Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Politik

Kritik Studi Banding Pansus RUU Terorisme ke Inggris dan Irlandia

Ketua Pansus Revisi UU Terorisme Muhammad Syafii membantah jika perjalanan studi banding ke Inggris dan irlandia hanya jalan-jalan belaka.

25 April 2017 | 14.09 WIB

Akbar Faisal(kiri), Muhammad Syafi'i, anggota DPR Komisi III, Connie Ruhukandi Bakrie, pengamat militer dan Nasir Djamil, anggota DPR Komisi III dalam diskusi pembahasan RUU Antiterorisme, di ruang diskusi Media Center DPR, Jakarta, Selasa, 18 Oktober 201
Perbesar
Akbar Faisal(kiri), Muhammad Syafi'i, anggota DPR Komisi III, Connie Ruhukandi Bakrie, pengamat militer dan Nasir Djamil, anggota DPR Komisi III dalam diskusi pembahasan RUU Antiterorisme, di ruang diskusi Media Center DPR, Jakarta, Selasa, 18 Oktober 201

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) mempersoalkan kepergian 13 anggota Panitia Khusus Revisi Undang-Undang Terorisme ke Inggris dan Irlandia untuk melakukan studi banding.

Menurut peneliti Formappi, Lucius Karus, studi banding itu janggal karena baru dilakukan ketika pembahasan sudah mencapai lebih dari 50 persen. "Idealnya, jika terkait dengan materi RUU, studi harus dilakukan pada fase awal penyusunan RUU," kata dia, Senin, 24 April 2017. Para anggota Dewan itu berangkat pada Ahad lalu dan akan kembali ke Indonesia pada Sabtu pekan ini.

Baca juga:
Pansus RUU Terorisme Siapkan Studi Banding ke Luar Negeri


Menurut Lucius, studi banding yang dilakukan di tahap akhir pembahasan justru tidak efektif karena tak akan banyak berpengaruh. Walhasil, studi banding itu akan hanya terkesan jalan-jalan dengan memanfaatkan duit negara. Menurut dia, sejumlah studi banding lain yang dilakukan DPR juga tidak menghasilkan masukan yang cukup berarti. "Selama ini tak pernah memperlihatkan buktinya," kata Lucius.


Ketua Pansus Revisi UU Terorisme Muhammad Syafii membantah jika perjalanan tersebut bakal sia-sia dan hanya jalan-jalan belaka. "Kalau tahu kebutuhan undang-undang, enggak akan ngomong begitu," kata dia. Menurut Syafii, studi banding itu bertujuan menggali informasi sekaligus membandingkan sistem penanganan terorisme Indonesia dengan sistem di dua negara tujuan. "Kami butuh belajar untuk melihat model yang bagus," katanya.


Inggris dan Irlandia dianggap berhasil menerapkan sistem penanganan terorisme satu atap. Hal itu rencananya diadopsi di Indonesia melalui revisi UU Terorisme. “Di antaranya soal penguatan, pengawasan BNPT, hingga operasional dan keuangannya,” kata Syafii. Pansus juga akan belajar mengenai badan penanganan korban terorisme.

NINIS CHAIRUNNISA

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dian Andryanto

Dian Andryanto

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus