Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mempercepat proses hukum Bupati Tulungagung nonaktif Syahri Mulyo yang pada pilkada 2018 unggul berdasarkan hasil hitung cepat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Saya sebagai Mendagri hanya mengharapkan mengimbau tanpa intervensi kepada KPK khususnya untuk mempercepat proses persidangan," kata Tjahjo di Hotel Borobudur, Jakarta pada Senin, 2 Juli 2018.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Menurut Tjahjo, status Syahri dalam perkara hukum yang sedang dihadapinya itu akan menentukan pelantikan bupati inkumben itu sebagai bupati terpilih. Pemerintah tidak akan melantik Syahri jika statusnya telah berkekuatan hukum tetap. "Mudah-mudahan pada saat pelantikan sudah klir semua lah. Kan enggak enak harus melantik di Lembaga Pemasyarakatan (LP)," kata dia.
Pada 8 Juni lalu, KPK menetapkan Bupati Tulungagung Syahri Mulyo dan Wali Kota Blitar Muhammad Samanhudi Anwar sebagai tersangka kasus dugaan suap. Suap kepada dua kepala daerah itu terkait dengan pengadaan barang dan jasa Pemerintah Kabupaten Tulungagung dan Pemerintah Kota Blitar tahun anggaran 2018. KPK menyita tiga kardus berisi uang Rp 2,5 miliar dari kasus ini.
Sementara itu, dalam pilkada 2018, Syahri unggul atas lawannya, Margiono. Hasil penghitungan suara sementara yang masuk ke Komisi Pemilihan Umum Tulungagung, pasangan Syahri Mulyo-Maryoto Bhirowo meraih perolehan 60,1 persen. Sedangkan rivalnya, pasangan Margiono-Eko Prisdianto, hanya mengumpulkan 39,9 persen suara.
Tjahjo mengatakan pemerintah tetap akan berpegang pada undang-undang dan hukum yang ada. Pemerintah tetap akan melantik Syahri Mulyo sampai statusnya berkekuatan hukum tetap. "Sepanjang belum berkekuatan hukum tetap di tingkat pengadilan atau banding, ya tetap dilantik," ucapnya. "Begitu nanti ada nanti keputusan hukum tetap, langsung kami batalkan."