Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Setelah NasDem Resmi Mengusung Anies Baswedan di Pilkada Jakarta

Anies Baswedan resmi memegang tiket maju ke pilkada Jakarta setelah PKS dan NasDem mengusungnya. Siapa lawan sepadan Anies?

25 Juli 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tiket maju ke pemilihan kepala daerah atau pilkada Jakarta kini telah di tangan Anies Baswedan. Dukungan resmi yang telah diumumkan Partai NasDem membuatnya bisa melenggang karena didukung suara yang cukup setelah PKS juga resmi mendukungnya berlaga dalam pemilihan Gubernur DKI Jakarta.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tiket yang dipegang Anies itu tak lepas dari lobi politik yang dijalankan Presiden PKS Ahmad Syaikhu ke Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh. Syaikhu menemui Surya Paloh pada 12 Juli 2024 di NasDem Tower, Jakarta Pusat. Ia melobi Surya agar ikut mengusung Anies di pilkada Jakarta.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PKS memang tak bisa mengusung Anies sendirian. Perolehan kursi mereka di DPRD DKI Jakarta belum mencukupi untuk mengusung calon Gubernur DKI Jakarta itu. Jika NasDem mendukung, perolehan kedua partai itu telah cukup untuk membawa mantan Rektor Universitas Paramadina tersebut ke palagan pilkada Jakarta.

Sekretaris Badan Pemenangan Pemilu Partai NasDem Willy Aditya tak menampik adanya pertemuan Syaikhu dengan Surya Paloh itu. Ia berdalih pertemuan antar-kedua partai ini memang kerap dilakukan untuk membahas pelbagai hal-hal strategis, termasuk persiapan pemilihan kepala daerah pada November mendatang.

Namun, pada Senin lalu, NasDem pun akhirnya resmi memberikan dukungan kepada Anies Baswedan. Menurut Willy, dukungan yang diberikan partainya ke Anies tanpa syarat. “Instruksi Pak Surya Paloh seperti itu,” kata Willy saat dihubungi, Rabu, 24 Juli 2024.

Menurut Willy, dukungan ini diberikan atas mempertimbangkan sejumlah hal, misalnya elektabilitas yang dimiliki bekas Gubernur DKI Jakarta itu. Ia mengatakan faktor integritas dan sepak terjang Anies saat memimpin Jakarta pada 2017 juga menjadi pertimbangan lain. “Faktor itu menjadi aspirasi masyarakat Jakarta yang harus diakomodasi,” ujar Wakil Ketua Badan Legislasi DPR itu.

Meski telah bersama PKS mendukung Anies, NasDem berharap mantan Gubernur DKI Jakarta itu diberi keleluasaan untuk memilih calon wakil gubernurnya sendiri. Willy mengatakan soal nama Mohamad Sohibul Iman yang telah diduetkan dengan Anies oleh PKS, pihaknya tetap menghormati keputusan itu.

“Karena beliau (Anies) yang lebih mengetahui kriteria pasangannya. Maka dari itu, kami beri dukungan tanpa syarat,” ucap Willy.

Setelah mendapat dukungan dari NasDem, PKS juga berharap mengantongi dukungan dari mitranya yang lain di Koalisi Perubahan saat pilpres 2024, yaitu Partai Kebangkitan Bangsa. Presiden PKS Ahmad Syaikhu menyampaikan keinginan partainya itu di depan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar alias Cak Imin saat peringatan harlah ke-26 PKB di Jakarta, Selasa lalu.

Presiden PKS Ahmad Syaikhu (kiri) memeluk Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar (kanan) dalam Tasyakuran Hari Lahir (Harlah) ke-26 PKB di JCC Senayan, Jakarta, 23 Juli 2024. TEMPO/Martin Yogi Pardamean

Syaikhu menyampaikan ajakan itu dalam sebuah pantun. "Dari Bekasi naik kereta, turunnya di Stasiun Sudirman. PKS ajak PKB kolaborasi di Jakarta, dukung Anies dan Sohibul Iman," katanya.

Syaikhu mengungkit soal dukungan partainya kepada Cak Imin untuk berlaga di pilpres lalu. Cak Imin saat itu menjadi calon wakil presiden mendampingi Anies Baswedan. "Kalau kemarin kami sudah mengusung Gus untuk menjadi calon Wakil Presiden Republik Indonesia, kiranya pada 2024, di pilkada kelak, insya Allah bisa bersama-sama Gus," ucapnya.

PKB sebetulnya telah memberi dukungan kepada Anies bahkan sebelum PKS mendeklarasikan dukungan mereka. Namun dukungan kepada Anies itu masih diberikan di tingkat Dewan Pimpinan Wilayah atau DPW PKB DKI Jakarta.

Wakil Ketua Umum PKB Jazilul Fawaid mengatakan, meski pengumuman dukungan baru diumumkan oleh DPW Jakarta, PKB tetap menjadi partai politik yang pertama kali menyatakan dukungan kepada bekas Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu. “Soal sikap, PKB sudah mendukung Mas Anies di Jakarta,” kata dia.

Kendati begitu, Jazilul tak dapat merincikan kapan PKB akan mengumumkan dukungannya kepada Anies. Ia mengatakan PKB masih menggodok sejumlah nama untuk disodorkan kepada Anies sebagai calon pendampingnya. Alasannya, nama Mohamad Sohibul Iman dinilai belum memantapkan hati pengurus partai. “Kalau yang kapasitasnya sama dengan Pak Sohibul Iman, kami juga punya. Dengan demikian, kami ingin duduk bersama dulu, musyawarah sebelum menyatakan dukungan,” ujar dia.

Muhaimin Iskandar mengatakan dukungan kepada Anies tengah dibahas di desk pilkada PKB. "Nanti. Pokoknya, semua lagi proses di desk pilkada, ya. Perkembangan setiap hari berubah," ucapnya.

Cak Imin mengatakan peta koalisi kerap berubah. Kondisi ini, menurut dia, sering disebabkan oleh ketidakcocokan dalam memasang calon gubernur dan calon wakil gubernur yang akan dipilihnya. "Sudah dukung A tahu-tahu peta koalisinya berubah. Sudah mendukung B tahu-tahu wakilnya sama-sama enggak cocok," kata dia.

Adapun PKS mengaku tak menutup kemungkinan mengubah peta pencalonan wakil gubernur untuk Anies. Koordinator juru bicara PKS, Ahmad Mabruri, mengatakan pelbagai hal, khususnya peta pencalonan, dapat dikomunikasikan dengan koalisi. Apalagi jika ada figur lain yang mampu menghasilkan perolehan elektabilitas jauh lebih besar ketimbang duet Anies-Sohibul Iman. “Kita lihat peluangnya yang paling besar menang siapa. Ini bisa dibicarakan dengan koalisi,” ucapnya.

Setelah resmi diusung NasDem, Anies Baswedan kini menjadi satu-satunya bakal calon gubernur yang telah memegang tiket menuju pilkada Jakarta. Seorang politikus PKS berharap PDI Perjuangan ikut bergabung dalam koalisi pendukung Anies.

Namun juru bicara PDIP, Chico Hakim, mengatakan partainya menanggapi ajakan itu dengan hati-hati. Menurut Chico, partainya masih terus mengerucutkan nama-nama potensial untuk diplot menjadi bakal calon gubernur atau calon wakil gubernur di pilkada Jakarta. Nama-nama potensial tersebut, antara lain, bekas Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok; Charles Honoris; Andika Perkasa; Tri Rismaharini; dan Ketua DPRD Jakarta Prasetyo Edi Marsudi. “Mengenai sikap apakah akan mendukung Mas Anies, belum bisa ditentukan. Semua masih dinamis,” kata dia.

Chico tak menampik adanya kemungkinan Anies Baswedan menjadi salah satu nama calon Gubernur DKI Jakarta yang masuk dalam radar PDIP. Namun, kata dia, PDIP akan berupaya tetap mengusung kadernya menjadi bakal calon gubernur, bukan sebagai wakil. Dengan demikian, partai berlambang banteng moncong putih itu masih terus menjajaki komunikasi dengan partai politik lainnya, terutama PKB. “Komunikasi dengan PKB intens soal pilkada Jakarta. Namun belum ada penentuan, semua masih dinamis,” ujar dia.

Peneliti dari Populi Center, Usep Saepul Ahyar, mengatakan peluang bergabungnya PDIP ke Koalisi Perubahan bergantung pada sikap koalisi ke depan. Menurut dia, meski PDIP melirik Anies sebagai kandidat potensial, diperlukan dorongan dari partai politik lain untuk membawa masuk partai banteng. “Kemungkinan PDIP akan menyodorkan proposal politik baru, yaitu menggeser nama Sohibul Iman dengan kader PDIP sebagai calon pendamping Anies,” ujar Usep.

Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno sependapat dengan Usep. Ia mengatakan, sebagai partai yang acap merajai perolehan suara di pemilihan umum, PDIP tentunya ingin menjadikan kadernya sebagai figur yang paling depan. Namun, dengan posisi Anies yang diplot menjadi calon gubernur serta nama Sohibul Iman yang diduetkan menjadi wakilnya, besar kemungkinan akan menjauhkan keinginan partai banteng untuk bergabung dengan koalisi. “PDIP partai yang rasional, kemungkinan memilih membentuk koalisi baru,” ucap dia.

Koalisi baru yang dimaksudkan ialah berduet dengan PKB. Rencana ini bermula dari pernyataan Ketua Dewan Pimpinan Pusat Bidang Pemuda dan Olahraga PDIP Eriko Sotarduga yang menyatakan memiliki keinginan untuk membuat poros baru di pilkada Jakarta setelah respons reaktif PKB terhadap pengusungan duet Anies-Sohibul Iman. Saat itu, Eriko menyebutkan koalisi PDIP dan PKB dapat terbentuk karena kedua partai ini intens menjajaki komunikasi. Apalagi jumlah perolehan kursi kedua partai ini di DPRD DKI Jakarta memenuhi syarat untuk dapat mengusung pasangan calon.

Wakil Sekretaris Jenderal PKB Syaiful Huda mengatakan PKB belum menentukan keputusan final ihwal arah politik di pilkada Jakarta. Meski begitu, ia tak menutup peluang untuk membentuk koalisi dengan PDIP ataupun memilih bergabung dengan dua sekondannya di Koalisi Perubahan dengan mendukung Anies Baswedan. “NasDem sudah mendukung, kami hormati. Tapi waktunya masih panjang, poros sebelah (Koalisi Indonesia Maju) juga belum menyatakan figur yang bakal diusung,” ujarnya.

Anies Baswedan (kiri) saat masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta di Balai Kota DKI Jakarta, Jakarta, 6 Oktober 2022. ANTARA/Indrianto Eko Suwarso

Dominasi Anies di Palagan Jakarta

Dukungan kepada Anies Baswedan di pilkada Jakarta tak lepas dari hasil jajak pendapat beberapa lembaga survei yang menempatkan mantan calon presiden itu di peringkat teratas.

Anies memperoleh skor elektabilitas paling tinggi dibanding kandidat potensial lainnya, seperti Basuki Tjahaja Purnama ataupun bekas Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, yang digadang-gadang menjadi lawan Anies oleh koalisi pendukung Prabowo-Gibran.

Merujuk pada sigi yang dirilis Litbang Kompas pada 16 Juli 2024. Nama Anies Baswedan, Ahok, dan Ridwan Kamil menempati peringkat tiga teratas dibanding kandidat lainnya yang ditengarai bakal berlaga di pilkada Jakarta.

Anies menempati urutan pertama dengan perolehan elektabilitas 29,8 persen diikuti oleh Ahok di urutan kedua dengan 20 persen dan Ridwan Kamil di urutan ketiga dengan 8,5 persen. Di urutan keempat bertengger nama Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir disusul nama Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di urutan kelima. Adapun nama putra bungsu Presiden Joko Widodo, Kaesang Pangarep, bercokol di urutan ketujuh dengan raihan elektabilitas 1 persen.

Pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia, Ujang Komarudin, mengatakan, secara head-to-head, nama Anies Baswedan masih dominan ketimbang nama lainnya. Alasannya, selain memiliki basis konstituen yang besar di Jakarta, Anies memperoleh suntikan dukungan dari partai politik pemenang di Jakarta, misalnya PKS. “Jadi bukan hanya faktor popularitas, faktor partai pengusung juga berpengaruh dalam mengerek elektoral,” kata Ujang.

Direktur Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno mengatakan tingginya elektabilitas Anies dalam sigi Litbang Kompas dilatarbelakangi oleh terawatnya rekam jejak Anies yang baik saat memimpin Jakarta pada 2017. Di sisi lain, meski juga memiliki rekam jejak kepemimpinan yang baik saat menjadi kepala daerah, misalnya Ridwan Kamil di Jawa Barat. Menurut Adi, hal tersebut tak dapat mengerek perolehan elektabilitas Ridwal Kamil. Sebab, basis konstituennya berfokus di wilayah berbeda.

Sementara itu, Basuki Tjahaja Purnama, kata Adi, meski diusung partai besar seperti PDIP dan rekam jejak kepemimpinan yang baik di Jakarta, tingkat elektoralnya cenderung sulit meningkat lantaran sempat tersandung polemik kasus penistaan agama. “Hal ini menyebabkan basis konstituen Ahok di Jakarta hilang akibat lahirnya sentimental,” ujar dia.

Usep Saepul menyebutkan palagan Jakarta bukan tempat yang aman bagi Ridwan Kamil dan Koalisi Indonesia Maju untuk berlaga. Dominasi Anies di Jakarta, kata dia, cenderung besar dan terus berpotensi menguat apabila PKB serta PDIP memutuskan berkoalisi dengan PKS dan NasDem. “Jika begitu, duet Anies-Ahok atau Anies dengan kader PKB akan turut mempengaruhi elektabilitas Anies yang kemungkinan besar akan meningkat,” tuturnya.

Wakil Ketua Umum PAN Viva Yoga Mauladi mengatakan dominasi Anies yang kerap memuncaki hasil sigi lembaga survei di pilkada Jakarta tak dapat dijadikan tolok ukur utama dalam meraih kemenangan. Viva mengatakan dalam politik semua bisa terjadi tanpa dapat diprediksi. “Karena yang memilih langsung kan masyarakat, bukan hasil lembaga survei,” kata dia.

Ia pun optimistis Koalisi Indonesia Maju yang terdiri atas Partai Golkar, PAN, Demokrat, PSI, dan Gerindra akan memenangi pertarungan seperti di pilpres 2024.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Cicilia Ocha dan Savero berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus