Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Melatih Kecerdasan dengan Olah Otak

Pelatihan brain gym, mind mapping, dan NLP mulai diminati anakanak sekolah. Bisa meningkatkan minat dan prestasi.

17 Desember 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DUA puluh anak berpakaian seragam itu duduk manis di bangkunya sambil mengacungkan ibu jari kiri. Tak ada suara yang terdengar, tapi tangan mereka sibuk bergerak membentuk angka delapan tidur berulangulang. Puas dengan tangan kiri, tangan yang satu pun mendapat giliran.

Murid Taman Kanakkanak Harapan Bangsa di kawasan Pondok Cabe, Tangerang, itu bukan sekadar bermainmain. Gerakan lazy eight itu—dan lima gerakan lain—seperti menirukan gerakan mendayung, punya tujuan yang lebih besar daripada melatih otot tangan, yakni bisa mengaktifkan otak mereka. Aktivitas itu bernama senam otak atau brain gym.

Kegiatan seperti itulah yang dibiasakan Melany Kusumawati, Kepala Sekolah Harapan Bangsa, kepada para muridnya secara rutin. Alasannya, ”Saya sudah merasakan manfaatnya,” katanya. Konon, gerakan yang ditemukan Paul Dennison dan istrinya, Gail, di Amerika Serikat pada 1980an ini bisa meningkatkan kemampuan belajar murid.

Gerakan yang populer adalah sakelar otak, menirukan gajah, atau gerakan silang. Dalam sakelar otak, tangan murid memijat jaringan lunak di bawah tulang selangka, sedangkan tangan lain memegang pusar. Gerakangerakan itu diyakini akan mengaktifkan bagian otak kiri dan kanan untuk meningkatkan kemampuan mendengar, melihat, dan menulis serta keterampilan tangan lainnya dan gerakan seluruh tubuh. Otak atasbawah menyatu agar kemampuan mengatur dan mengorganisasi terjamin, juga emosi lebih terkendali. Kerja sama antara otak bagian depan dan belakang akan menunjang konsentrasi dan pemahaman.

Agar bocahbocah kecil itu tak bosan, biasanya senam otak dilakukan sambil bermain. Dengar saja komentar mereka. ”Saya suka dengan senam otak. Soalnya, kita bisa bergerak ke sanakemari sambil bermain,” kata Anggi Montolalu, murid TK Dorkas, Tomohon, Sulawesi Utara, yang mendapat pelatihan di sekolahnya sejak duduk di TK A.

Seperti senam lain, brain gym ini tidak langsung terlihat hasilnya. Tapi Melany mendapat manfaat langsung yang lain. Murid yang kesulitan melakukan gerakan brain gym biasanya tertinggal pula dalam pelajaran. Murid inilah yang harus mendapat perhatian khusus dari para guru. Murid lain yang saat mulai belajar berjalan tanpa melewati fase merangkak juga mendapat pelatihan brain gym secara khusus. Pasalnya, saraf motorik halus anakanak seperti ini biasanya kurang berkembang, sehingga untuk aktivitas seperti menulis dan menggambar agak tertinggal.

Senam otak mulai diperkenalkan di Indonesia pada 2001. Perintisnya seorang sukarelawan asal Swiss, Johanna Elisabeth Demuth, yang mengajarkannya di berbagai sekolah di Tomohon. ”Tapi, sejauh ini, hanya SMP I dan TK Dorkas Tomohon yang aktif,” katanya.

Hasilnya sudah mereka rasakan. Menurut guru TK Dorkas, Frieda LegiLengkong, muridmuridnya bisa menangkap pelajaran lebih cepat setelah berlatih senam otak. ”Ini jadi salah satu cara yang efektif dalam mengasah nalar anak usia dini, khususnya di TK,” kata Frieda, yang mendapat penghargaan dari Brain Gym International atas upayanya mengembangkan senam ini.

Senam otak bukan satusatunya upaya yang bisa ditempuh anakanak sekolah untuk melatih otak. Pelatihan mind power dan Neuro Linguistic Programming (NLP), yang dulu hanya diperuntukkan bagi pekerja, kini juga mulai dilirik. Mind power adalah cara memprogram pikiran untuk meraih tujuan melalui peningkatan penampilan. Sedangkan NLP adalah cara meningkatkan motivasi dengan bahasa tertentu. Dua metode terakhir ini berkembang di Amerika sejak 1970an.

Kursus seperti ini pun mulai menjamur, dari kota metropolitan seperti Jakarta dan Surabaya hingga ke Malang, Jawa Timur. Lembaga Pendidikan dan Pengembangan Manajemen (LPPM) Jakarta termasuk yang kebanjiran permintaan orang tua untuk mengursuskan anaknya dalam program mind power. Tapi pelatihan tidak banyak dilakukan karena mereka juga kekurangan pengajar.

Biasanya pelatihan dilakukan selama empat jam pada hari Minggu. Menurut pengajar LPPM Jakarta, Sumartoyo, pelatihan mind power sengaja tidak digelar secara komersial karena basis bisnis mereka adalah pelatihan manajemen. ”Biasanya orang yang pernah berlatih di sini minta agar anak mereka juga bisa mendapat pelatihan. Dan kami tidak pernah mengiklankannya,” katanya.

Karena tak komersial, harga pelatihan juga bersahabat. Hanya Rp 100 ribu, termasuk materi pelatihan dan makan siang. Siswa diberi materi tentang mind mapping—salah satu cabang mind power selain speed reading dan super memory—yaitu bagaimana memetakan permasalahan dengan menggunakan gambar dan katakata singkat.

Misalnya, saat bicara tentang binatang, dibuat bagan yang membaginya menjadi subtopik herbivora dan karnivora. Dari tiap lingkaran subtopik, dibuat garis seperti cabang pohon untuk membuat informasi tambahan seperti sifat binatang (jinak dan buas). Dari jinak dan buas ditarik garis lagi untuk cara hidup binatang (di darat atau di air). Semakin banyak yang diketahui, semakin rinci mind map yang bisa dibuat. Agar tidak membosankan, setiap lingkaran diwarnai.

Hasilnya? Dengar saja cerita bangga Nyonya Ade Debrina tentang anaknya, Danang, setelah mengikuti pelatihan pemetaan pikiran itu. Pelajar kelas III SMP AlIhzar, Jakarta Selatan, itu, katanya, semula jago di matematika tapi lemah di biologi. Setelah dia belajar dengan mind mapping, nilai biologinya kini sembilan.

Efektivitas pemetaan pikiran ini pernah diteliti pada murid kelas VIII SMP Negeri 10 Pekanbaru oleh seorang guru, Eddy Marwan Siregar, beberapa waktu lalu. Setelah siswa mendapat pelatihan, ternyata minat dan prestasi mereka terhadap pelajaran ilmu pengetahuan sosial meningkat hingga 20 persen.

Pelatihan semacam ini tidak hanya dimanfaatkan pelajar untuk meningkatkan prestasi. Ratih Sri Ningsih, 22 tahun, harus minta bantuan seorang trainer mind power untuk bisa melewati masa krisis menjelang ujian skripsi di Jurusan Arsitektur Universitas Brawijaya, Malang. Semula dia selalu dihantui perasaan waswas dan takut tidak lulus ujian. Akibatnya, lebih dari dua bulan Ratih tak menyentuh skripsinya. ”Saya bingung ketika mau mengerjakan skripsi,” ujarnya.

Ayahnya, Mohammad Fadel, kemudian mengajak Ratih menemui Mei Hendra Dharma, yang memberinya pelatihan mind power secara privat dalam tiga kali pertemuan. Ratih diajak berdiskusi tentang masalah yang dihadapi dan kemudian mengajaknya bersantai. Caranya: mengosongkan semua pikiran dengan mendengarkan musik.

Hendra lalu meminta Ratih membayangkan bisa mengerjakan skripsi, wajah dosen pembimbing yang disukai, dan juga nama dosen penguji yang diharapkan. Terakhir, Ratih disuruh membayangkan dia lulus ujian. ”Saya menangis terharu kala membayangkan lulus ujian,” tutur Ratih.

Setelah itu, semua terjadi seperti yang diinginkan. Ratih bisa mengerjakan skripsinya dengan lancar, mendapat dosen pembimbing yang disukai, dan demikian juga dengan tim pengujinya. Menurut Ratih, ia lebih percaya diri dengan kemampuannya dan merasa kecerdasannya meningkat.

Hendra, 36 tahun, menerapkan metode yang dinamai threeing, yakni positive thinking, positive feeling, dan spiritual thinking. ”Tiga hal inilah yang bisa membantu orang untuk meraih sesuatu,” kata karyawan PT Telkom Pasuruan yang sudah melakukan banyak pelatihan di sekolahsekolah di Kota Malang ini.

Lain lagi pengalaman Resa, 17 tahun. Murid kelas III SMU 6 Jakarta ini mengikuti pelatihan NLP karena ajakan sepupunya. Dengan biaya Rp 250 ribu, ia mendapat bimbingan dari Andreas Hartono dalam kursus sehari.

”Saya diajari untuk lebih rileks, bagaimana cara mencapai citacita, dan apa yang harus dilakukan,” katanya. Hasilnya? ”Kalau dulu matematika dan fisika selalu remedial, sekarang sudah tidak lagi,” katanya.

Ramainya pelatihan ini disambut baik oleh pengamat pendidikan Arief Rahman Hakim. Menurut dia, pelatihan semacam itu bisa membuat murid menjadi lebih cerdas, kreatif, dan memiliki motivasi tinggi. Tapi ia mewantiwanti agar kecerdasan otak juga dikawal dengan mata hati. ”Apa yang baik menurut pikiran belum tentu benar menurut etika,” katanya.

Yudono Y., Ign. Widi Nugroho, Bibin B. (Malang), Lily Pontoh (Tomohon)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus