Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Perundungan atau bullying di lingkungan sekolah terus berlangsung dan memakan korban.
Tidak ada resep tunggal, sekolah disarankan memformulasikan pemberantasan bullying sesuai dengan kondisi masing-masing.
SMA Muhammadiyah 4 Jakarta Timur menjadikan dua siswa di tiap kelas sebagai ujung tombak melawan perundungan.
Kabar soal perundungan tak habis-habis berseliweran di media. Pada Agustus lalu, video berdurasi 1:48 detik mempertontonkan tindak kekerasan yang dilakukan dua siswa terhadap dua siswa lain di toilet SMA di Depok, Jawa Barat. Masih pada bulan yang sama, seorang anak perempuan kelas II SD di Gresik kehilangan penglihatan setelah matanya dicolok tusuk bakso oleh kakak kelasnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Perundungan seperti tak bisa dilepaskan dari dunia pendidikan. Dari semua jenis kekerasan yang berlangsung di lingkungan sekolah dan perguruan tinggi, bullying merupakan yang paling sering terjadi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Perundungan atau bullying adalah tindak kekerasan yang dilakukan dengan sengaja oleh satu atau sekelompok orang yang lebih kuat atau berkuasa terhadap yang lemah. Tujuannya untuk menyakiti, merendahkan, dan umumnya dilakukan secara terus-menerus. Perlakuan ini dapat terjadi dalam bentuk kontak fisik, bisa pula ucapan. Bullying bisa juga berupa merusak atau menghilangkan barang, menyebarkan kabar bohong di ranah daring, hingga pelecehan seksual.
Di lingkungan sekolah, semua bisa menjadi korban dan pelaku perundungan. Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mencatat, sepanjang Januari hingga Juli 2023, ada 43 orang yang menjadi korban perundungan di sekolah di Indonesia. Persentase tertinggi, 92,5 persen, terjadi antarmurid.
Sekretaris Jenderal FSGI, Heru Purnomo, mengatakan perundungan antarsiswa tidak selalu berlangsung di sekolah. “Yang terjadi di luar sekolah juga tetap menjadi tanggung jawab satuan pendidik,” ujarnya ketika dihubungi pada Rabu, 21 September 2023.
Karena itu, Heru melanjutkan, pemantauan perlu berlangsung di semua lini. Tak ada resep tunggal untuk menangkal bullying. Sekolah diharapkan berinovasi merumuskan cara terbaik versi mereka.
Siswa Muhammadiyah 4 Jakarta melakukan deklarasi anti bullying di Muhammadiyah 4 Jakarta, 31 Juli 2023. Dok. Kesiswaan SMA Muhammadiyah 4
SMA Muhammadiyah 4 di Jalan Dewi Sartika, Jakarta Timur, misalnya, melibatkan 50 siswa sebagai duta anti-bullying. "Masing-masing kelas memiliki dua duta. Wali kelas memilih mereka berdasarkan catatan kelakuan yang baik," ujar Ardiansyah, Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan SMA Muhammadiyah 4 Jakarta.
Para murid pilihan itu mengucapkan janji pada 31 Juli lalu. Mereka berikrar untuk selalu menghormati guru, menghargai perasaan teman, menghargai pendapat orang lain, dan tidak melakukan body shaming.
Tugas pertama mereka adalah membela teman yang menjadi korban perundungan. Ardiansyah mengatakan banyak siswa korban bullying terganggu psikologisnya karena tak ada yang membela. "Jika perundungan terus berlanjut, mereka akan melapor ke saya atau wali kelasnya," ujar Ardiansyah. Setelah para duta bekerja, da melanjutkan, kasus bullying di SMA Muhammadiyah 4 berkurang.
Ide pembentukan duta anti-perundungan ini Ardiansyah olah setelah mengikuti program pencegahan perundungan berbasis sekolah. Program ini dicanangkan oleh Pusat Penguatan Karakter di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Tujuannya adalah melibatkan siswa untuk ikut memberantas perundungan.
Ardiansyah, yang mengajar di SMA Muhammadiyah 4 selama delapan tahun terakhir, menunjuk perwakilan dari tiap kelas agar pemantauan lebih maksimal. Kehadiran duta dianggap mampu memberikan jalan keluar dari satu hambatan utama pemecahan perundungan, yaitu sumber informasi. Sebab, banyak korban perundungan takut melaporkan tindak kekerasan yang mereka alami.
Ilustrasi antibulliying di sekolah. PEXELS
Aisha Radhiya Muharcipta, duta anti-bullying SMA Muhammadiyah 4 Jakarta Timur, mengatakan, sebelum ada program tersebut, dia kerap mendapati perlakuan bullying di sekolah. “Kebanyakan dilakukan secara verbal,” kata Aisha. Tindakan itu umumnya berlangsung di ranah online, seperti grup chat kelas atau angkatan.
Contohnya, Aisha melanjutkan, adalah sekelompok orang yang mengolok-olok siswa perempuan dengan sebutan "Pick Me Girl". Istilah berkonotasi negatif ini biasanya dialamatkan kepada siswi yang dianggap ingin terlihat berbeda dari murid perempuan kebanyakan.
Selama dua tahun lebih bersekolah di sana, Aisha belum pernah menemukan perundungan yang dilakukan oleh satu orang. “Kalaupun sendiri, mereka punya back up,” kata siswi kelas XII IPA ini. Ketakutan akan pengeroyokan tersebut membuat korban semakin tidak berani melapor. Aisha, yang dibekali pelatihan anti-perundungan bersama rekan-rekan dutanya, ditugaskan mengadu ke guru jika melihat ada indikasi mengolok-olok atau cyber bullying, walau pelaku merupakan teman dekatnya.
Meski perundungan tak lagi ada, sekolah tetap perlu melakukan tindakan preventif. Heru Purnomo mengatakan mereka memetakan murid yang dianggap berpeluang menjadi pelaku perundungan. Pemetaan itu menjadi tugas bersama sekolah, murid, dan orang tua. "Nanti para siswa tersebut kami ajak berdiskusi secara intensif," ujarnya.
Besarnya masalah membuat perundungan perlu ikut ditangani langsung oleh pemerintah. Misalnya, Heru melanjutkan, membentuk satuan tugas pengawas di dinas pendidikan tingkat kabupaten dan kota untuk memastikan berjalannya program anti-bullying di sekolah.
ILONA ESTERINA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo