Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Memburu Aktor Perusakan Masjid Ahmadiyah

Polisi menetapkan 16 tersangka perusakan masjid Ahmadiyah di Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat. Polisi memburu auktor intelektualis perusakan.

8 September 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Kepolisian Daerah Kalimantan Barat menetapkan 16 tersangka perusakan Masjid Ahmadiyah di Kabupaten Sintang.

  • Polisi buru auktor intelektualis perusakan masjid dan rumah warga.

  • Sejumlah organisasi menyesalkan aksi perusakan tersebut.

JAKARTA -- Kepolisian Daerah Kalimantan Barat menetapkan 16 tersangka perusakan masjid Ahmadiyah di Kabupaten Sintang. Kepala Polda Kalimantan Barat, Inspektur Jenderal Remigius Sigid Tri Hardjanto, mengatakan para tersangka tersebut merupakan pelaku lapangan. "Mereka yang merusak bangunan masjid," kata Sigid, kemarin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Sigid, para pelaku perusakan itu dijerat dengan Pasal 170 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pasal ini menyebutkan bahwa setiap pelaku yang melakukan kekerasan terhadap orang atau mengeroyok secara terang-terangan diancam pidana penjara paling lama 5 tahun 6 bulan. Belasan orang tersebut ditahan di Rumah Tahanan Markas Polda Kalimantan Barat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sigid mengatakan polisi saat ini masih memeriksa dua saksi peristiwa perusakan rumah ibadah milik kelompok Ahmadiyah di Sintang ini. Selain para aktor lapangan, Polda Kalimantan Barat masih memburu auktor intelektualis perusakan. Sigid menjelaskan, mereka nantinya dijerat dengan Pasal 160 KUHP. Pasal ini menyatakan bahwa siapa saja yang menghasut supaya melakukan perbuatan pidana diancam dengan hukuman paling lama 6 tahun kurungan.

Perusakan masjid milik kelompok Ahmadiyah terjadi pada Jumat pekan lalu. Sekitar 200 warga, yang mengatasnamakan Aliansi Umat Islam Sintang, membakar bangunan, merusak, dan mengobrak-abrik Masjid Miftahul Huda yang dibangun anggota jemaah Ahmadiyah.

Masjid Ahmadiyah di Sintang, Kalimantan Barat. Istimewa

Setelah kejadian tersebut, Sigid memerintahkan anggotanya untuk berjaga-jaga di sekitar rumah warga Ahmadiyah guna mengantisipasi adanya serangan susulan. Sekitar 300 polisi dikerahkan untuk mengamankan 72 orang atau 20 keluarga serta bangunan rumah ibadah. Personel kepolisian, kata dia, saat ini berfokus menjaga rumah warga Ahmadiyah untuk mengantisipasi serangan secara fisik yang dapat menimbulkan korban jiwa lebih banyak.

Sebelum aksi perusakan itu, Pemerintah Kabupaten Sintang menerbitkan surat kesepakatan untuk menghentikan aktivitas dan pengoperasian tempat ibadah anggota jemaah Ahmadiyah. Kesepakatan itu dipicu oleh protes warga yang resah atas  aktivitas kelompok Ahmadiyah.

Pada 14 Agustus lalu, pemerintah setempat menyegel Masjid Miftahul Huda. Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Sintang, Kurniawan, menyatakan pemerintah setempat memutuskan menghentikan aktivitas operasional bangunan tempat ibadah secara permanen milik Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) di Desa Balai Harapan, Kecamatan Tempunak, Sintang. "Selain berdasarkan surat Bupati Sintang, penghentian ini atas arahan Gubernur Kalimantan Barat," katanya.

Kurniawan menjelaskan, keputusan itu juga untuk menjaga keamanan, ketenteraman, serta ketertiban masyarakat di Desa Balai Harapan. Menurut dia, Pemerintah Kabupaten Sintang menjamin kebebasan kepada JAI untuk beribadah sepanjang mengakui agama Islam sesuai dengan ketentuan.

Rupanya, masyarakat tak puas atas penghentian pengoperasian masjid itu dan meminta pemerintah setempat merobohkannya. Karena keinginan itu tak kunjung direspons, ratusan warga lantas mengobrak-abrik masjid setelah ibadah salat Jumat pekan lalu.

Kementerian Dalam Negeri menyayangkan tragedi perusakan rumah ibadah anggota jemaah Ahmadiyah di Desa Balai Harapan ini. Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri, Benni Irwan, mengatakan aksi perusakan itu mengoyak nilai-nilai kerukunan umat beragama. Kementerian, dia melanjutkan, mendorong aparat hukum mengusut kejadian tersebut. “Jika ditemui tindakan melanggar hukum, tentunya diselesaikan sesuai hukum yang berlaku," ujar Benni.

Benni mengatakan Kementerian Dalam Negeri telah meminta pemerintah daerah bersama jajaran Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) lebih koordinatif dan sinergis mengambil langkah-langkah penanganan. Ia berharap persoalan ini tidak meluas dan dampaknya bisa diminimalkan. "Demikian pula  kepada organisasi keagamaan, disampaikan harapan yang sama kepada Forum Koordinasi Umat Beragama setempat agar dapat menyampaikan pesan-pesan kedamaian yang meneduhkan suasana dan menyejukkan hati," kata Benni.

Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Helmy Faishal Zaini, mengecam perusakan masjid tersebut. Ia mengatakan tindakan tersebut bertentangan dengan ajaran Islam. "Kami mengecam keras segala aksi perusakan karena bertentangan dengan nilai agama," kata Helmy.

Helmy mengatakan Indonesia merupakan negara yang berlandaskan hukum dan undang-Undang, sehingga setiap orang mesti menghormati asas hukum dan tak main hakim sendiri. Segala persoalan, kata dia, sebaiknya diselesaikan dengan musyawarah untuk mencapai mufakat. Helmy meminta semua pihak tenang dan tak terpancing oleh upaya provokasi untuk memecah-belah bangsa.

Helmy mendesak aparat keamanan segera mengusut dan menindak tegas semua pelaku perusakan masjid Ahmadiyah. "Mari kita terus menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dan bergandengan tangan menata Indonesia ke depan yang lebih baik," katanya.

Majelis Ulama Indonesia Provinsi Kalimantan Barat meminta warga muslim mengedepankan kesantunan dalam menyikapi perusakan tempat ibadah kelompok Ahmadiyah di Desa Balai Harapan. Ketua MUI Kalimantan Barat, M. Basri Har, meminta pemimpin MUI tingkat kabupaten dan kota di Kalimantan Barat mencermati perkembangan situasi setelah kejadian ini serta menenangkan warga muslim di wilayah masing-masing. "Agar tidak terpancing dan terprovokasi," katanya. Basri juga meminta semua pihak menahan diri supaya tidak memperkeruh suasana dan menyerahkan penanganan perkara perusakan tempat ibadah ini kepada aparat penegak hukum.

Basri menjelaskan, MUI sudah menyampaikan fatwa mengenai aliran Ahmadiyah, yakni bahwa aliran itu berada di luar Islam. Menurut fatwa MUI, warga muslim yang mengikuti aliran itu telah keluar dari Islam dan meminta mereka yang telanjur mengikutinya segera kembali kepada ajaran Islam yang hak. 

ANDITA RAHMA | EGI ADYATAMA | ANTARA | MAYA AYU PUSPITASARI

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Rusman Paraqbueq

Rusman Paraqbueq

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus