Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta-Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf, Abdul Kadir Karding, menilai pernyataan calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto yang geram kepada media soal pemberitaan Reuni Akbar 212 yang dinilai minim tidaklah pantas.
"Statement ini tidak sepantasnya diucapkan, apalagi dengan nada emosi menuding pemberitaan media tidak objektif," ujar Karding di Posko Cemara, Jakarta, Rabu, 5 Desember 2018.
Baca: Geram Pemberitaan Reuni 212, Prabowo Omeli Media dan Jurnalis
Prabowo mengungkapkan kegeramannya terhadap media-media di Indonesia karena tidak meliput Reuni Akbar 212 di Monas, Jakarta, Ahad lalu. Prabowo memprotes media yang tidak menyebutkan bahwa massa yang hadir mencapai belasan juta dalam pidatonya di acara peringatan Hari Disabilitas Internasional ke-26 di Jakarta, Rabu, 5 Desember 2018.
Menurut Ketua Umum Partai Gerindra itu media-media besar dan kondang tidak meliput. Dia tidak terima dengan pemberitaan media yang menyatakan bahwa massa Reuni Akbar 212 hanya belasan ribu. Prabowo menuding media-media itu telah memanipulasi demokrasi. Tak hanya media, Prabowo juga menuding wartawan. Dia menyebut jurnalis mengkhianati tugasnya lantaran tidak memberitakan acara Reuni 212.
Simak: Pengamat: Reuni 212 Belum Tentu Berdampak Elektoral untuk Prabowo
Karding heran dengan sikap Prabowo yang sampai demikian emosi. "Kenapa Pak Prabowo yang marah-marah? Harusnya panitianya atau pesertanya yang marah. Kalau Pak Prabowo marah, itu pertanda memang aksi 212 ini nyata-nyata memang digerakan oleh beliau," ujar dia.
Menurut Karding, Prabowo seharusnya menghormati pers ini sebagai satu pilar demokrasi. Sehingga saat ini Indonesia mengenyam alam demokratis dan wartawan bisa meliput tanpa tekanan serta memiliki independensi. "Wartawan sekarang bebas meliput apa saja sepanjang sesuai kaidah-kaidah jurnalisme," ujar dia.
Lihat: Sambutan Lengkap Prabowo Subianto di Reuni Akbar 212
Toh, jika berbicara jumlah peserta, klaim dia, acara peringatan Hari Santri yang digelar Nahdlatul Ulama di Sidoarjo pada 28 Oktober lalu jumlahnya lebih besar daripada yang ada di Monas. "Tetapi temen-temen NU sampai hari ini tidak pernah keberatan karena tidak diliput," ujar dia.
Jadi, ujar Karding, jika Prabowo kebakaran jenggot dan protes berita Reuni 212 tak terpublikasi dengan masif, maka patut dipertanyakan bahwa itu ada unsur-unsur yang sangat kuat dan politis. "Sikap Pak Prabowo harus dijadikan indikasi dugaan awal salah satu bukti oleh Bawaslu bahwa reuni 212 mengandung unsur-unsur kampanye dan pencitraan diri," ujar dia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini