Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Dua siswi Madrasah Aliyah Sains Roudlotul Qur'an Lamongan, Arina Manasika dan Nabila Avrin Virinda Navisa, membuat krayon yang aman bagi anak-anak. Krayon yang terbuat dari umbi-umbian ini aman apabila tak sengaja termakan oleh anak-anak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ide pembuatan krayon ini muncul ketika Nabila yang akrab disapa Virin mengamati adiknya Diana yang kerap ingin memakan krayon. "Setiap menggambar, krayonnya ditelan. Jadi, orang tua bingung bagaimana biar dia tetap bisa menggambar tapi krayonnya itu aman," ujar Virin saat ditemui Tempo dalam Expo Festival Inovasi dan Kewirausahaan Siswa Indonesia di Gedung Smesco Jakarta pada Rabu, 27 September 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Keluhan itu dia ceritakan pada kawannya, Arina. Dari cerita itu, keduanya tercetus ide untuk membuat krayon yang berbahan aman untuk anak-anak. Mereka kemudian mencari bahan apa yang dapat digunakan untuk membuat krayon. Arina yang merupakan anak seorang petani berpikir apakah umbi garut bisa diolah lebih kreatif lagi. Arina lalu bertanya pada ayahnya untuk membuat umbi menjadi sesuatu yang lebih inovatif dan ternyata dapat dilakukan.
Arina dan Virin kembali berdiskusi dan menggabungkan pemikirannya. Mereka akhirnya bersepakat untuk mengolah umbi garut menjadi krayon yang aman. Pembuatan krayon dilakukan di laboratorium sekolah. Proses pembuatannya diawali dengan menghasilkan pati umbi garut. "Pati umbi garut berfungsi sebagai pemberi tekstur dan mengikat warnanya," kata Arina.
Mereka memarut umbi garut, diperas, lalu diendapkan hingga terpisah antara pati dan airnya. Kemudian, pati dijemur hingga terbentuk tepung. Tepung itu lalu diwarnai menggunakan bahan alami. Mereka memakai kulit buah naga untuk menghasilkan warna merah, daun pandan untuk warna hijau, daun pisang kering untuk warna hitam, dan bunga telang untuk warna biru.
Proses pewarnaan dilakukan dengan cara menghaluskan bahan alami tersebut menggunakan blender dan disaring. Lalu, disangrai sampai membentuk kristal. Terakhir, kristal tersebut dihaluskan kembali menggunakan blender.
Selanjutnya, mereka melelehkan beeswax atau lilin dari sarang lebah yang aman untuk dikonsumsi. Beeswax dipilih sebagai pengganti lilin parafin yang biasanya digunakan dalam krayon. Beeswax mengandung ester dan asam lemak yang dapat merekatkan dan mencegah pertumbuhan mikroorganisme.
Mereka memperoleh beeswax dari pengusaha lebah lokal. Lelehan beeswax pun dicampurkan dengan pati tadi dan dicetak menggunakan cetakan silikon. Proses terakhir adalah pelabelan dengan kertas edible yang juga terbukti aman dikonsumsi.
Krayon besuta Arina dan Virin sudah dipakai di sejumlah sekolah dan juga dijajal oleh anak-anak balita. "Kami menyarankan estimasi krayon ini untuk satu tahun," ucap Virin.
Dalam satu kotak, terdiri dari 10 krayon dapat dikerjakan selama dua hari. "Untuk ke depannya, dalam satu minggu akan produksi 150 krayon," kata Virin.
Ke depan, duo siswi kelas 12 itu juga berencana untuk memberdayakan masyarakat lokal. "Bapak-bapaknya itu akan kami berdayakan mencari bahan baku, ibu-ibu bagian produksi, dan remaja karang taruna untuk tim marketing," lanjut Virin.