Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pola hidup sehat, sanitasi lingkungan, dan perbaikan imunitas mesti digalakkan untuk mencegah penularan hepatitis akut.
Hepatitis akut sebenarnya sudah lama ada di dunia, termasuk di Indonesia.
Pencegahan penularan hepatitis akut dari saluran cerna, menurut Hanifah, bisa dilakukan dengan mencuci tangan sebelum makan dan minum.
JAKARTA – Pakar epidemiologi dan kesehatan mendorong pemerintah meningkatkan surveilans untuk menekan penularan kasus hepatitis akut. Pakar epidemiologi dari Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman, mengatakan peningkatan deteksi dini di semua aspek layanan kesehatan penting dilakukan ketika ada wabah penyakit lama maupun baru yang bermunculan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kita harus hati-hati. Jangan-jangan ini ada kaitan dengan SARS-CoV-2 sehingga pencegahan lewat deteksi dini, 5 M, dan vaksinasi harus gencar," kata Dicky saat dihubungi, Jumat, 6 Mei 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dicky melanjutkan, pola hidup sehat, sanitasi lingkungan, dan perbaikan imunitas juga mesti digalakkan. Prinsipnya, kata dia, penyakit yang menyerang fungsi hati dapat ditekan penularannya melalui pola hidup bersih. "Meski belum jelas apa penyebab hepatitis akut, kita tahu umumnya penyakit yang menyerang hepa menular lewat cairan tubuh," katanya.
Laporan kasus dengan gejala hepatitis akut pertama kali diterima Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 5 April lalu. Kasus yang bermula di Inggris itu kini telah menyebar di 20 negara, termasuk di Indonesia.
Pada 30 April lalu, Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta Pusat, melaporkan adanya tiga pasien anak usia 2-11 tahun meninggal diduga akibat hepatitis akut. Kini, pemerintah meningkatkan kewaspadaan dengan mengimbau seluruh fasilitas kesehatan agar segera melapor jika ada pasien yang memiliki gejala hepatitis.
Pakar epidemiologi dari Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman. Dok. Pribadi
Dicky menuturkan pemerintah semestinya menyiapkan skenario terburuk untuk mengantisipasi merebaknya penyakit anyar ini. Skenario terburuk itu akan memberikan masyarakat perlindungan dan pencegahan sembari menunggu data valid tentang hepatitis akut yang belum jelas penyebabnya tersebut.
“Kita bisa melakukan pencegahan yang sudah kita pahami, seperti imunisasi; menjaga kebersihan diri, makanan, dan minuman; serta sanitasi lingkungan, termasuk kebersihan orang yang menyuapi anak,” ujarnya.
Dicky mengingatkan, meski kasus yang muncul saat ini masih sedikit, bukan berarti hanya sedikit orang yang terpapar hepatitis akut. Ada kemungkinan terjadi keterbatasan deteksi dan kesadaran masyarakat. Sebab, sebagian besar masyarakat masih salah kaprah dengan menyamakan hepatitis dengan penyakit kuning. Kondisi ini akan membuat pencegahan penyebaran sulit dilakukan. "Memang hepatitis A disebut penyakit kuning. Faktanya, penyakit hepatitis baru ini tidak sama dan kita belum mengetahui sumber penyakit dan bagaimana penularannya,” kata dia.
Ahli kesehatan yang juga mantan Direktur WHO Asia Tenggara, Tjandra Yoga Aditama, mengatakan pemerintah perlu melakukan surveilans. WHO, kata dia, sudah menetapkan kasus probable hepatitis akut bergejala berat jika hasil laboratorium pasien anak usia di bawah 16 tahun tidak ditemukan hepatitis A, B, C, D, atau E.
Tjandra mengatakan kejadian luar biasa penyakit hepatitis akut bergejala berat hingga saat ini belum memiliki definisi konfirmasi secara medis karena belum diketahui secara pasti sebabnya. Sementara itu, status probable merupakan rangkaian diagnosis sebelum status terkonfirmasi pasien diberlakukan.
Menurut Tjandra, hepatitis akut sebenarnya sudah lama ada di dunia, termasuk di Indonesia, tapi dalam jumlah sedikit atau jarang terjadi. "Di Inggris, mereka sudah bisa mendeteksi kasus negatif hepatitis A-E. Tiba-tiba di Inggris yang kasusnya jarang, jadi banyak. Itulah yang memicu situasi global saat ini," katanya.
Relawan membagikan masker kepada anak-anak di Pademangan, Jakarta. TEMPO/Muhammad Hidayat
Dokter spesialis anak konsultan gastrohepatologi, Hanifah Oswari, mengungkapkan, ada beberapa virus yang diduga berada di balik penyakit hepatitis akut, yaitu adenovirus tipe 41; SARS-CoV-2—penyebab Covid-19; Cytomegalovirus atau CMV; serta Virus Epstein-Barr atau EBV.
Karena itu, Hanifah optimistis penyebaran penyakit hepatitis akut ini bisa dicegah dengan cara menutup jalan masuk virus yang melalui saluran cerna dan pernapasan tersebut. "Nah, kebanyakan virus yang diduga ini penularannya melalui saluran cerna dan saluran napas. Karena itu, pencegahan yang bisa kita lakukan menjaga jangan sampai anak-anak kita terinfeksi melalui jalan masuknya," kata Hanifah.
Pencegahan dari saluran napas, kata dia, bisa dilakukan dengan menerapkan protokol kesehatan yang selama ini digunakan untuk mencegah penularan Covid-19. Misalnya, menggunakan masker, menjaga jarak, serta tidak bersentuhan dengan orang lain.
Menurut Hanifah, pencegahan penularan hepatitis akut melalui saluran cerna bisa dilakukan dengan mencuci tangan sebelum makan dan minum, memastikan makanan dan minuman yang akan dikonsumsi matang, tidak menggunakan alat-alat bersama dengan orang-orang lain, serta menghindari kontak anak-anak kita dengan orang sakit. "Kita bisa menggunakan protokol kesehatan yang umumnya sudah kita kenal untuk pencegahan Covid-19, seperti memakai masker dan menjaga jarak," katanya.
M. SIDIK PERMANA | ARRIJAL | MAYA AYU PUSPITASARI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo