Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
LIMA tahun setelah menjadi kabupaten di Provinsi Sulawesi Barat, Mamuju Utara kini memiliki kantor dinas bupati. Dibangun dengan dana Rp 48 miliar bersama kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan rumah dinas bupati, gedung itu diresmikan, Rabu pekan ini.
Kegiatan pemerintah hasil pemecahan Kabupaten Mamuju itu sebelumnya dilakukan di kantor sewaan. Begitu juga aktivitas para pegawai delapan dinas. ”Baru kantor Dinas Pertanian yang kini selesai dibangun,” kata Agus Ambo Jiwa, Wakil Bupati Mamuju Utara, Kamis pekan lalu.
Membangun wilayah administrasi baru—kabupaten atau provinsi—memang butuh dana berlimpah. Sebagian besar di antaranya untuk membangun ”kota baru”, yaitu ibu kota wilayah itu. Kebutuhan dana itu didrop dari pusat melalui pos Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, dan Dana Bagi Hasil.
Daerah-daerah administrasi baru itu tak menerima dana dengan jumlah sama. Menurut Mardiasmo, Direktur Perimbangan Keuangan, besar Dana Alokasi Umum tergantung luas wilayah, jumlah penduduk, dan jumlah pegawai negeri. Dana Alokasi Khusus diturunkan sesuai dengan proposal masing-masing daerah. ”Adapun Dana Bagi Hasil diberikan pada daerah yang memiliki potensi kekayaan alam,” katanya.
Mamuju Utara, yang pembentukannya disahkan pada 7 Januari 2003, pada tahun pertama menerima Rp 37 miliar Dana Alokasi Umum. Menurut Agus Ambo Jiwa, dana itu, ditambah Rp 1 miliar pendapatan asli daerah, dijadikan ”modal awal”. ”Kami bagi 60 persen untuk pembangunan infrastruktur, sisanya untuk biaya pemerintahan,” kata politisi PDI Perjuangan itu.
Pasangkayu semula adalah kota kecamatan yang disulap menjadi kota baru. Jalan diaspal, kantor-kantor pemerintah dibangun. Butuh Rp 350-500 juta untuk membangun satu kantor dinas. Pelabuhan juga dipermak. Setelah kota selesai dibangun, baru pembangunan disebarkan ke desa-desa. ”Di awal pembangunan kota baru, dana langsung habis,” kata Agus.
Di luar pembangunan fisik, biaya untuk penggajian pegawai juga cukup besar. Wilayah administrasi baru umumnya akan mengusulkan perekrutan pegawai negeri baru ke pemerintah pusat. Gaji tambahan juga diperlukan untuk para anggota Dewan Perwakilan Rakyat, yang jumlahnya tergantung jumlah penduduk.
Sebetulnya, butuh dana tak kecil pula untuk menyiapkan pembentukan wilayah baru itu. Para penggagas wilayah baru harus menyiapkan duit untuk menanggung mobilitas mereka. Umumnya mereka menempatkan perwakilan di Jakarta untuk ”mengawal” semua perkembangan. Merekalah yang berhubungan dengan Departemen Dalam Negeri dan Dewan Perwakilan Rakyat, dua lembaga yang menangani urusan pembentukan wilayah administrasi baru.
Seorang penggagas kabupaten baru, yang tak mau disebutkan namanya, mengaku harus pontang-panting menyiapkan dana untuk biaya tiket anggota Dewan. ”Mereka tidak minta, tapi kami tahu diri untuk menyiapkannya,” tuturnya.
Sang politisi lokal ini juga mengatakan harus menyediakan Rp 1 miliar lebih untuk tim Departemen Dalam Negeri. Duit itu ditanggung bersama para penggagas kabupaten baru dari berbagai wilayah yang dibahas bersamaan. ”Ada rinciannya, seperti biaya untuk sidang penyusunan undang-undang,” katanya.
Menurut R. Siti Zuhro, peneliti otonomi daerah dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, wilayah administrasi baru umumnya jorjoran mengajukan rencana anggaran. Mereka berharap menerima kucuran Dana Alokasi Khusus lebih besar. ”Akibatnya, mereka banyak melakukan lobi politik,” katanya.
DA Candraningrum, Gunanto ES, Budi S
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo