Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SARINAH akan dibuka kembali, pekan ini? Di sekeliling gedung terlihat poster-poster kuning berukuran 60 cm x 40 cm dengan tulisan: "Sarinah segera dibuka kembali". Gedung tinggi pertama di Indonesia, yang memiliki 14 lantai itu, memang masih megah berdiri. Namun, sosoknya kini menakutkan. Lebih dari setengah tubuhnya, bagian atas, hangus belang-bonteng hitam dan abu-abu, berlubang lubang. Bila angin bertiup agak kencang, kadang masih ada sobekan entah apa jatuh diterbangkan angin. Sabtu pekan lalu pihak Dinas P2K (Pengawasan Pembangunan Kota) DKI Jakarta memang menerima surat permohonan agar Sarinah diizinkan buka kembali. Ancar-ancar tanggal yang diminta, Senin atau Selasa pekan ini. Tapi, sampai Senin sore pekan ini, belum ada kepastian. "Minimal harus ada izin dari kami, bila mau buka kembali," kata Ir. Soeharto, wakil kepala Dinas P2K DKI Jakarta. Dan untuk mendapat izin itu, harus ada rekomendasi dari para ahli, misalnya ahli bangunan dan ahli jaringan listrik. Dengan kata lain, harus ada penelltian terlebih dahulu. Sudahkah Sarinah melakukannya? "Kesimpulan sementara dari beberapa pihak, antara lain dari Prof. Dr. Roosseno dan Dinas P2K DKI Jakarta, struktur Sarinah tak apa-apa," kata Ansar Sudirman, dirut Sarinah. Roosseno membenarkan. "Kalau lantai satu sampai dengan lantai empat dibuka, tidak apa-apa," kata ahli bangunan yang sudah berpengalaman 50 tahun ini kepada TEMPO. "Sebab, yang terbakar itu 'kan lantai enam ke atas. Jadi, misalkan rambut kepala dipotong, apa kaki orang lantas goyang? Kendati begitu, mesti ada survei dulu." Sebenarnya, pihak Dinas P2K pun sudah melakukan observasi lapangan. Hasilnya, "Saya sangat heran," kata Soeharto, wakil kepala dinas ini. "Secara visual kondisi beton gedung itu masih baik. Tapi memang perlu diteliti." Ia mengaku mencoba memukul beton Sarinah dengan besi. Beton tetap utuh. "Dulu, waktu Gajah Mada Plaza terbakar, saya lakukan hal yang sama. Dan beton itu hancur," ujar Soeharto. Tapi ia pun melihat, pelat lantai di lantai lima melengkung. Tidak jelas, itu akibat kebakaran atau sebelumnya pelat itu memang sudah melengkung. Sementara itu, persiapan dari pihak Sarinah sendiri memang sudah tampak. Di lantai dasar, yang menjual pelbagai hasil kerajinan rakyat serta makanan dan minuman, sudah tak tercium bekas-bekas musibah. Praktis, lantai ini memang tak terpengaruh api. "Kami sudah sedia, seandainya besok buka," kata Johannes Tampang, kepala Departemen Makanan dan Minuman Sarinah, Senin pekan ini. Juga lantai satu, yang antara lain menjual kosmetik, sudah siap. Tentu, semua yang dijual barang baru. "Banyak kosmetik rusak," kata Sudarto, kepala Departemen Kosmetik. "Misalnya cat bibir ada lelehan minyaknya, atau terlihat bercak-bercak hitam." Dan itu karena asap yang masuk ke lantai ini. Lantai dua masih dibersihkan. Karpet lama dicopot, diganti yang baru. "Hampir semua pakaian di lantai ini rusak, bau asap, atau tersiram air," kata seorang pramuniaga di situ. "Rencananya, kami akan menjualnya dengan korting 50%, kalau sudah dibuka." Lantai tiga sampai lima masih sepi. Eskalator rusak, kaca-kacanya pecah, lapisan karet pada pegangan terbakar. Mungkin kejatuhan bara api. Tapi, sampai ke lantai enam semua beton masih utuh. Bahkan lapisan kayu pada lantai beton di lantai enam hanya hangus. Pihak Sarinah sendiri bukannya hendak mengabaikan keamanan pegawai dan konsumen, bila ingin cepat-cepat dibuka kembali. "Kalau nanti ada pengunjung kejatuhan sepotong kayu, artinya itu tak aman," kata Ibnu Sudjono, presiden komisaris Sarinah, dan Irjen Departemen Pertambangan dan Energi itu. Maka, kepada pengunjung harus diberikan rasa aman. "Misalnya, kami akan memasang jaring-jaring sekeliling bangunan," kata Ansar. "Masih dalam tahap negoisasi. Mahal, permintaan Rp 60 juta." Tapi Dinas P2K tak cuma mensyaratkan amannya gedung. Masih ditambah jalan penyelamatan bila terjadi kebakaran harus memenuhi syarat. "Minimal denah ruangan harus diubah," kata Soeharto. "Saya lihat jalan penyelamatan banyak ditutup dengan mebelair. Membingungkan orang." Sebelum kebakaran, menurut pihak Lembaga Afiliasi Penelitian dan Industri (LAPI) ITB, "Keandalan Sarinah terhadap bahaya kebakaran cuma 50%." Kadar keandalan itu diperoleh LAPI setelah meneliti Sarinah dari September 1982 sampai Maret 1983. Tapi Iskandar Danusugondo, direktur LAPI, tak tahu apakah setelah penelitian itu ada perbaikan guna menanggulangi kebakaran atau tidak. Konon, anggaran Sarinah untuk proteksi kebakaran sebesar Rp 1 milyar per tahun. Tapi tak ada yang mau menjelaskan untuk apa saja uang tersebut dalam anggaran tahun lalu, misalnya. Karena ini, agaknya, Dinas P2K berhati-hati dalam memberi izin untuk membuka Sarinah. Yang jelas, pekan ini LAPI bersama Dinas P2K akan membahas kondisi Sarinah. "Kami inginnya, sih, secara bertahap dibuka selekas mungkin," kata Ansar, dirut Sarinah. "Ini penting. Sebab, dengan uang yang masuk, kami bisa memenuhi kewajiban keuangan, termasuk menjamin nasib 900 karyawan kami." Dari lantai dasar hingga lantai empat listrik memang sudah menyala. Tapi tentang kekuatan gedung yang habis terbakar hampir 29 jam itu, tak satu orang pun yang berani memastikan. Sebab, teorinya, kata Soeharto, "Beton yang terbakar lebih dari empat jam tak bisa dipakai lagi."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo