Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

KPK: Perluas Definisi Tenaga Kesehatan Penerima Insentif

KPK merekomendasikan agar pemerintah memperluas definisi tenaga kesehatan yang menerima insentif dalam penanganan pasien Covid-19.

25 Februari 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • KPK meminta pemerintah memperluas definisi tenaga kesehatan para penerima insentif dalam penanganan pasien Covid-19.

  • Pemotongan insentif para tenaga kesehatan dengan dalih demi pemerataan.

  • Pemotongan insentif demi pemerataan tersebut harus dibuatkan aturan.

JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi merekomendasikan agar pemerintah mengubah definisi tenaga kesehatan yang menerima insentif dalam penanganan Coronavirus Disease 2019 (Covid-19). Rekomendasi ini menyusul maraknya praktik pemotongan insentif tenaga kesehatan dengan alasan pemerataan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pelaksana tugas juru bicara KPK bidang pencegahan, Ipi Maryati Kuding, mengatakan KPK dapat memahami situasi dan praktik yang terjadi di lapangan. Karena itu, lembaga antirasuah ini merekomendasikan kepada pemerintah agar definisi tenaga kesehatan penerima insentif diperluas, terutama untuk petugas yang berhadapan langsung dengan pasien Covid-19. "Misalnya, petugas cleaning service dan room service yang mengganti linen dari kamar pasien," kata Ipi kepada Tempo, kemarin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KPK mendapat laporan mengenai adanya pemotongan insentif tenaga kesehatan sebesar 50-70 persen. Dalam rapat bersama KPK dan asosiasi rumah sakit pada pekan lalu, asosiasi menyampaikan bahwa insentif untuk penanganan Covid-19 tak sampai hingga tenaga pendukung yang bersentuhan langsung dengan pasien. Mereka antara lain petugas kebersihan, petugas laundry linen pasien, sopir ambulans, dan pengantar makanan untuk pasien Covid-19. Ada juga tenaga pendukung yang tidak bersentuhan langsung dengan pasien tapi turut berkontribusi, seperti petugas laboratorium dan radiologi. Rumah sakit mengklaim pemotongan insentif itu dilakukan agar dana tersebut merata kepada tenaga pendukung yang tak menerima.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan tentang Pemberian Insentif dan Santunan Kematian bagi Tenaga Kesehatan yang Menangani Covid-19, kriteria tenaga kesehatan yang bisa mendapat insentif adalah dokter spesialis, dokter, dokter gigi, bidan, perawat, dan tenaga medis lainnya. Tenaga kesehatan yang dimaksudkan adalah yang terlibat langsung menangani pasien Covid-19. Jumlah insentif yang diberikan per bulan untuk dokter spesialis sebesar Rp 15 juta, dokter umum dan gigi Rp 10 juta, bidan dan perawat Rp 7,5 juta, serta tenaga medis lainnya Rp 5 juta.

Tenaga kesehatan bersiap bertugas di RS Darurat Covid-19 Wisma Atlet, Jakarta, 18 November 2020. TEMPO/Hilman Fathurrahman W.

Perluasan definisi tenaga yang mendapat insentif akan mempengaruhi jumlah anggaran yang harus digelontorkan pemerintah. Jika anggaran tidak memungkinkan, Ipi mengatakan, pemotongan insentif demi pemerataan itu harus dibuatkan aturan. "Persentase pemotongan harus diatur dengan hanya mengizinkan pemotongan untuk maksud pemerataan insentif. Besarannya juga perlu ditetapkan untuk mengontrol pemotongan yang tidak terkendali dengan beragam besaran dan tujuan lain di lapangan," ujar Ipi.

Survei lembaga pemantau penanganan wabah corona, LaporCovid-19, pada 8 Januari hingga 5 Februari lalu menunjukkan 2.754 atau 75 persen dari 3.689 tenaga kesehatan belum atau tidak mendapat insentif sama sekali. Sisanya, sudah mendapat insentif, tapi dengan catatan. Sekitar 6 persen di antaranya memiliki masalah, baik penyalurannya tidak teratur maupun terlambat. Penghitungan insentif tidak sesuai dengan petunjuk teknis Kementerian Kesehatan, bahkan ada pemotongan dana insentif yang telah diberikan.

Menurut LaporCovid-19, dari 2.754 tenaga kesehatan yang belum mendapat insentif, sebanyak 854 pernah atau sedang terinfeksi Covid-19. Dari 854 tenaga kesehatan yang terinfeksi itu, sebanyak 624 merupakan tenaga kesehatan yang secara langsung menangani pasien Covid-19. Sedangkan 230 tenaga kesehatan lainnya tidak menangani pasien Covid-19 secara langsung.

Tenaga kesehatan diukur tensinya sebelum menerima vaksin di Istora Senayan, Jakarta, 4 Februari 2021. TEMPO/Muhammad Hidayat

Atas temuan itu, LaporCovid-19 mendesak pemerintah memberikan dana insentif bagi tenaga kesehatan yang tidak bekerja di bagian khusus Covid-19 serta tenaga relawan dan honorer kesehatan di layanan Covid-19 tapi terjangkit Covid-19. Temuan LaporCovid-19 menunjukkan bahwa 230 atau 26,96 persen dari 854 tenaga kesehatan yang tidak bekerja di layanan Covid-19 terjangkit corona. "Artinya, mereka memiliki potensi risiko yang sama untuk terinfeksi dari tempat kerjanya," kata relawan LaporCovid-19, Firdaus Ferdiansyah.

Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kementerian Kesehatan, Widyawati, belum merespons upaya konfirmasi Tempo. Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan Oscar Primadi juga belum menjawab telepon ataupun pesan yang dikirim Tempo. Adapun Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan, Askolani, sebelumnya menyatakan insentif yang diberikan kepada tenaga kesehatan untuk 2021 masih sama dengan 2020. "Saat ini belum ada perubahan kebijakan mengenai insentif. Dengan demikian, tetap sama dengan yang kita lakukan di tahun 2020 pada tahun 2021 ini," kata Askolani.

MAYA AYU PUSPITASARI
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus