Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Politik

KPU Enggan Revisi Aturan Soal Peserta Pilkada yang Jadi Tersangka

KPU tak bisa merevisi peraturan KPU soal calon kepala daerah pada pilkada yang ditetapkan menjadi tersangka korupsi. KPU menilai hal itu sangat rawan.

31 Maret 2018 | 20.15 WIB

Ketua KPU Arief Budiman (kiri) bersama dua komisioner Ilham Saputra dan Pramono Ubaid Thantowi (kanan), saat menunjukkan contoh alternatif bentuk kotak suara transparan terbuat dari kertas karton dan Box plastik akan digunakan dalam Pilkada serentak 2018 dan Pemilu 2019, di Gedung KPU, Jakarta, 7 Agustus 2017. KPU akan berkonsultasi dengan DPR dan Pemerintah terkait rencana pengunaan kotak suara transparan yang akan menggantikan kotak suara yang rusak. TEMPO/Imam Sukamto
material-symbols:fullscreenPerbesar
Ketua KPU Arief Budiman (kiri) bersama dua komisioner Ilham Saputra dan Pramono Ubaid Thantowi (kanan), saat menunjukkan contoh alternatif bentuk kotak suara transparan terbuat dari kertas karton dan Box plastik akan digunakan dalam Pilkada serentak 2018 dan Pemilu 2019, di Gedung KPU, Jakarta, 7 Agustus 2017. KPU akan berkonsultasi dengan DPR dan Pemerintah terkait rencana pengunaan kotak suara transparan yang akan menggantikan kotak suara yang rusak. TEMPO/Imam Sukamto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi Pemilihan Umum, Ilham Saputra, mengatakan pihaknya tidak bisa merevisi peraturan KPU soal calon kepala daerah dalam pilkada yang ditetapkan menjadi tersangka korupsi. "Buat kami rawan sekali. Di KUHAP ada asas praduga tak bersalah," kata Ilham di Jakarta, Sabtu, 31 Maret 2018.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Ia menuturkan calon kepala daerah yang terkena operasi tangkap tangan karena korupsi, statusnya masih menjadi tersangka. Penetapan bersalah atau tidak masih dalam proses persidangan sampai mempunyai kekuatan hukum tetap.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Jadi, KPU akan tetap mempertahankan aturan yang ada saat ini, yakni Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 dan PKPU Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota, bahwa mereka masih bisa mengikuti proses pilkada 2018. "Kenapa kami tetap mempertahankan PKPU itu. Sebab, UU masih mengatakan itu," ujarnya.

Hal ini berbeda dengan wacana KPU yang akan memasukkan aturan larangan mantan narapidana koruptor menjadi calon anggota legislatif. Soalnya, aturan ini bisa dimasukkan karena PKPU-nya sedang dibahas. "Jadi, kalau yang kepala daerah menjadi tersangka kan PKPU sudah ada, baru ada OTT. Sedangkan, yang caleg masih dibahas," kata dia.

Namun, jika KPU terus didesak untuk membuat revisi, pihaknya tidak akan mau melakukannya. Kecuali, pemerintah membuat peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perpu) untuk aturan mendiskualifikasi calon kepala daerah yang ditetapkan tersangka.

Selama tidak ada perpu, KPU tidak akan membuat atau merevisi aturan baru soal pencalonan kepala daerah. "Pemerintah saja tidak mau membuat perpu," ujar dia. Hingga saat ini, Ilham kembali menegaskan, KPU mengacu kepada UU 10/2016. Menurut dia, KPU mesti hati-hati dalam melihat masalah ini.

Pergantian, dia berujar, hanya bisa dilakukan jika calon kepala daerah tidak lolos tes kesehatan, berhalangan tetap, atau telah divonis sebelum 30 hari masa pemungutan suara. "Di Kalimantan Timur, calon wakil gubernurnya kami ganti karena meninggal," ujarnya.

Ilham mengatakan, jika masyarakat berpendapat penyelenggara menyuguhkan koruptor pada pilkada tahun ini karena mereka tidak didiskualifikasi, tidak sepenuhnya benar. Soalnya, belum ada kekuatan hukum tetap yang menetapkan mereka bersalah.

"Jika ternyata hukum menyatakan mereka tidak bersalah dan sudah didiskualifikasi, justru kami yang akan kena gugat oleh mereka," katanya. "Kami serahkan pihak yang punya legal standing untuk judicial review masalah ini. Kami tidak mau merevisi."

Imam Hamdi

Bergabung dengan Tempo sejak 2017, setelah dua tahun sebelumnya menjadi kontributor Tempo di Depok, Jawa Barat. Lulusan UPN Veteran Jakarta ini lama ditugaskan di Balai Kota DKI Jakarta dan mendalami isu-isu human interest.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus