Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Mediasi Pemadam Kobaran Api

Kepolisian mengedepankan mediasi untuk mengakhiri konflik SARA di Desa Mareje, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat. Desa itu sebelumnya kerap dijadikan contoh sukses kelompok masyarakat berbeda agama yang hidup rukun.

12 Mei 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Polisi menggelar mediasi untuk mengakhiri konflik SARA di Desa Mareje, Lombok Barat, NTB.

  • Jeratan hukum baru dijalankan jika terjadi pelanggaran kesepakatan.

  • Desa Mareje sebelumnya kerap dijadikan contoh sukses toleransi antargolongan.

JAKARTA — Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat (NTB) memastikan insiden atau konflik SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan) yang terjadi di Desa Mareje, Lombok Barat, pada malam Idul Fitri lalu tak akan terulang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kepala Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah NTB, Komisaris Besar Artanto, mengatakan kepolisian sudah menggelar mediasi yang dihadiri tokoh agama, kepala desa, serta perwakilan dua pihak yang berseteru, yakni warga Dusun Ganjar dan Dusun Bangket Lauk. Kepolisian, kata dia, mengupayakan masalah ini selesai melalui jalur musyawarah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Musyawarah diakhiri dengan kesepakatan damai yang dibuat secara tertulis di hadapan seluruh saksi. Dalam kesepakatan damai tersebut, tersirat janji warga untuk tidak kembali bersitegang. Apabila kembali muncul permasalahan, warga sepakat menyelesaikannya melalui proses mediasi. Jika langkah tersebut tidak juga menemukan solusi atau kesepakatan, aparat bisa mengambil alih persoalannya untuk diselesaikan secara hukum. "Jadi, apabila di kemudian hari ada pihak yang melakukan tindakan yang bertentangan dengan hukum dan undang-undang, mereka siap dituntut di hadapan hukum dan dijerat undang-undang yang berlaku," kata Artanto.

Polisi melakukan patroli ke sejumlah tempat ibadah di wilayah hukum Polres Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, 4 Mei 2022. Tribratanews.ntb.polri.go.id

Konflik SARA di Desa Mareje, Lombok Barat, bermula dari pawai malam takbiran di desa tersebut. Saat iring-iringan pawai, pemuda dari Dusun Bangket Lauk meletuskan petasan di depan kandang sapi milik Rahim alias Amaq Runa, warga Buddha, di Dusun Ganjar. Amaq Runa menegur mereka dan terjadi keributan.

Kejadian itu dapat dilerai dan diselesaikan secara kekeluargaan oleh personel TNI dan Polri serta aparat desa yang mengawal pawai sehingga kemeriahan malam takbiran tersebut berlanjut. "Pada Senin, 2 Mei 2022, kedua pihak dimediasi dan saling menyatakan permohonan maaf," kata Artanto.

Pada keesokan harinya, sekitar pukul 10.00 Wita, Artanto melanjutkan, warga dari Dusun Ganjar hendak melakukan kegiatan pesta dan melintas di Dusun Bangket Lauk. Saat melintas, ada beberapa orang dari Dusun Ganjar bertemu dengan warga Dusun Bangket Lauk dan keributan terjadi kembali. "Namun keributan tersebut berhasil diredam kembali oleh pihak kepolisian yang datang untuk menenangkan warga," kata Artanto.

Situasi aman tak bertahan lama. Hari itu, muncul provokasi di media sosial sehingga menyebabkan warga kedua dusun kembali berseteru yang berujung pada pembakaran enam rumah di kantor sekretariat Lembaga Pembinaan Keagamaan Buddha (LPKB) di Dusun Ganjar.

Polri sampai menerjunkan pasukan Brimob, Dalmas, dan Sabhara guna menenangkan keadaan. Kerusuhan itu menyebabkan sebagian warga Dusun Ganjar mengungsi ke kantor Kepolisian Daerah NTB dan Kepolisian Resor Lombok Barat.

Kepala Dinas Komunikasi dan Informasi Pemerintah Kabupaten Lombok Barat, Ahad Legiarto, menuturkan pemerintah daerah akan membantu proses perbaikan rumah warga yang terimbas kerusuhan. Pemerintah juga akan menjalin komunikasi dengan warga agar kejadian itu tak terulang.
 
Bupati Lombok Barat Fauzan Khalid mengatakan Mareje merupakan contoh sukses toleransi yang sering disampaikan dalam sejumlah forum dan diskusi tingkat nasional. Dia menyebutkan Mareje sebagai miniatur Kota Madinah pada masa Nabi Muhammad yang penuh kedamaian walau terdiri atas berbagai penganut agama dan kelompok suku bangsa. Dia berharap masyarakat bisa menguatkan kembali akar kerukunan, apalagi karena pada dasarnya semua warga Mareje satu rumpun dan keluarga.

AKHYAR M. NUR (LOMBOK BARAT) | ABDUL LATIEF APRIAMAN (LOMBOK BARAT)
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus