Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA - Direktur Riset dan Pengabdian Masyarakat Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, Ocky Karna Radjasa, mengatakan ada berbagai persoalan dalam urusan riset, di antaranya kualitas peneliti, dana riset, dan standar siklus riset. Ia mengatakan kualitas peneliti di sebagian kementerian dan lembaga pemerintah masih rendah, sehingga menyulitkan kementerian tersebut saat akan melakukan riset. "Sebagian peneliti kurang qualified, sehingga riset di kementerian dan lembaga sering diserahkan ke pihak ketiga," kata Ocky kepada Tempo kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Masalah dana dan kebutuhan riset mengemuka saat debat calon wakil presiden antara Ma’aruf Amin dan Sandiaga Salahuddin Uno yang diselenggarakan Komisi Pemilihan Umum, Ahad malam lalu. Dalam debat ini, Ma’ruf dan Sandiaga mengungkapkan gagasannya di bidang pengembangan riset. Misalnya, Ma’ruf berkeinginan membentuk Badan Riset Nasional untuk meningkatkan efektivitas kegiatan riset. Sedangkan Sandiaga menganggap pembentukan badan riset justru menambah rantai birokrasi. Ia menyodorkan gagasan untuk membuat kolaborasi antara lembaga riset dan dunia usaha dengan cara memberikan insentif untuk setiap investasi riset.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ocky mengatakan solusi mengatasi masalah kualitas peneliti ini dengan jalan menjadikan peningkatan kapasitas kelembagaan sebagai prioritas Kementerian. Mengenai standar siklus riset, Ocky mengatakan sampai saat ini tidak ada standar siklus penelitian. Siklus penelitian yang dimaksudkan adalah tahapan riset, dari pengumuman penerimaan proposal, evaluasi, penetapan pemenang, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi, hingga pelaporan dan tindak lanjut hasil riset. "Tidak semua kementerian dan lembaga melakukan standar itu," katanya.
Ia mengatakan pemerintah sudah membuat Prioritas Riset Nasional setiap lima tahun melalui Rencana Induk Riset Nasional untuk mengatasi urusan standar siklus penelitian. Rencana Induk Riset tersebut bertujuan memastikan proposal riset terhubung dengan rencana pembangunan yang disusun Badan Perencanaan Pembangunan Nasional dan akses keuangan di Kementerian Keuangan. "Proposal riset akan diberikan jaminan anggaran," katanya.
Menurut Ocky, kedua gagasan calon wakil presiden tersebut bukanlah ide baru. Ia mengatakan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi justru sedang menggodok Badan Riset Nasional untuk mempermudah koordinasi pengelolaan program dan dana riset. Kajian ini beriringan dengan upaya peningkatan koordinasi antara kementerian dan lembaga dalam menyusun program dan pengelolaan anggaran.
Okcy mengatakan, untuk mengatur kesesuaian riset dan kebutuhan industri, Kementerian Riset menggunakan Program Insentif Riset Sistem Inovasi Nasional (Insinas) dengan menggandeng industri dan perguruan tinggi. Tujuannya, agar ada sinkronisasi antara hasil riset dan dunia usaha. "Yang selama ini terjadi, berjalan sendiri-sendiri, tidak ada interaksi. Interaksinya kini dimulai dengan bagaimana insentif pajak diberlakukan bagi perusahaan yang mau terlibat dalam riset," katanya.
Peneliti di bidang sosial dan kemasyarakatan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Ibnu Nadzir Daraini, mengatakan, di samping dana riset yang minim, masalah lain adalah pola pendanaan masih terpusat di Kementerian Keuangan. Kondisi ini dinilai belum mampu menjawab perbedaan karakteristik riset di setiap lembaga. "Intervensi pendanaan ada di lembaga," kata Ibnu.
Direktur Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia, Aditya Perdana, mengatakan persoalan koneksi antara riset dan dunia usaha merupakan persoalan klasik. Ia berpendapat bahwa pemerintah harus memperkuat pendidikan vokasi dan Dewan Riset Nasional sebagai tempat berkoordinasi setiap kegiatan riset. "Mereka sudah memiliki jalur untuk mengkoneksikan itu. Masalahnya, berfungsi atau tidak?" katanya. ARKHELAUS WISNU
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo