Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Mengais devisa dari arab

Pengiriman tenaga kerja ke arab saudi akan ditertibkan, a.l: membentuk satuan tugas angkatan kerja antar negara (akan) yang langsung berperan sebagai clearing house. (nas)

28 Mei 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PENERIMAAN devisa negara mulai tahun depan akan bertambah dengan paling tidak US$150 juta per tahun. Sumbernya: Hasil keringat para pekerja Indonesia di luar negeri. Tapi itu baru perkiraan. Jumlah itu baru tercapai kalau sasaran pengiriman tenaga kerja Indonesia ke Timur Tengah pada 1984 yang 100.000 bisa terlaksana. Perhitungan di atas kertas, tiap pekerja minimum bisa mengirimkan US$1.500 pada keluarganya di Indonesia tiap tahun. Perhitungan Departemen Tenaga Kerja ini sebenarnya cukup beralasan. Jumlah tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar negeri terus naik dari tahun ke tahun. Pada 1976 misalnya, tenaga Indonesia di Arab Saudi diperkirakan baru sekitar 14.000. Kini jumlahnya mencapai sekitar 34 ribu. Jumlah tenaga kerja Indonesia di luar negeri seluruhnya diperkirakan 120.000. Potensi besar ini rupanya ingin dikais Menteri Tenaga Kerja Sudomo. Pekan lalu ia mengumpulkan para pemimpin perusahaan pengiriman tenaga kerja yang tergabung dalam IMSA (Indonesian Manpower Supplier Association). Ia didampingi oleh duta besar RI di Arab Saudi, Achmad Tirtosudiro. Di situ Sudomo mengungkapkan tekadnya untuk menertibkan pengiriman tenaga kerja. "Kita tidak hanya mengirimkan tenaga kerja, tapi juga duta-duta bangsa," kata Sudomo Kamis pekan lalu kepada sekitar 80 orang, mewakili 44 perusahaan pengiriman tenaga kerja. Karena itu tenaga yang akan dikirim harus yang terbaik. "Tekanan kita tidak hanya kuantitas, tapi kualitas," ujarnya. Selama ini, menurut Sudomo, pengiriman masih belum tertib, dan terhambat birokrasi. Banyak penyalahgunaan, misalnya, ada sopir yang ternyata tak bisa mengemudi, atau penyalahgunaan visa umroh untuk mencari pekerjaan. Hingga Sudomo menyimpulkan: "Penanganan tenaga kerja Indonesia ke luar negeri tidak bisa lagi secara rutin, seperti yang selama ini dilakukan, tapi harus secara operasional." Karena itu ia pun membentuk suatu satuan tugas angkatan kerja antarnegara (AKAN), yang langsung berperan sebagai clearing house, khusus untuk menangani pengiriman tenaga kerja Indonesia ke Arab Saudi. Satuan tugas ini langsung di bawah komando Menteri Sudomo sendiri, dan para anggotanya selain pejabat dari Depnaker, juga dari Imigrasi, Pajak, Bea Cukai, Kopkamtib/Bakin, Deplu, dan Perhubungan Udara. "Hingga semuanya kini di bawah satu atap," kata Sudomo. Dengan adanya satuan tugas ini, prosedur pengeluaran izin yang sebelumnya berbulan-bulan, bisa dipotong menjadi seminggu. Tugas pelaksana harian proyek AKAN yang mulai bertugas pekan lalu, ada empat tahap. Pertama, prosedur permintaan. "Di sini ada perubahan prinsipiil," kata Sudomo. Kini kontrak permintaan tenaga kerja Indonesia antara perusahaan Indonesia dan Arab Saudi harus mendapat rekomendasi dari dubes RI di Arab Saudi. Begitu juga permintaan dari perusahaan/pribadi, harus melalui Dubes RI di sana. Tahap berikutnya, satuan tugas akan menyeleksi calon pekerja. "Kalau dulu peran Depnaker seperti kantor pos, yang hanya berfungsi menyalurkan, sekarang tidak lagi," kata Sudomo. Seleksi meliputi mental ideologis, disiplin, keterampilan/pengalaman dan kesehatan. Untuk tenaga terampil akan ada latihan di Balai Latihan Kerja. "Untuk bisa menyesuaikan diri dengan iklim di Arab Saudi, kalau perlu tenaga kerja yang dikirim ke sana kita bawa dulu ke Gunung Bromo yang iklimnya hampir sama," kata Sudomo berseloroh. Menyusul setelah itu persiapan pemberangkatan. Di sini dilakukan seleksi lagi apakah mereka bisa langsung berangkat, atau harus melalui proses persiapan pelengkap. Selain itu harus dilengkapi pula persyaratan administrasi. Selain asuransi tenaga kerja (Astek), paspor, dan pembayaran fiskal, ada ketentuan baru: tenaga kerja itu harus menandatangani perjanjian mengirimkan kembali 70% dari upahnya ke Indonesia, melalui bank. Gaji minimum orang Indonesia di Arab Saudi, menurut Dubes Achmad Tirtosudiro, kini 600 rial, atau Rp 171.000, dengan makan dan tempat tinggal sudah terjamin. Bila 70% dari penghasilan ini dikirim ke Indonesia, dengan asumsi jumlah tenaga kerja Indonesia ada 100.000, berarti paling tidak devisa yang masuk US$150 juta. Ini belum terhitung pemasukan dari harga tiket Garuda ke Arab Saudi yang US$600, serta jaminan US$200 yang harus disetor setiap tenaga kerja. Dubes Achmad optimistis sasaran 100.000 itu bisa tercapai. "Mencari pekerjaan di Arab Saudi saat ini sangat mudah. Banyak sekali proyek pembangunan yang memerlukan pekerja. Pekerja Indonesia juga dianggap baik karena umumnya bersikap sopan dan tidak rewel," kata Achmad Tirtosudiro pada TEMPO pekan lalu. Cuma sifat ini, katanya, belum cukup, dan perlu ditambah keterampilan, disiplin, dan daya tahan tubuh terhadap cuaca Arab Saudi. Jumlah tenaga kerja kita di Arab Saudi yang saat ini sekitar 34.000, jauh lebih kecil dibanding dari Pakistan yang 400.000, Filipina 200.000, dan Korea Selatan yang 180.000. Menurut Achmad Tirtosudiro, sebagian tenaga Indonesia di Arab Saudi tergolong kategori kurang baik, karena tidak mempunyai kontrak kerja, izin tinggal, KTP, dan paspornya ditolak. "Mereka sangat tergantung majikannya, dan tidak bisa keluar rumah sendiri," katanya. Kedubes RI di Jeddah sulit mengetahui jumlahnya karena tidak terdaftar. Timbulnya masalah ini karena berbelit-belitnya prosedur perizinan yang memakan waktu. Akibatnya muncul orang yang mengirim tenaga kerja tanpa mengikuti prosedur. Kini Kedubes RI sedang menyiapkan komputer untuk mendata para tenaga kerja Indonesia di sana. Sekarang yang penting, menurut Dubes Achmad, adalah bagaimana supaya perusahaan Indonesia bisa memenangkan proyek di Arab Saudi hingga kita bisa mengirim tenaga kerja ke sana. "Masalah tenaga kerja tinggal menyusul saja. Lebih-lebih sekarang sudah ada jaminan Pak Domo untuk memenuhi berapa pun permintaan," kata Dubes Achmad bersemangat. Para pengusaha yang tergabung dalam IMSA menyambut baik penertiban Sudomo. "Kami merasa lega dengan peraturan itu, karena prosedurnya kini sederhana," kata H. Abubakar Aldjufri, ketua umum IMSA.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus