Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Membongkar Kluster Pengamanan Proyek Menara

Kejaksaan Agung mendalami "kluster pengamanan" proyek menara BTS 4G. Pelaku bisa dijerat pasal pencucian uang.

8 Juli 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Kejaksaan Agung telah memeriksa lebih dari 500 saksi dalam proyek BTS 4G.

  • Tidak tertutup kemungkinan jumlah tersangka bertambah.

  • Penyidik bersiap menggunakan pasal tindak pidana pencucian uang.

JAKARTA – Kejaksaan Agung telah memeriksa lebih dari 500 orang dalam perkara korupsi base transceiver station (BTS) 4G di Kementerian Komunikasi dan Informatika. Delapan di antaranya sudah ditetapkan sebagai tersangka. "Kami serius melakukan penyidikan kasus ini," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana, kemarin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Mereka yang telah ditetapkan sebagai tersangka adalah Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny Gerard Plate; Direktur Utama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informatika (Bakti) Kementerian Komunikasi, Anang Achmad Latif; Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia, Galumbang Menak Simanjuntak; serta Komisaris PT Solitechmedia Synergi, Irwan Hermawan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tersangka berikutnya adalah tenaga ahli Human Development Universitas Indonesia tahun 2020, Yohan Suryanto; Account Director of Integrated Account Department PT Huawei Tech Investment, Mukti Ali; orang kepercayaan Irwan, Windi Purnama; serta Muhammad Yusrizki Muliawan. Dari seluruh tersangka itu, hanya Windi dan Yusrizki yang belum menjalani persidangan.

Pengusutan tidak berhenti pada delapan tersangka itu. Dalam sepekan terakhir, penyidik berfokus mendalami kesaksian Irwan Hermawan, terutama tentang orang-orang yang diduga menerima uang "pengamanan" perkara. Uang tersebut dikelola oleh orang-orang tertentu dengan sasaran lembaga penegak hukum. Tujuannya agar dugaan kerugian negara dalam proyek senilai Rp 28,4 triliun itu tidak diusut. 

Terdakwa mantan Dirut Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) Kementerian Kominfo, Anang Achmad Latif (tengah), tiba untuk menjalani sidang lanjutan dengan agenda pembacaan eksepsi atau nota keberatan dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi proyek pengadaan menara BTS 4G, di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, 4 Juli 2023. TEMPO/Hilman Fathurrahman W.

Adapun uang "pengamanan" itu berasal dari konsorsium dan subkontraktor proyek menara BTS 4G. Anang menugasi Irwan untuk mengumpulkan uang tersebut. Kepada penyidik, Irwan tidak menyebutkan berapa banyak duit yang terkumpul untuk "kluster pengamanan" itu. 

Awalnya, Irwan mengaku membagikan uang sebesar Rp 119 miliar ke sejumlah orang pada pertengahan hingga akhir 2022. Namun, setelah Windi Purnama ditetapkan sebagai tersangka pada 23 Mei lalu, ia mengubah keterangannya. Jumlah uang yang disebar untuk "kluster pengamanan" menjadi Rp 234 miliar.

Windi adalah kawan lama Irwan di Institut Teknologi Bandung. Ia disinyalir menjadi orang kepercayaan Irwan yang bertugas sebagai juru pungut dan bayar. Irwan, antara lain, memerintahkan Windi menyerahkan uang kepada sebelas orang. Di antaranya buat Sadikin sebesar Rp 40 miliar, Edward Hutaean Rp 15 miliar, Nistra Yohan Rp 70 miliar, dan Direktur Sumber Daya Manusia PT Pertamina Erry Sugiharto Rp 10 miliar. Ada juga nama Menteri Pemuda dan Olahraga Dito Ariotedjo yang disebut menerima aliran dana Rp 27 miliar.

Dito Ariotedjo membantah tudingan bahwa ia menerima uang yang disebutkan Irwan itu. Selasa, 4 Juli lalu, ia sudah datang ke Kejaksaan Agung untuk memberikan klarifikasi. "Saya ingin mengklarifikasi perihal tuduhan menerima Rp 27 miliar," kata Dito. "Untuk materi pemeriksaan, lebih baik pihak berwenang yang menjelaskan."

Namun, pada hari yang sama, Maqdir Ismail—kuasa hukum Irwan Hermawan—mengatakan ada seseorang yang telah menyerahkan uang Rp 27 miliar ke firma hukumnya di Jalan Latuharhary Nomor 6A, Menteng, Jakarta Pusat. Maqdir tidak bersedia menyebutkan nama orang yang menyerahkan uang tersebut.  

Selasa lalu, penyidik juga menggeledah sebuah rumah di Gandul, Depok, Jawa Barat, yang disinyalir merupakan kediaman Nistra Yohan. Selanjutnya, penyidik juga telah memanggil Komisaris Utama PT Laman Tekno Digital, Naek Parulian Washington alias Edward Hutahaean. 

Direktur Sumber Daya Manusia Pertamina Erry Sugiharto. Dok. Petroenergy

Kemudian, dua hari berselang, penyidik memanggil Erry dan enam orang lainnya untuk diperiksa sebagai saksi. Enam orang itu adalah Direktur Operasi PT Aplikanusa Lintasarta, ZH; Senior Manager Bakti BTS Project PT Aplikanusa Lintasarta, PR; Senior Manager Sales PT Aplikanusa Lintasarta, ES; anggota Tim Solution PT Huawei Tech Investment, IG; Procurement Manager PT Huawei Tech Investment, SSC; serta Fulfilment Responsibility Og Integrated Account PT Huawei Tech Investment, MMP. "Mereka diperiksa untuk dugaan pencucian uang," kata Ketut.  

Erry Sugiharto membantah tudingan bahwa ia terlibat korupsi proyek BTS meski namanya telah disebut oleh Irwan. "Saya tidak pernah berhubungan dengan proyek BTS 4G, baik orang-orangnya maupun kegiatan apa pun yang terkait dengan proyek tersebut," kata dia. "Sehingga saya tidak membenarkan informasi yang beredar bahwa saya terkait dan menerima uang dari proyek tersebut."  

Ketut mengatakan penyidik sungguh-sungguh menelusuri aliran dana dalam dugaan korupsi proyek BTS 4G ini. Seluruh nama yang disebut oleh Irwan itu akan dipanggil. Pemeriksaan ini bertujuan mendapatkan kebenaran secara materiil. "Siapa pun yang disebut, silakan datang," ucapnya. "Nama-nama (kluster pengamanan) yang disebut itu sepertinya sudah kami undang."

Kemarin, penyidik memeriksa dua saksi, yakni BP selaku Direktur PT Multi Trans Data dan THSK selaku karyawan PT Multi Trans Data. PT Multi Trans Data adalah perusahaan yang menjadi pemenang tender proyek BTS. PT Multi Trans Data membentuk konsorsium bersama Fiber Home dan PT Telkominfra untuk mengerjakan paket 1 dan 2 proyek BTS 4G. 

Peneliti dari Pusat Kajian Anti-Korupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada, Zaenur Rohman, mengatakan kejaksaan bisa bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menelusuri perputaran uang dalam rasuah proyek BTS. Sebab, seluruh transaksi melalui bank pasti dapat dipantau oleh PPATK. "Meski tunai saat penyerahannya, kan PPATK masih bisa menelusuri saat proses penarikan sebelum uang tunai itu diserahkan," ucapnya. 

IMAM HAMDI | FEBRYAN

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus