Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

politik

Waswas Vaksin tanpa Izin Edar

BPK merilis temuan 297 bets atau 78.361.500 dosis vaksin Covid-19 beredar tanpa izin bets yang dikeluarkan BPOM. Pemerintah mengklaim vaksin tersebut tetap aman.

26 Mei 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • BPK mendapati 78 juta dosis vaksin beredar tanpa izin bets.

  • Sejumlah kalangan ahli kesehatan menyoroti transparansi pemerintah dalam tata kelola vaksin.

  • Kementerian Kesehatan mengklaim belum mengetahui temuan BPK tersebut.

JAKARTA – Sejumlah kalangan menyoroti beredarnya vaksin Covid-19 yang belum mendapat izin bets atau lot release dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Ahli epidemiologi dari Universitas Griffith, Australia, Dicky Budiman, mengatakan proses pengadaan vaksin harus tetap sesuai dengan prinsip dasar untuk menjamin kualitas dan sasaran.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut dia, jika pengadaan dilakukan tanpa izin, ada potensi bahwa vaksin yang keluar tidak berkualitas. Dia menegaskan bahwa potensi pelanggaran ini bisa berpengaruh pada aspek kualitas. "Prinsip good governance tidak bisa diabaikan," ujar Dicky, kemarin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Izin bets atau lot release merupakan istilah yang digunakan BPOM, yang diartikan sebagai obat yang memiliki sifat dan mutu seragam. Obat ini dihasilkan dalam satu siklus pembuatan atas suatu perintah pembuatan tertentu. Lot release juga merupakan salah satu syarat dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk memastikan kualitas vaksin.

Hal ini bermula dari temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), yang merilis bahwa sebanyak 297 bets atau 78.361.500 dosis vaksin telah beredar tanpa pemberian izin bets oleh BPOM sampai 31 Oktober 2021. Dalam periode tersebut, jumlah vaksin yang masuk mencapai 713 bets atau 314.238.840 dosis. Temuan tersebut disampaikan dalam laporan hasil pemeriksaan kinerja atas dukungan pelaksanaan vaksinasi Covid-19 pada BPOM serta instansi terkait lainnya di DKI Jakarta, Sumatera Selatan, dan Jawa Tengah.

Menurut Dicky, semestinya pemerintah tidak boleh mengabaikan mekanisme penerbitan izin meski dalam kondisi darurat kesehatan seperti saat ini. Dia menyarankan Kementerian Kesehatan juga mengaudit dan mengevaluasi temuan ini secara mendalam. Tujuannya agar validitas vaksin yang telah beredar di masyarakat tidak berkurang. "Jadi, harus dipastikan bahwa vaksin yang diterima berkualitas. Karena kalau ada vaksin yang keluar tanpa izin, itu tidak ada jaminan atau acuan kualitas," ucap Dicky.

Petugas medis menyuntikkan vaksin Covid-19 AstraZeneca pada warga Kelurahan Merdeka di Bandung, Jawa Barat, 14 April 2022. TEMPO/Prima mulia

Koalisi Transparansi dan Akuntabilitas Penanganan Covid-19 melihat proses vaksinasi sejak awal memang terdapat persoalan pada tata kelola pengadaan. Anggota koalisi, Agus Sarwono, mengatakan pihaknya telah meminta pemerintah mempublikasikan informasi rencana pengadaan vaksin agar publik dapat mengawasi prosesnya.

Agus mengatakan, dalam pengadaan vaksin, pemerintah tidak membuka kontrak tersebut. "Jadi, kami kesulitan mendapatkan informasi itu," kata peneliti Transparency International Indonesia tersebut. Di sisi lain, dia melanjutkan, proses pengadaan vaksin dilakukan dengan metode yang berbeda dari pengadaan yang berlaku umum. Sebab, proses pengadaan vaksin saat ini melalui penunjukan langsung tanpa tender. "Dengan kebijakan itu, seharusnya pemerintah tetap mengedepankan transparansi dan akuntabilitas dalam pengadaan vaksin dari berbagai macam sumber jenis vaksinnya," ujarnya.

Lapor Covid-19—wadah berbagi informasi pandemi—menilai bahwa temuan BPK atas vaksin yang tidak mendapat izin tersebut merupakan dampak dari mekanisme perencanaan yang tidak transparan dan akuntabel oleh pemerintah. Menurut peneliti Lapor Covid-19, Firdaus, Kementerian Kesehatan seharusnya bisa menyediakan transparansi distribusi vaksin yang dapat dipantau bersama. "Masyarakat sipil juga bisa ikut mengawasi sehingga potensi kebocoran atau penyelewengan bisa dihindari," ujar Firdaus.

Adapun pelaksana tugas Direktur Surveilans dan Karantina Kementerian Kesehatan, Endang Budi, mengatakan bakal mempelajari temuan BPK tersebut. Meski demikian, kata dia, sejauh ini Kementerian belum mendapat informasi ihwal temuan BPK itu. "Kami juga belum mendapat infonya," ucapnya. Sedangkan Kepala BPOM Penny Lukito tidak merespons saat dimintai konfirmasi.

Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendi mengklaim vaksin Covid-19 yang keluar tanpa izin edar itu tetap aman. Menurut dia, vaksin yang saat ini beredar pasti sudah mendapat persetujuan BPOM. Hanya, ia menduga ada dosis yang jumlahnya belum terlingkup seperti dalam laporan di BPK. "Insya Allah aman. Saya kira enggak ada vaksin yang masuk tanpa persetujuan BPOM. Kalau ada, mustahil. Semua itu tercatat oleh PeduliLindungi dan pelaksanaannya juga jelas," ujar Muhadjir.

IMAM HAMDI | MAYA PUSPITA | ZULNIS FIRMANSYAH
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus