Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

LPSK: Pemerintah Harus Tetap Selesaikan Kasus Talangsari

Menteri Wiranto tak memberi jawaban mengenai deklarasi damai perkara Talangsari.

6 Maret 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKARTA – Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mendesak pemerintah serius menangani perkara pelanggaran hak asasi manusia berat di Talangsari, Labuhan Batu, Kabupaten Lampung Timur, pada 1989. Wakil Ketua LPSK, Edwin Partogi Pasaribu, mengatakan pemerintah seharusnya memberi bantuan psikososial kepada korban dan keluarganya, baik berupa pemenuhan sandang, papan, pangan, pendidikan, maupun fasilitas kesehatan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ia juga mendesak agar pemerintah tetap mengacu pada Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. "Sejauh ini UU hanya mengenal penyelesaian pelanggaran HAM melalui pengadilan dan rekonsiliasi," kata Edwin, kemarin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Edwin mengatakan selama ini lembaganya berkonsentrasi memberikan perlindungan terhadap sebelas korban peristiwa Talangsari. Mereka pernah mengadu ke LPSK. Lalu Lembaga Perlindungan Saksi ini memberi perlindungan dalam bentuk bantuan medis dan psikologi kepada mereka. "LPSK berharap segala bentuk diskriminasi terhadap korban pelanggaran HAM berat agar dapat diakhiri," ujar dia.

Kemarin, korban tragedi Talangsari yang tergabung dalam lembaga Perwakilan Paguyuban Keluarga Korban Talangsari Lampung (PK2TL) mengadu ke LPSK. Paguyuban ini mengadukan kegiatan deklarasi damai kasus Talangsari yang diduga diprakarsai oleh Tim Terpadu Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu, yang dibentuk Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan.

Deklarasi damai itu digelar di kantor Bupati Lampung Timur, 20 Februari lalu. Dalam dokumen deklarasi tersebut, ada sembilan orang yang bertanda tangan, di antaranya Wakil Bupati Zaiful Bokhari, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Ali Johan Arif, dan Kepala Kejaksaan Negeri Lampung Timur A. Syahrir Harahap. Satu orang lagi adalah tokoh masyarakat Talangsari, yaitu Supriyasi. Ketua Tim Terpadu Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu, Brigadir Jenderal Rudy Syamsir, menjadi saksi deklarasi damai tersebut.

Ada tiga poin dalam dokumen deklarasi damai tersebut. Poinnya, yaitu masyarakat tidak akan memperpanjang kasus Talangsari; pemerintah sudah membangun infrastruktur, pemberdayaan ekonomi, serta pemenuhan hak-hak dasar korban dan keluarganya selama 30 tahun; dan pelaku, korban, serta keluarga korban tragedi Talangsari bersepakat tidak akan mengungkap kembali kasus tersebut.

Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto tak bersedia memberi konfirmasi ihwal deklarasi damai kasus Talangsari tersebut. "Nanti ya, setelah saya kembali," kata dia saat dicegat di kantor Kementerian, kemarin. Wiranto mengatakan dirinya buru-buru karena ada urusan di luar kota. Bupati Lampung Timur, Chusnunia Chalim, juga tak berhasil dimintai konfirmasi. Pesan WhatsApp dan surat elektronik yang dikirim ke nomor telepon selulernya belum dibalas.

Sebelum mengadu ke LPSK, korban Talangsari terlebih dulu melapor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dan Ombudsman RI, dua hari lalu. Komisioner Komnas HAM, M. Choirul Anam, mengatakan upaya Kementerian yang mendorong penyelesaian lewat jalan damai perkara Talangsari telah melanggar UU tentang Pengadilan HAM. "Apalagi pihak-pihak yang dominan di dalam deklarasi itu bukan pihak yang masuk dalam peristiwa Talangsari," kata dia.

Menurut Anam, lembaganya sudah menyelidiki tragedi Talangsari. Hasil penyelidikan itu sudah berulang kali diserahkan ke Kejaksaan Agung, tapi berkali-kali dikembalikan. Bulan lalu, Komisi Nasional HAM menyerahkan lagi berkas penyelidikan itu setelah diperbaiki.

Anam berpendapat, setelah lembaganya menyerahkan berkas penyelidikan, Kejaksaan Agung seharusnya menyidik perkara tersebut. "Penyidiklah yang memiliki kewenangan untuk memperdalam bukti dan kesaksian, lalu diteruskan ke penuntutan dan pengadilan. Atau penyidik menghentikan kasusnya jika dinilai tidak cukup bukti," ujar dia. REZKI ALVIONITASARI

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus