Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Berjibaku hingga ke Pengadilan Internasional

IKOHI mengirim petisi ke Mahkamah Pidana Internasional. Kasus penculikan 1997-1998 di Tanah Air diminta diusut. 

2 Februari 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Pemerintah dinilai tidak berniat dan tak serius menuntaskan kasus penghilangan orang secara paksa pada 1997/1998.

  • Selama 27 tahun dan empat presiden, IKOHI berjuang mencari keadilan.

  • Petisi IKOHI ke Pengadilan Pidana Internasional juga untuk merespons serangan buzzer pendukung Prabowo.

JAKARTA – Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (IKOHI) mengirim petisi ke Mahkamah Pidana Internasional atau International Criminal Court (ICC). Mereka meminta ICC mengusut kasus penghilangan paksa dan penculikan aktivis 1997-1998 di Tanah Air.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sekretaris Umum IKOHI Zaenal Muttaqin mengatakan pemerintah dinilai tidak berniat dan tak serius menuntaskan kasus penghilangan orang secara paksa pada 1997-1998 yang telah berlangsung 27 tahun. Keluarga korban lelah dan frustrasi melihat tidak adanya niat pemerintah menyelesaikan kasus pelanggaran hak asasi manusia berat ini. “Kami ingin mengadu kepada ICC,” ujar Zaenal saat dihubungi pada Kamis, 1 Februari 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Aksi seorang ibu yang tergabung dalam Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (IKOHI) di kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Jakarta, 2006. Dok. TEMPO/Tommy Satria

Selama 27 tahun dan empat presiden, IKOHI berjuang agar pemerintah membentuk tim pencarian aktivis yang masih hilang dan pengadilan HAM bagi para pelaku. Namun pemerintah tampaknya mengabaikan mereka. Pemerintah juga dinilai tidak menindaklanjuti tuntutan para keluarga korban yang sudah direkomendasikan oleh Dewan Perwakilan Rakyat sejak 2009 kepada pemerintah.

Empat rekomendasi tersebut adalah membentuk pengadilan HAM ad hoc untuk mengadili pelaku penculikan, membentuk tim pencarian aktivis yang masih hilang, reparasi dan kompensasi kepada keluarga korban penculikan, serta meratifikasi konvensi internasional perlindungan semua orang dari penghilangan paksa (International Convention for the Protection of All Persons from Enforced Disappearance atau ICPPED).

Petisi IKOHI ke Pengadilan Pidana Internasional itu juga merespons serangan buzzer atau pendengung terhadap peringatan 17 tahun aksi Kamisan. Zaenal mengatakan IKOHI dan keluarga korban penculikan aktivis menangkal narasi para pendukung Prabowo Subianto yang menyebutkan kasus penculikan 1997-1998 selalu diangkat untuk menjatuhkan calon presiden itu saat pemilihan umum.

Prabowo adalah mantan Komandan Pasukan Khusus (Kopassus) yang memimpin operasi penculikan dan penghilangan paksa aktivis pada 1997-1998. Tim operasi itu bernama Tim Mawar. Atas tindakannya, Prabowo diberhentikan dengan tidak hormat sebagai prajurit Tentara Nasional Indonesia dengan pangkat terakhir letnan jenderal. Prabowo kini kembali maju dalam pemilihan presiden setelah dua kali kalah dalam dua pemilu pada 2014 dan 2019.

Zaenal menegaskan, aksi Kamisan adalah demonstrasi damai yang rutin dilakukan keluarga korban dan aktivis setiap Kamis sejak 18 Januari 2007. “Ini semacam kemarahan kami. Oke, kalau kalian menganggap isu ini muncul setiap lima tahun, kami besarkan saja sekalian kasus ini ke ICC,” kata Zaenal.

Kasus penghilangan paksa dan penculikan aktivis 1997-1998 yang telah 27 tahun berlalu tidak kunjung diusut. Salah satu upaya dan perjuangan para keluarga adalah menggelar demo rutin. Tujuannya, mengingatkan pemerintah agar mengusut tuntas kasus tersebut.

Dalam sejarahnya, aksi Kamisan muncul sebagai bentuk protes para keluarga korban Tragedi 1965, Semanggi I, Semanggi II, Trisakti, Tragedi 13-15 Mei 1998, kasus Talangsari, kasus Tanjung Priok, dan pembunuhan aktivis Munir. Maria Katarina Sumarsih, Suciwati, dan Bedjo Untung, yang tergabung dalam Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK), merupakan pencetus gerakan ini. Dalam aksinya, peserta mengenakan pakaian dan payung hitam. Mereka berdiri di depan Istana Negara, Jakarta Pusat, setiap Kamis sore.

Zaenal mengatakan perjuangan keluarga korban menuntut keadilan kini justru dikerdilkan oleh narasi para pendukung Prabowo, yang berpasangan dengan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden. Gibran adalah Wali Kota Solo yang juga anak sulung Presiden Joko Widodo.

Narasi pendukung Prabowo yang nyinyir atas aksi Kamisan bermula dari lontaran seorang komika saat mengikuti Twitter—kini X—Space, fitur yang memungkinkan pengguna melakukan percakapan audio langsung di media sosial. Saat itu sang komika menyebut aksi Kamisan sebagai dagangan. Lontaran tersebut membuat publik marah, termasuk para pegiat yang respek terhadap aksi Kamisan.

Zaenal menuturkan gagasan agar petisi ini diajukan ke ICC muncul setelah IKOHI berdiskusi dengan para keluarga korban penghilangan paksa. IKOHI memasukkan petisi berjudul “Prabowo Subianto–Call for Crimes Against Humanity Investigation” melalui portal elektronik ICC secara langsung pada 30 dan 31 Januari 2024. IKOHI juga melayangkan petisi secara fisik melalui surat ke kantor perwakilan ICC di New York, Amerika Serikat, dan menyerahkannya ke kantor pusat ICC di Den Haag, Belanda.

Aktivis Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) di depan Rumah Pemenangan Prabowo-Gibran, Jakarta, 7 Desember 2023. TEMPO/Magang/Joseph.

Zaenal menjelaskan, ICC memang tidak bisa melakukan investigasi langsung apabila petisi IKOHI diterima. Sebab, Indonesia bukan negara anggota ICC dan tidak pernah menandatangani Statuta Roma. Meski begitu, Zaenal berharap petisi ini bisa membuat ICC mendesak pemerintah mengusut pelanggaran HAM berat. Ia belum mengetahui kepastian apakah petisi IKOHI direspons ICC karena ada kemungkinan memakan waktu berbulan-bulan.

Dalam kesempatan terpisah, Hakim Hamdun, putra Dedi Hamdun, menegaskan, petisi ini untuk melawan guyonan dan ledekan pendukung pasangan Prabowo-Gibran yang mengatakan korban penculikan sudah dikembalikan. Dedi Hamdun merupakan politikus yang juga pengusaha yang menjadi korban penghilangan paksa bersama 13 aktivis lainnya pada 1997.

Petisi ke ICC, Hakim melanjutkan, juga untuk melawan narasi pendukung dan buzzer politik yang mengatakan keluarga korban hanya bersuara lima tahun sekali ketika pemilu. “Inilah kami. Ini sekalian membuktikan bahwa setiap lima tahun, kami makin kencang mengajak pemilih untuk tidak memilih pelanggar HAM,” ujar Hakim kepada Tempo, kemarin.

Menanggapi petisi tersebut, juru bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Fahri Hamzah, mengatakan petisi tersebut merupakan upaya lazim untuk mengeroyok Prabowo setiap kali mencalonkan diri sebagai presiden. “Pengeroyokan terhadap Prabowo itu rutin. Jadi rakyat sudah paham,” ujarnya melalui pesan WhatsApp, kemarin.

Ketua Relawan Prabowo Mania 08, Immanuel Ebenezer, mengatakan catatan hitam Prabowo sudah kedaluwarsa. Dia menyebutkan, tiga kali mencalonkan, Prabowo lolos uji verifikasi pemilihan presiden. “Rasanya cukup membuktikan bahwa Prabowo bersih dari pelanggaran hukum, apalagi HAM berat,” kata pria yang akrab disapa Noel itu dalam keterangan tertulis, awal Desember lalu.

Ia menyebutkan maraknya berita atau informasi yang mendiskreditkan Prabowo sengaja diembuskan menjelang pemilihan presiden. Namun, kata dia, kondisi tersebut kini berbeda karena orang-orang yang bertentangan dengan Prabowo saat ini berbalik mendukungnya. “Jika ditelusuri, pihak-pihak yang dianggap dirugikan dalam kejadian 1997-1998 itu mayoritas sudah berada dalam barisan Prabowo,” ujar Noel.

Adapun Prabowo, dalam debat pertama calon presiden pada 12 Desember lalu, meminta agar isu HAM dan peristiwa penghilangan paksa aktivis 1997-1998 tidak dipolitisasi. Prabowo menyatakan hal tersebut saat menjawab pertanyaan Ganjar Pranowo, calon presiden lainnya yang berpasangan dengan Mahfud Md. sebagai calon wakil presiden.

Bahkan, saat debat itu, Prabowo mengklaim bersikap keras membela HAM. Buktinya, tutur dia, orang-orang yang dulu ditahan dan diculik justru kini membela dirinya dalam pilpres 2024. “Orang-orang yang dulu ditahan, tahanan politik yang katanya saya culik, sekarang ada di pihak saya. Mereka membela saya, saudara-saudara sekalian,” ujarnya.

Tamparan bagi Negara 

Anggota Divisi Pemantauan Impunitas pada Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Jane Rosalina, mengatakan adanya petisi IKOHI ke ICC seharusnya menjadi tamparan keras bagi negara. “Hal ini karena negara tak kunjung hadir memberikan keadilan bagi penyintas dan keluarga korban,” kata Jane kepada Tempo, kemarin.

Jane menyebutkan, sejak rekomendasi panitia khusus DPR dikeluarkan pada 2009, presiden seharusnya segera menjalankan empat rekomendasi tersebut. Jane juga menyayangkan Indonesia yang belum meratifikasi Statuta Roma sehingga tidak berada dalam yurisdiksi ICC.

Dia menjelaskan, ICC memiliki kewenangan terbatas karena Statuta Roma memiliki prinsip non-retroaktif. Artinya, Mahkamah Pidana Internasional hanya dapat menjalankan yurisdiksi atas kejahatan yang terjadi setelah berlakunya Statuta Roma atau sejak 1 Juli 2002. “Sebagian besar pelanggaran HAM berat di Indonesia terjadi sebelum 1998, sehingga meskipun Indonesia meratifikasi Statuta Roma, kejahatan HAM era di Orde Baru tidak berada di ruang lingkup yurisdiksi ICC,” kata Jane.

Indonesia sejatinya memiliki Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan yang menganut asas retroaktif. Jane mengatakan, berdasarkan pengadilan HAM, pelanggaran HAM berat yang terjadi sejak 1965 sampai 1998 dapat diajukan ke pengadilan HAM ad hoc sesuai dengan Pasal 43 ayat 1 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000. Pembentukan pengadilan tersebut didasari rekomendasi DPR setelah penyelidikan dan penyidikan dilakukan pemerintah.

“Namun, sayangnya, hingga hari ini negara tidak memiliki kemauan politik untuk menggelar pengadilan HAM ad hoc dalam mengadili kejahatan HAM era Orde Baru, termasuk untuk mengadili pelanggaran HAM berat peristiwa penghilangan paksa 1997-1998,” ujar Jane. 

Analisis Aksi Kamisan di Media Sosial 

Perbincangan aksi Kamisan ramai di media sosial selama sepekan terakhir. Rizal Nova Mujahid, analis data senior dari Drone Emprit, mengatakan perbicangan yang menyebutkan atau me-mention “aksi Kamisan” total mencapai 100 ribu di kanal X. Perbincangan tertinggi, berdasarkan data media monitoring berbasis AI ini, terjadi pada 17-20 Januari 2024. Drone Emprit mengumpulkan data total perbincangan tentang aksi Kamisan pada 5-22 Januari dari sumber X dan media online.

Rizal mengatakan puncak percakapan aksi Kamisan terjadi pada 19 Januari 2024 dengan 30 ribu mention. Hal ini terutama didorong oleh isu testimoni ihwal aksi Kamisan, penangkapan pegiat media sosial @paltiwest, serta respons publik atas berbagai komentar negatif terhadap aksi Kamisan. “Komentar negatif tersebut di antaranya disampaikan oleh akun pendukung Prabowo @zarryhendrik dengan menyatakan ‘tidak pernah dagang aksi Kamisan’,” kata Rizal berdasarkan hasil analisisnya kepada Tempo, kemarin.

Rizal mengatakan komentar negatif cenderung netral atas aksi Kamisan juga datang dari pendukung Prabowo lainnya, seperti @PartaiSocmed. Akun ini membeberkan berbagai argumentasi bahwa Prabowo bukan pelanggar HAM sebagaimana yang dituduhkan peserta dan pendukung aksi Kamisan.

Rizal menemukan data bahwa narasi aksi Kamisan merupakan dagangan politik karena diangkat setiap pilpres dan Prabowo bukan pelanggar HAM menjadi narasi yang cukup banyak diproduksi di media sosial, terutama di platform TikTok. “Di TikTok, narasi negatif terhadap aksi Kamisan ini disebar dengan pola membanjiri komentar atas unggahan tentang aksi Kamisan,” tutur Rizal.

Rizal menemukan hal berbeda di Twitter atau X. Ia mengatakan warganet di X lebih banyak mendukung aksi Kamisan, terutama dengan narasi yang menjawab tuduhan bahwa aksi Kamisan adalah dagangan politik. Kemudian ada narasi tuntutan pengadilan bagi pelanggar HAM, edukasi tentang HAM dan pelanggaran yang dilakukan negara, serta berbagai testimoni positif tentang aksi Kamisan.

EKA YUDHA SAPUTRA | YOLANDA AGNE | IHSAN RELIUBUN

 

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus