Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Mencari contoh di Indonesia

Lebih 150 peserta yang mewakili lebih 90 negara membahas masalah kb dalam konperensi internasional keluarga berencana tahun 80-an. mereka terkesan indonesia. (nas)

9 Mei 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HAWA sejuk hari Sabtu itu tak terasa di Balai Banjar Penatahan, Kabupaten Bangli, Bali. Di situ hadir sebagian peserta Konperensi Internasional Keluarga Berencana Tahun 80-an. Tampak kaum ibu sibuk menjahit, menganyam atau menimbang bayi. Semua kegiatan itu berlangsung santai, sambil mereka membahas soal keluarga berencana bersama para penyuluh KB setempat. Di Bali kegiatan itu disebut sistem Banjar. "Saya sungguh heran dan baru pertama kali melihat cara seperti ini," kata Y. Gwayambadde dari Uganda. Ketua Departemen Pelayanan Sosial, Universitas Makarere di Kampala itu semula menduga bahwa kegiatan KB hanya layak dilaksanakan di klinik saja. "Saya kagum melihat cara ini," katanya. "Mudah-mudahan bisa saya menerapkan di negeri saya." Selain Banjar Penatahan, juga Banjar Blumbang di kabupaten yang sama dikunjungi rombongan. Konperensi mereka berlangsung di Jakarta pekan lalu. Lebih 150 peserta yang mewakili lebih 90 negara membahas masalah KB. "Keberhasilan pelaksanaan program Ks, menjadi kunci keselamatan dunia di masa mendatang," tandas Presiden Soeharto dalam pembukaan konperensi itu di Istana Negara. "Karena itu langkah nyata yang makin terpadu harus dilaksanakan secara internasional." Pertambahan penduduk tampak merupakan keprihatinan sedunia. Dirasakan kurang bermanfaat kalau per-KB-an hanya diusahakan satu negara saja sedang yang lain tidak. Karena itu perlu ada inventarisasi tingkat perkembangan program KB sedunia. Konperensi semacam itu terakhir di Bukarest, tahun 1974. Menurut laporan UNFPA (United Nations Fund for Population Activities atau Dana Kegiatan Kependudukan PBB, tahun 1980 yang diperhatikan konperensi Jakarta itu, laju pertumbuhan sudah mereda hingga di bawah 2% setahun. Namun tahun 2000 penduduk dunia -- kini 4,5 milyar -- masih akan bertambah dengan dua milyar lagi. "Lebih sembilan puluh persen dari pertambahan ini terjadi di negara berkembang," tulis Rafael M. Salas, Direktur UNFPA. Laporan itu memproyeksikan 59% penduduk dunia tahun 2000 itu berada di Asia, 11% di Afrika, 13% di Amerika Latin dan hanya 17% di negara industri maju. Padahal sumber-daya dunia tidak terbagi menurut rasio yang sama. "Mungkin sekali jumlah kaum miskin bakal bertambah dan kesengsaraan semakin menjadi, kecuali segera diambil tindakan . " Tak mungkin ada kenaikan tingkat hidup yang berarti jika laju pertambahan GNP (Produk Bruto Nasional) sebesar 34%, misalnya, lenyap oleh laju pertambahan penduduk yang sama besarnya. Seperti dialami Mesir ketika membangun bendungan raksasa Aswan. Maka tepat sekali berkata Presiden Soeharto, "Laju pertambahan penduduk jangan sampai melampaui pertumbuhan pembangunan bangsa." Dari program KB Indonesia, memang ada penurunan fertilitas. Seperti pernah dikemukakan Menteri Kesehatan dan Ketua BKKBN Dr. Suwardjono Suryaningrat, dari posisi di dekade 60-an sebesar 41 per 1000 penduduk, tingkat kelahiran menjadi 34-36 per 1000 di dekade 70-an. Tidak seluruhnya hasil KB. Kecenderungan usia kawin meningkat akibat adanya UU Perkawinan dan perbaikan kesejahteraan ikut menurunkan tingkat kelahiran. Pelayanan dan penyediaan fasilitas KB jadi masalah utama yang dibahas konperensi itu. "Masalah KB secara internasional bukan lagi bahan perdebatan," kata Dr. Fred T. Sai dari Ghana yang mengetuai konperensi itu. "Yang diperdebatkan ialah cara melaksanakannya, cara memperoleh dana dan bagaimana sikap kita terhadap mereka yang membutuhkan keluarga berencana." Dr. Sai juga memimpin World Hunger Program (Program Kelaparan Sedunia) dari Universitas PBB. Ia mengatakan setiap program KB harus melibatkan masyarakat secara aktif. Agaknya ini ditemukan dalam program KB Indonesia. Seperti dikemukakan Ketua Steerin Committee, Dr. George F. Brown darl I he Population Council (Dewan Kependudukan), "Yang paling mengesankan ialah bahwa program KB di Indonesia memasuki kehidupan banyak orang Indonesia dan menjadi bagian dari struktur sosial." Soetjipto Wirosardjono, Wakil Kepala Biro Pusat Statistik yang juga Ketua Umum AKBI (Asosiasi Keluarga Berencana Indonesia) mengatakan jumlah uang per kapita 20 - 30 sen dollar AS yang tersedia untuk program KB di Indonesia tergolong tinggi, walaupun tidak tertinggi. Tapi menurut Soetjipto, ada negara yang bekerja dengan budget kecil tapi hasilnya menonjol. Thailand, misalnya, punya anggaran per kapita untuk program KB antara 15 dan 20 sen dollar AS, tapi negeri berpenduduk 46 juta itu berhasil menurunkan angka kelahiran dengan 16,5%. "Itu kalau mereka jujur menyatakan angkanya," ujar Soetjipto. Manfaat konperensi itu bagi Indonesia? "Terus terang tidak banyak hal baru," jawab Soetjipto sambil membalik-balik halaman keputusan konperensi yang dinamakan Jakarta Statement. Tapi ia mengaku Indonesia bisa belajar dan menilai posisinya dalam perspektif global. Seperti dikemukakan Dr. Suwardjono dalam kata perpisahannya, "Bangsa Indonesia menjadi lebih sadar dan mengerti tentang problem kependudukan dan kami, pelaksana program itu, memperoleh gagasan baru untuk menanggulanginya." Seusai konperensi itu, sebagian besar resertanya meninjau pelaksanaan program KB di beberapa daerah Indonesia. Termasuk Bali yang disebut tadi. Guillermo Lopez-Escobar dari Columbia, Amerika Selatan, dapat ide dari Lemujut, Sidoarjo (Jawa Timur). "Saya lihat di situ program KB dikaitkan dengan arisan," ujarnya kepada TEMPO "Ini akan saya bawa pulang untuk dicoba di Columbia." Angka pertumbuhan 2,34% di Indonesia, yang awal tahun ini pernah mengejutkan banyak birokrat, tak jadi bahan pergunjingan para peserta asing itu. "Keberhasilan total memang masih perlu waktu," ujar Datin Nor Laily Aziz. "Saya sudah mengunjungi banyak negara, tapi di Indonesia sistem KB-nya memang sistematis," kata Direktur Jenderal Dewan Nasional Keluarga Berencana di Malaysia itu lagi. Ia terkesan oleh suasana disiplin dalam pelaksanaan program KB di Ja-Tim melalui organisasi PKK. Shankar Shah dari Nepal, tidak begitu antusias, "Di negara kami juga digunakan sistem pendekatan masyarakat seperti ini," tuturnya. Tokoh utama Asosiasi Keluarga Berencana di Kathmandu itu konon sudah memakai segala cara, mendekati tokoh masyarakat, tokoh agama dan media masa. "Soalnya pelayanan petugas kurang baik," ujarnya. Pertumbuhan penduduk di Nepal masih bertahan 2,7% -- pertanda program KB-nya kurang berhasil.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus