Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Lolosnya pasangan Bagyo Wahyono-F.X. Supardjo dalam proses pendaftaran Pemilihan Kepala Daerah Solo 2020 menuai kontroversi.
Ada tudingan pasangan yang maju secara independen itu merupakan pasangan calon boneka yang sengaja dimunculkan agar Pilkada Solo tak hanya diikuti satu pasangan calon.
Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan wajar jika masyarakat berasumsi bahwa Bagyo-Supardjo adalah pasangan calon boneka.
JAKARTA – Lolosnya pasangan Bagyo Wahyono-F.X. Supardjo dalam proses pendaftaran pemilihan kepala daerah Solo 2020 menuai kontroversi. Ada tudingan pasangan yang maju secara independen itu merupakan pasangan calon boneka yang sengaja dimunculkan agar pilkada Solo tak hanya diikuti satu pasangan calon.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, mengatakan wajar jika masyarakat berasumsi bahwa Bagyo-Supardjo adalah pasangan calon boneka. Sebab, nama mereka baru muncul menjelang pendaftaran pilkada di Solo, tapi sudah mengantongi ribuan suara. "Indikasi bahwa mereka pasangan boneka bisa saja ada. Karena orang yang enggak punya pengalaman politik tiba-tiba muncul dengan suara yang besar," kata Titi kepada Tempo, kemarin.
Pasangan Bagyo-Supardjo berhasil memenuhi syarat pendaftaran sebagai calon kepala daerah Solo dengan mengantongi 38 ribu suara. Duet yang didukung organisasi Tikus Pithi Hanata Baris itu kini resmi menjadi penantang pasangan Gibran Rakabuming Raka-Teguh Prakosa yang disokong Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
Menurut Titi, fenomena pasangan calon boneka bukanlah hal yang baru. Namun, ia mengatakan, tak mudah membuktikan bahwa keberadaan Bagyo-Supardjo memang sengaja diatur agar Gibran-Teguh bisa menang dengan elegan. Sebab, tanpa Bagyo-Supardjo, Gibran akan melawan kotak kosong.
Kendati begitu, Titi menambahkan, bisa jadi keberadaan Bagyo-Supardjo merupakan bentuk perlawanan dari masyarakat yang tak menginginkan pilkada Solo 2020 hanya diikuti pasangan calon tunggal. Jika benar, kata Titi, pertarungan ini akan menjadi tantangan tersendiri bagi Bagyo-Supardjo untuk menunjukkan eksistensinya kepada masyarakat Solo. "Lepas dari kejanggalan apakah mereka pasangan calon boneka ataukah tidak, mereka punya tanggung jawab yang besar. Apakah mereka akan jadi bagian dari dagelan politik atau benar-benar sungguh-sungguh," kata Titi.
Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno, mengatakan maju lewat jalur independen bukanlah perkara gampang. Siapa pun yang jadi penantang Gibran, kata dia, akan sulit menang karena anak Presiden Joko Widodo itu didukung oleh nyaris seluruh partai politik pemilik kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Solo. Tapi Adi juga mengatakan sulit membuktikan bahwa Bagyo-Supardjo merupakan pasangan calon boneka. “Sulit dibuktikan karena ini sama seperti politik uang,” ucap dia.
Meski begitu, Adi menilai majunya Bagyo-Supardjo sebagai penantang Gibran merupakan tamparan keras bagi partai politik. Pasangan ini seolah-olah menunjukkan ada yang tidak beres dengan kaderisasi di partai politik, sehingga tak ada partai yang berani menjagokan kadernya melawan Gibran. “Munculnya calon penantang independen di Kota Solo ini kritik. Masak iya, ketua RW (rukun warga) dan tukang jahit berani maju, tapi parpol yang gagah perkasa enggak berani melawan Gibran?” kata dia.
Nama Bagyo pertama kali muncul tak lama setelah Gibran mendaftar sebagai kader PDIP pada 23 September tahun lalu. Bagyo, yang berprofesi sebagai penjahit, menyatakan siap maju sebagai calon Wali Kota Solo.
Pada 21 Februari lalu, Bagyo pun mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum sebagai calon Wali Kota Solo lewat jalur independen dengan mengumpulkan kartu tanda penduduk sebagai syarat dukungan. Tapi hasil verifikasi faktual menunjukkan hanya ada 28 ribu dukungan yang memenuhi syarat.
Bagyo butuh sekitar 7.000 dukungan lagi untuk bisa lolos. Hanya butuh waktu 13 hari, Bagyo menyerahkan 21 ribu dukungan tambahan. Ia dan Supardjo lantas dinyatakan lolos verifikasi dengan 38 ribu dukungan yang sah.
Bagyo membantah pencalonannya sebagai Wali Kota Solo merupakan rekayasa agar Gibran tak menjadi calon tunggal. Ia mengatakan sudah mempersiapkan diri sejak dua tahun lalu, jauh sebelum nama Gibran muncul.
Namun Bagyo mengatakan keikutsertaannya dalam pemilihan mendatang bukan karena keinginan pribadinya. Biaya untuk persiapan kampanye dan pemilihan juga berasal dari iuran anggota. “Saya ditunjuk oleh organisasi. Saya cuma penjahit, tidak punya banyak uang,” kata dia.
AHMAD RAFIQ | MAYA AYU PUSPITASARI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo