi berlangsung sekitar dua jam di lantai 3 kantor Kementerian Sekretariat Negara pada Kamis, 6 Juni 2024. Rapat itu dihadiri hampir semua anggota Pansel KPK, kecuali ketuanya, Muhammad Yusuf Ateh.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam pertemuan itu, setiap perwakilan kampus bergantian menyampaikan aspirasi ihwal pemilihan calon pimpinan KPK sejak pukul 10.00 WIB. Wakil Rektor Bidang Sumber Daya Universitas Airlangga Muhammad Madyan mengatakan perguruan tinggi akan membantu menjaring kandidat dari kampus.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Nama-nama itu nantinya didorong mendaftar seleksi calon pimpinan di lembaga antirasuah. "Para pemimpin perguruan tinggi akan mendorong para akademikus yang dianggap berintegritas untuk mendaftar. Kami sepakat menghasilkan output-nya," kata Madyan saat ditemui Tempo di lokasi seusai rapat tersebut.
Madyan tak mendetailkan lebih lanjut mekanisme pengajuan nama itu. Namun, menurut Wakil Ketua Pansel KPK Arif Satria, sejauh ini organisasinya belum memutuskan apa pun dalam pertemuan itu. Pansel, kata Arif, baru menampung masukan. "Kami catat untuk merumuskan langkah ke depan," katanya dalam kesempatan yang sama.
Sehari sebelum pertemuan dengan para akademikus, Pansel KPK menggelar acara bersama pemimpin redaksi sejumlah media. Arif mengatakan agenda itu juga dilakukan untuk menjaring masukan supaya proses seleksi bisa berjalan mulus. Pansel juga akan mengundang pimpinan badan usaha milik negara dan lembaga swadaya masyarakat, termasuk organisasi pegiat antikorupsi, pada Senin, 10 Juni 2024, untuk menghimpun masukan.
Panitia Seleksi Calon Pimpinan dan Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi Masa Jabatan Tahun 2024-2029 mengadakan pertemuan dengan 25 perwakilan akademikus di gedung utama Kementerian Sekretariat Negara, 6 Juni 2024. Dok. Humas Kemensetneg
Peneliti Pusat Studi Antikorupsi Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah, khawatir pertemuan-pertemuan itu cuma akan menjadi formalitas. Dia ragu masukan konstruktif dalam pertemuan tersebut tak diabaikan Pansel KPK. Musababnya, sejak Presiden Joko Widodo menetapkan sembilan anggota Pansel, komposisinya sudah tak imbang. Unsur pemerintah lebih banyak ketimbang masyarakat. Lima dari sembilan anggota Pansel berasal dari pemerintah.
Padahal sejumlah lembaga dan koalisi sudah memberikan masukan agar komposisi Pansel KPK mengedepankan porsi keterwakilan masyarakat. Pengurus Pusat Muhammadiyah, misalnya, telah bersurat kepada Jokowi ihwal komposisi itu pada pertengahan Mei lalu. Namun surat tersebut tak digubris.
Salah satu poin dalam surat itu adalah PP Muhammadiyah mengusulkan agar keterwakilan kepentingan masyarakat proporsional dalam Pansel KPK. "Dengan proporsi jumlah keterwakilan yang lebih pada unsur masyarakat," demikian ditulis PP Muhammadiyah.
Eks pemimpin KPK, Thony Saut Situmorang, mengatakan surat usulan dari sembilan bekas pemimpin KPK tentang kriteria anggota Pansel KPK yang disampaikan pada Sabtu, 18 Mei lalu, juga tak didengar. "Kami menyayangkan hal tersebut. Komposisi lebih banyak dari unsur pemerintah," kata Saut saat dihubungi, kemarin.
Saut menyatakan pemilihan anggota Pansel KPK yang tidak kompeten berdampak pada agenda pemberantasan korupsi. Padahal KPK membutuhkan sosok yang transparan, akuntabel, bebas dari konflik kepentingan, dan berani.
Dari komposisi yang ada saat ini, Herdiansyah menuturkan Pansel KPK hanya tunduk pada kepentingan pemerintah. Dia gamang Pansel akan menghasilkan pimpinan yang berintegritas. "Dari awal memang terkesan pemerintah mengendalikan Pansel KPK," ujarnya saat dihubungi, kemarin.
Bukan hanya persoalan komposisi, latar belakang anggota Pansel KPK juga turut dikritik. Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan, M. Nur Ramadhan, juga ragu Pansel KPK bisa memilih pimpinan KPK yang independen dan berintegritas.
Keraguan itu muncul lantaran salah satu anggota Pansel, Elwi Danil, pernah menjadi saksi ahli yang meringankan koruptor. "Ada anggota Pansel KPK yang ternyata pernah menjadi saksi ahli yang meringankan koruptor," kata Ramadhan saat dihubungi, kemarin.
Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi di Jakarta. Tempo/Imam Sukamto
Berdasarkan penelusuran Tempo, Elwi, yang juga guru besar hukum pidana Universitas Andalas, pernah menjadi saksi ahli sidang praperadilan kasus korupsi pengadaan sapi bunting Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Sumatera Barat di Pengadilan Negeri Kelas 1A Padang pada Agustus 2023. Elwi dihadirkan oleh penasihat hukum tersangka.
Elwi juga pernah menjadi saksi yang meringankan untuk bekas Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri, Ferdy Sambo, terdakwa kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat. Dia bersaksi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa, 27 Desember 2022.
Selain Elwi, Ramadhan mengatakan, Ketua Pansel KPK Yusuf Ateh merupakan komisaris salah satu bank pelat merah. Ateh adalah Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan sejak 2020. Setahun setelahnya, Ateh diangkat menjadi komisaris.
Peneliti Pusat Kajian Anti-Korupsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Zaenur Rohman, mengatakan anggota Pansel KPK seharusnya lebih banyak berasal dari unsur masyarakat. Meski tak banyak berharap pada komposisi saat ini, Zaenur tetap ingin Pansel KPK berani melawan intervensi penguasa. "Pansel KPK harus berani menolak penguasa yang menitipkan nama," ujarnya.
Dalam proses seleksi, kata Zaenur, Pansel KPK harus mencoret semua nama yang memiliki masalah etik ataupun yang terafiliasi dengan partai politik. Pansel harus mencari sosok yang memiliki integritas tinggi. Hal ini, menurut dia, penting karena tantangan KPK ke depan adalah melawan intervensi penguasa.
"Pansel juga tak boleh membuat sistem kuota untuk kejaksaan dan kepolisian, harus didasarkan pada kemampuan," ucapnya.
Yusuf Ateh belum membalas pesan dan telepon Tempo mengenai dugaan bahwa anggotanya tak kompeten. Tempo juga mencoba menghubungi Elwi Danil melalui akun Instagram-nya. Namun Elwi belum meresponsnya.
Sementara itu, Arif Satria mengatakan pihaknya berupaya bekerja sesuai dengan tugas, pokok, dan fungsi (tupoksi). "Kami bekerja sesuai dengan tupoksi yang kami lakukan. Kami bekerja semaksimal mungkin. Kami mohon doanya," katanya.
Adapun sebelumnya Ateh berjanji akan mencari kandidat terbaik dan mendengarkan masukan publik. "Kami akan cari pimpinan KPK yang berintegritas tinggi," ujarnya saat menggelar konferensi pers di Kementerian Sekretariat Negara, Jumat, 31 Mei lalu.
Ateh juga memastikan bakal mendengarkan masukan berbagai pihak, dari akademikus, organisasi kemasyarakatan, media, hingga lembaga swadaya masyarakat. Ia sadar saat ini kepercayaan masyarakat terhadap lembaga antikorupsi sedang anjlok. "Kami menyadari ini tidak mudah dan beban ini cukup besar," ucapnya.
Mempercepat Mencari Pimpinan KPK
Menteri Sekretaris Negara Pratikno mengatakan masa tugas anggota Pansel KPK berakhir pada 20 Desember mendatang. Sumber Tempo di kalangan organisasi masyarakat sipil mengaku bertemu dengan salah satu petinggi Pansel KPK. Dalam pertemuan itu, ada rencana mempercepat seleksi calon pimpinan dan anggota Dewas KPK sebelum masa jabatan Presiden Jokowi habis pada 20 Oktober 2024.
Sejatinya, Pansel KPK akan menyodorkan nama-nama calon pimpinan KPK kepada Jokowi. Kemudian Presiden akan memilih 10 nama yang bakal disodorkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk dilakukan fit and proper test.
Namun, menurut sumber Tempo, cawe-cawe yang ditengarai bisa dilakukan Jokowi itu dapat dihalau bila seleksi rampung sebelum pergantian kepemimpinan DPR pada Oktober mendatang. Pertimbangannya, parlemen masih dikuasai Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, yang saat ini berseberangan sikap politik dengan Jokowi. Karena itu, PDI Perjuangan diharapkan bisa menjadi penyeimbang dalam memilih pimpinan KPK.
"Sedangkan pertimbangan rasionalnya, DPR saat ini lebih paham masalah KPK," kata sumber itu.
Adapun sampai saat ini Yusuf Ateh dan Arif Satria belum memberikan tanggapan. Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana juga belum membalas pesan dan telepon hingga berita ini diturunkan.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo