Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Konsorsium Pembaruan Agraria mengutuk keras kekerasan dan intimidasi pada warga Desa Wadas, Bener, Purworejo, Jawa Tengah yang terjadi saat pengukuran tanah oleh Badan Pertahanan Nasional (BPN) Purworejo. Pengukuran yang dikawal oleh ribuan aparat kepolisian itu berakhir ricuh dan membuat 67 warga ditangkap.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sekretaris Jenderal KPA, Dewi Kartika, menilai yang terjadi di Wadas bukan lagi proses pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN). Seharusnya, proyek PSN dilakukan dengan menjunjung tinggi hak-hak konstitusi warga negara, mengedepankan prinsip musyawarah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Akan tetapi peristiwa ini sudah mengarah kepada tindakan perampasan tanah rakyat yang bersifat memaksa dengan dalih proyek-proyek pembangunan strategis untuk kepentingan nasional. Telah terbukti bahwa pengadaan tanah bagi PSN berdampak pada peningkatan perampasan tanah di berbagai wilayah," kata Dewi dalam keterangan tertulis, Rabu, 9 Februari 2022.
Dari laporan Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas (Gempadewa) aparat kepolisian telah mendekati wilayah desa sejak Senin lalu. Tenda didirikan di Lapangan Kaliboto yang berada di belakang Polsek Bener. Malam harinya terjadi pemadaman listrik, sementara desa-desa sekitarnya masih tetap menyala.
Kemarin pagi, ribuan aparat kepolisian dilaporkan memasuki desa untuk mengawal proses pengukuran yang dilakukan oleh Kantor Pertanahan Purworejo. Aparat keamanan juga mencopot berbagai poster yang berisikan penolakan terhadap rencana pertambangan.
Dewi mengatakan konflik agraria ini berawal dari dalih pembangunan atas nama PSN. Pemerintah menjadikan Desa Wadas sebagai lokasi penambangan batuan andesit. Penambangan tersebut untuk mendukung proyek pembangunan Bendungan Bener yang memiliki luas 124 hektar.
Dewi mengatakan penolakan warga bukan tanpa sebab, bukan pula karena anti pembangunan. Namun proses pembangunan ini sarat manipulasi dan menabrak berbagai peraturan perundang-undangan, korup dan disertai kekerasan.
"Padahal berdasarkan UU No. 2/2012 tentang Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum Bagi Pembangunan, aktivitas pertambangan tidak masuk dalam bagian kepentingan umum. Namun, Pemerintah mengacu pada UU No. 11/2020 tentang Cipta Kerja dan peraturan pelaksananya yang inkonstitusional, menggunakan skema pengadaan tanah untuk kepentingan umum terhadap kegiatan pertambangan," kata Dewi.
KPA menegaskan bersama warga Wedas untuk menolak pembangunan ini. KPA pun mendesak Kapolda Jawa Tengah untuk segera menginstruksikan seluruh jajarannya agar menghentikan tindakan intimidasi dan kekerasan di lapangan, serta menarik mundur seluruh aparat kepolisian dari Desa Wadas.
Selain itu, Kapolres Purworejo juga diminta agar segera membebaskan seluruh warga dan pendamping yang ditangkap saat mempertahankan hak atas tanah. KPA juga berharap Kapolri bisa segera mengusut berbagai tindakan pelanggaran yang dilakukan aparat kepolisian di Desa Wadas, serta segera mengevaluasi peran dan keterlibatan aparat kepolisian dalam penanganan konflik agraria.
"Kami juga mendesak Gubernur Jawa Tengah menghentikan segala kegiatan penambangan dan proyek pembangunan Bendungan Bener yang dilakukan dengan cara merampas tanah dan ruang hidup warga," kata Dewi.
Dewi menegaskan pengukuran paksa tanah warga untuk kepentingan pembangunan Bendungan Bener harus segera dihentikan. Presiden Joko Widodo harus memastikan seluruh pelaksanaan PSN tidak menghilangkan hak-hak rakyat atas tanah dan ruang hidup mereka. "KPA juga mendesak pemerintah agar menghentikan model dan proyek-proyek pembangunan yang kontraproduktif dengan komitmen agenda Reforma Agraria," kata Dewi.