Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan ada empat titik rawan korupsi dalam penyaluran bantuan sosial (Bansos) untuk meringankan korban yang terdampak Covid-19. Dalam upaya pencegahan korupsi penanganan pandemi Covid-19, KPK telah membentuk tim pada Kedeputian Pencegahan KPK yang bekerja mendampingi Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 baik di pusat maupun di daerah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Ada empat titik rawan yang menjadi fokus area pendampingan adalah terkait pengadaan barang dan jasa (PBJ), refocusing dan realokasi anggaran Covid-19 pada APBN dan APBD, pengelolaan filantropi atau sumbangan pihak ketiga yang dikategorikan bukan gratifikasi, dan penyelenggaraan bansos,"ujar pelaksana tugas juru bicara KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis pada Selasa, 19 Mei 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di tingkat pusat, menurut Ali Fikri,pendampingan dilakukan KPK bersama-sama dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) dan Kementerian/Lembaga terkait.
Sedangkan, di tingkat daerah, KPK melibatkan seluruh personel pada unit Koordinasi Wilayah (Korwil) Pencegahan KPK bersama-sama dengan BPKP Perwakilan dan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) untuk mendampingi dan mengawasi 542 pemda di Indonesia dalam penanganan covid-19, termasuk di dalamnya penyaluran bansos maupun BLT Dana Desa.
Sejauh ini KPK masih menemukan kesemrawutan terkait penyaluran bantuan sosial atau bansos kepada masyarakat terdampak Covid-19. Menurut Ali, permasalahan utamanya terletak pada belum adanya Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang diperbaharui di sejumlah daerah.
"Sesuai dengan SE, KPK mendorong penggunaan DTKS dijadikan sebagai rujukan awal pendataan di lapangan yang teknisnya dilakukan dengan melibatkan hingga ke satuan kerja terkecil di masyarakat, yaitu RT/RW untuk melakukan perluasan penerima manfaat (non-DTKS) dan pemadanan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dengan Dinas Dukcapil," ujar Ali