Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Difabel

Kronologi Anak Difabel Tewas Dianiaya di Pusat Layanan Anak

Seorang anak difabel mengalami perundungan dan kekerasan fisik oleh temannya di Pusat Layanan Anak Terpadu atau PLAT Kota Pontianak, Kalimantan Barat.

31 Juli 2019 | 22.15 WIB

Ilustrasi kekerasan pada anak. health. wyo.gov
Perbesar
Ilustrasi kekerasan pada anak. health. wyo.gov

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Seorang anak difabel fisik dan Cerebral Palsy di Pontianak, Kalimantan Barat, meninggal karena dianiaya oleh dua temannya. Peristiwa penganiayaan itu terjadi di Pusat Layanan Anak Terpadu atau PLAT Kota Pontianak, Kalimantan Barat, Jumat 26 Juli 2019.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Anak penyandang disabilitas berusia 17 tahun itu mengalami perundungan dan penganiayaan di sekitar garasi, musala, dan ruang belakang Pusat Layanan Anak Terpadu. Menurut pengakuan dua terduga penganiaya yang berusia 16 tahun, kejadian itu berlangsung sekitar pukul 14.00 sampai 15.00.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Saat itu petugas penjaga pusat layanan anak sedang berganti waktu jaga, sehingga ada kekosongan," ujar anggota Komisi Pengawasan dan Perlindungan Anak Daerah atau KPPAD Kalimantan Barat, Alik Rosyad saat dihubungi Tempo, Selasa 29 Juli 2019. Penganiayaan baru berhenti ketika korban tampak lemas dan darah mengucur dari hidung.

Alik Rosyad menjelaskan dua anak terduga penganiaya itu tinggal sementara di Pusat Layanan ANak Terpadu. Kedua remaja itu sedang menjalani rehabilitasi sosial karena terjerat kasus kriminalitas. "Korban dianiaya karena menolak ketika disuruh memijat temannya," ucap Alik Rosyad.

Ayah korban, M. Ali Sadi mengatakan anaknya pamit ke luar rumah untuk membeli bakso. Kendati dia tahu anaknya berada di Pusat Layanan Anak Terpadu, Ali meyakini putranya akan baik-baik saja karena di sana ada petugas. "Sampai ada orang yang bilang kalau anak saya terluka," ucap dia.

Korban dilarikan ke rumah sakit pada Jumat malam, sekitar pukul 20.00. Hasil pemeriksaan menunjukkan dia mengalami luka dan terdapat gumpalan darah sebesar kepalan tangan di bagian belakang kepala serta tulang hidung patah. Setelah menjalani perawatan intensif, korban meninggal pada Sabtu, 27 Juli 2019, pukul 05.00. "Saat di rumah sakit, anak saya tidak dapat bicara lagi," ujar pria 72 tahun itu.

Anggota Komisi Perlindungan Anak Indonesia atau KPAI, Retno Listyarti mengatakan, semestinya Pusat Layanan Anak Terpadu tidak difungsikan untuk merehabilitasi anak dengan dua permasalahan sosial yang berbeda. Dalam kasus penganiayaan ini, menurut Retno, korban adalah anak difabel dan tidak bermasalah secara hukum. Adapun dua anak terduga penganiaya adalah anak bermasalah secara hukum yang sedang menjalani masa rehabilitasi sosial.

"Korban seharusnya ditempatkan di rumah aman atau layanan rehabilitasi sosial lain seperti P2TP2A, dimana tidak hanya terdapat penjaga, melainkan pula psikolog, pengasuh, bahkan advokat untuk anak-anak seperti korban," kata Retno.

Pusat Layanan Anak Terpadu biasanya digunakan untuk anak yang mengalami proses diversi hukum. Proses ini merupakan pengalihan penyelesaian perkara anak dari peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. "Namun proses diversi ini hanya berlaku sekali saja, tidak bisa dua kali," kata Retno. Sebab itu, sangat rentan menempatkan dua anak dengan permasalahan sosial yang berbeda dalam satu atap.

Pusat Layanan Anak Terpadu di Kota Pontianak, Kalimantan Barat, berada di dalam satu halaman bangunan dengan Markas Kepolisian Sektor Pontianak. Bangunan ini berada di bagian belakang dengan pagar yang sangat tinggi. Di sana terdapat lima anak yang sedang menjalani proses diversi, termasuk dua terduga penganiaya dan korban.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus