Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Para Jenderal Penyokong Sambo Dibidik

Mabes Polri menggeber pemeriksaan dan persidangan etik para perekayasa kematian Brigadir Yosua dalam sebulan. Dugaan keterlibatan tiga jenderal lain tengah dibidik.

5 September 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKARTA – Markas Besar Kepolisian RI terus mengusut dugaan keterlibatan puluhan anggotanya yang terseret dalam rekayasa kasus kematian Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat. Polri tengah mengagendakan sidang etik terhadap Brigadir Jenderal Hendra Kurniawan, Komisaris Besar Agus Nur Patria, Ajun Komisaris Besar Arif Rachman Arifin, dan Ajun Komisaris Irfan Widyanto.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Markas Besar Polri, Inspektur Jenderal Dedi Prasetyo, menyatakan mereka yang akan disidangkan itu merupakan bagian dari 35 anggota kepolisian yang diduga melanggar kode etik profesi dalam penanganan tempat kejadian perkara pembunuhan Brigadir Yosua. "Kami terus kerja secara maraton. Moga-moga diberi kesehatan sehingga sampai 30 hari ke depan kami bisa laksanakan sidang etik," kata Dedi di Jakarta, Ahad, 4 September 2022.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kamis hingga Jumat dinihari dua pekan lalu, Komisi Kode Etik Polri (KKEP) telah menggelar sidang etik terhadap Inspektur Jenderal Ferdy Sambo, mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri yang juga menjadi tersangka pembunuhan Brigadir Yosua. Sidang yang berlangsung lebih dari 16 jam tersebut berujung putusan KKEP berupa pemberhentian dengan tidak hormat alias pemecatan Ferdy Sambo.

Komisi Etik juga telah menyidangkan sejumlah bawahan Ferdy yang sebelumnya bertugas di Divisi Propam Polri, yakni Komisaris Chuck Putranto dan Komisaris Baiquni Wibowo. Seperti Ferdy, keduanya dipecat. 

Tujuh nama tersebut juga dijerat dalam dugaan tindak pidana perintangan penyidikan atau obstruction of justice. Mereka ditengarai berkomplot untuk mengambil, memindahkan, merusak, dan mentransmisikan barang bukti dekoder kamera pengawas atau closed-circuit television (CCTV) di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, setelah Yosua tewas di rumah dinas Ferdy pada 8 Juli lalu. 

Dedi menyatakan saat ini tim KKEP masih berfokus menyiapkan berkas-berkas anggota Polri yang diduga melanggar kode etik profesi. Pemeriksaan saksi-saksi tambahan tetap digelar hari ini. "Untuk penguatan dari berkas perkara yang nanti digelar pada hari-hari berikutnya. Nanti Selasa, saya informasikan lagi kepada teman-teman untuk jadwal sidangnya sampai dengan seterusnya," kata dia.

Dedi belum bisa memastikan siapa di antara empat perwira tersebut yang akan menjalani sidang etik lebih dulu. Dia meminta masyarakat bersabar, termasuk ihwal kelanjutan perkara etik yang melibatkan 28 anggota kepolisian lainnya yang kini tengah dalam penyusunan berkas.

Dugaan rekayasa kasus ini bermula pada Jumat malam, 8 Juli 2022, setelah Brigadir Yosua tewas pada sore hari yang sama. Yosua awalnya diumumkan tewas dalam adu tembak dengan sesama ajudan Ferdy Sambo, yaitu Bhayangkara Dua Richard Eliezer Pudihang Lumiu. Namun hasil penyidikan tim khusus bentukan Kepala Polri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengungkap bahwa adu tembak tersebut tak pernah terjadi. Sebaliknya, Yosua diduga kuat tewas dibunuh oleh Eliezer atas perintah Ferdy, yang ditengarai juga turut menembak pria berusia 28 tahun tersebut.

Untuk menutupi kejadian tersebut, Ferdy ditengarai memerintahkan sejumlah anak buahnya merusak barang bukti dan mengotori kegiatan olah tempat kejadian perkara, yang semestinya steril. Atas perintah Ferdy, Brigadir Jenderal Hendra Kurniawan ditengarai menyuruh sejumlah anggota Polri mengambil dan merusak dekoder CCTV di pos keamanan Kompleks Polri Duren Tiga. Tim penyidik khusus akhirnya menemukan salinan berkas rekaman CCTV tersebut ketika menggeledah kediaman Komisaris Baiquni Wibowo.  

Pemimpin sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP), Kepala Badan Intelijen Keamanan Polri Komisaris Jenderal Ahmad Dofiri (kedua kiri), keluar ruangan saat istirahat sidang etik Inspektur Jenderal Ferdy Sambo, di Gedung Transnational Crime Center (TNCC) Mabes Polri, Jakarta, 25 Agustus 2022. ANTARA/M. Risyal Hidayat

Tiga Petinggi Polri Lain Turut Dibidik

Sumber Tempo di kepolisian mengungkapkan tim penyidik kini turut menjerat semua orang yang terlibat dalam skenario pembunuhan Brigadir Yosua, termasuk tiga kepala kepolisian daerah. "Mereka berupaya menghalang-halangi penyidikan dengan meyakinkan pejabat tinggi di Polri bahwa pembunuhan Brigadir Yosua merupakan baku tembak," kata sumber tersebut. 

Dugaan keterlibatan para kepala kepolisian daerah itu mencuat dalam laporan majalah Tempo edisi 3 September 2022 bertajuk "Para Penyokong Sambo". Dua petinggi Polri mengungkapkan, 1-2 jam setelah pembunuhan Brigadir Yosua, Ferdy Sambo ditengarai sempat menelepon Kepala Polda Metro Jaya, Inspektur Jenderal Fadil Imran. Kepada Fadil, Ferdy menceritakan Yosua tewas setelah baku tembak dengan Bharada Eliezer dan ajudan lainnya.

Kepada Fadil, Ferdy juga menceritakan bahwa Yosua telah melecehkan istrinya, Putri Candrawathi—yang kini juga berstatus tersangka pembunuhan berencana. Fadil mempercayai informasi tersebut. Itulah sebabnya, ketika Ferdy datang menemuinya pada Rabu, 13 Juli lalu, Fadil memeluk dan menghiburnya. "Saya memberikan support kepada adik saya, Sambo, agar tegar menghadapi cobaan ini," ujar Fadil kala itu. Foto Fadil dan Ferdy berpelukan sempat menjadi pembicaraan publik ketika beredar luas di media sosial.

Dua sumber itu juga bercerita bahwa Fadil sempat meminta sejumlah anak buahnya meluncur ke tempat kejadian perkara di rumah dinas Kompleks Polri Duren Tiga pada malam penembakan Brigadir Yosua. Seorang di antaranya adalah Komisaris Besar Budhi Herdi Susanto, yang kala itu masih menjabat Kepala Kepolisian Resor Metro Jakarta Selatan.

Tiga hari setelah pembunuhan, Senin, 11 Juli lalu, Budhi menggelar konferensi pers yang menegaskan bahwa baku tembak terjadi akibat pelecehan seksual yang dilakukan Yosua terhadap Putri. Pengumuman itu diduga juga digelar atas perintah Fadil Imran.

Fadil pula yang disinyalir meneruskan informasi dari Ferdy Sambo kepada Kepala Polda Jawa Timur Inspektur Jenderal Nico Afinta serta Kepala Polda Sumatera Utara Inspektur Jenderal R.Z. Panca Putra Simanjuntak. Mereka lantas bertemu di kantor Polda Metro Jaya beberapa hari setelah peristiwa penembakan. Seorang penyidik menyebutkan pertemuan tersebut atas inisiatif pensiunan petinggi Polri.

Selepas pertemuan tersebut, Fadil, Nico, dan Panca diduga berbagi tugas menyebarkan informasi ke banyak orang ihwal peristiwa baku tembak dan pelecehan seksual yang dilakukan Brigadir Yosua. Nico dan Panca ditengarai bertugas melobi para pejabat utama Polri, dari Inspektur Pengawasan Umum Komisaris Jenderal Agung Budi Maryoto hingga Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Agus Andrianto. Mereka meminta para perwira tinggi tak terlalu "kencang" mengusut kematian Yosua. 

Agung Budi Maryoto dan Agus Andrianto tak merespons saat dimintai konfirmasi ihwal adanya lobi-lobi tersebut. Namun Agung tak membantah disebut telah mendengar adanya pertemuan tiga kepala kepolisian daerah untuk menyokong Ferdy Sambo. "Peristiwa itu juga turut kami dalami," ujar Agung ketika dimintai konfirmasi. Belakangan, peran Agung dan Agus memang krusial dalam tim penyidik khusus yang dibentuk oleh Kapolri untuk mengusut pembunuhan Brigadir Yosua.

Adapun Inspektur Jenderal Fadil Imran menolak menjelaskan pertemuan dan keterlibatannya membantu Ferdy dalam menyebarkan skenario baku tembak yang menewaskan Brigadir Yosua. "Kalau mau tanya itu, ke Mabes (Polri) saja," tutur Fadil. Nico Afinta dan Panca Simanjuntak juga menolak menjelaskan ihwal pertemuan mereka yang disinyalir membahas rekayasa baku tembak kematian Yosua. "Tolong kita hormati semua," ucap Panca. 

AVIT HIDAYAT | LINDA TRIANITA | ROSSENO AJI
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Avit Hidayat

Avit Hidayat

Alumnus Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas PGRI Ronggolawe, Tuban, Jawa Timur. Bergabung dengan Tempo sejak 2015 dan sehari-hari bekerja di Desk Nasional Koran Tempo. Ia banyak terlibat dalam penelitian dan peliputan yang berkaitan dengan ekonomi-politik di bidang sumber daya alam serta isu-isu kemanusiaan.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus