Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PENERIMAAN devisa negara mulai tahun depan akan bertambah dengan
paling tidak US$150 juta per tahun. Sumbernya: Hasil keringat
para pekerja Indonesia di luar negeri.
Tapi itu baru perkiraan. Jumlah itu baru tercapai kalau sasaran
pengiriman tenaga kerja Indonesia ke Timur Tengah pada 1984
yang 100.000 bisa terlaksana. Perhitungan di atas kertas, tiap
pekerja minimum bisa mengirimkan US$1.500 pada keluarganya di
Indonesia tiap tahun.
Perhitungan Departemen Tenaga Kerja ini sebenarnya cukup
beralasan. Jumlah tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar negeri
terus naik dari tahun ke tahun. Pada 1976 misalnya, tenaga
Indonesia di Arab Saudi diperkirakan baru sekitar 14.000. Kini
jumlahnya mencapai sekitar 34 ribu. Jumlah tenaga kerja
Indonesia di luar negeri seluruhnya diperkirakan 120.000.
Potensi besar ini rupanya ingin dikais Menteri Tenaga Kerja
Sudomo. Pekan lalu ia mengumpulkan para pemimpin perusahaan
pengiriman tenaga kerja yang tergabung dalam IMSA (Indonesian
Manpower Supplier Association). Ia didampingi oleh duta besar
RI di Arab Saudi, Achmad Tirtosudiro. Di situ Sudomo
mengungkapkan tekadnya untuk menertibkan pengiriman tenaga
kerja.
"Kita tidak hanya mengirimkan tenaga kerja, tapi juga duta-duta
bangsa," kata Sudomo Kamis pekan lalu kepada sekitar 80 orang,
mewakili 44 perusahaan pengiriman tenaga kerja. Karena itu
tenaga yang akan dikirim harus yang terbaik. "Tekanan kita tidak
hanya kuantitas, tapi kualitas," ujarnya. Selama ini, menurut
Sudomo, pengiriman masih belum tertib, dan terhambat birokrasi.
Banyak penyalahgunaan, misalnya, ada sopir yang ternyata tak
bisa mengemudi, atau penyalahgunaan visa umroh untuk mencari
pekerjaan.
Hingga Sudomo menyimpulkan: "Penanganan tenaga kerja Indonesia
ke luar negeri tidak bisa lagi secara rutin, seperti yang selama
ini dilakukan, tapi harus secara operasional." Karena itu ia pun
membentuk suatu satuan tugas angkatan kerja antarnegara (AKAN),
yang langsung berperan sebagai clearing house, khusus untuk
menangani pengiriman tenaga kerja Indonesia ke Arab Saudi.
Satuan tugas ini langsung di bawah komando Menteri Sudomo
sendiri, dan para anggotanya selain pejabat dari Depnaker, juga
dari Imigrasi, Pajak, Bea Cukai, Kopkamtib/Bakin, Deplu, dan
Perhubungan Udara. "Hingga semuanya kini di bawah satu atap,"
kata Sudomo. Dengan adanya satuan tugas ini, prosedur
pengeluaran izin yang sebelumnya berbulan-bulan, bisa dipotong
menjadi seminggu.
Tugas pelaksana harian proyek AKAN yang mulai bertugas pekan
lalu, ada empat tahap. Pertama, prosedur permintaan. "Di sini
ada perubahan prinsipiil," kata Sudomo. Kini kontrak permintaan
tenaga kerja Indonesia antara perusahaan Indonesia dan Arab
Saudi harus mendapat rekomendasi dari dubes RI di Arab Saudi.
Begitu juga permintaan dari perusahaan/pribadi, harus melalui
Dubes RI di sana.
Tahap berikutnya, satuan tugas akan menyeleksi calon pekerja.
"Kalau dulu peran Depnaker seperti kantor pos, yang hanya
berfungsi menyalurkan, sekarang tidak lagi," kata Sudomo.
Seleksi meliputi mental ideologis, disiplin,
keterampilan/pengalaman dan kesehatan. Untuk tenaga terampil
akan ada latihan di Balai Latihan Kerja. "Untuk bisa
menyesuaikan diri dengan iklim di Arab Saudi, kalau perlu tenaga
kerja yang dikirim ke sana kita bawa dulu ke Gunung Bromo yang
iklimnya hampir sama," kata Sudomo berseloroh.
Menyusul setelah itu persiapan pemberangkatan. Di sini dilakukan
seleksi lagi apakah mereka bisa langsung berangkat, atau harus
melalui proses persiapan pelengkap. Selain itu harus dilengkapi
pula persyaratan administrasi. Selain asuransi tenaga kerja
(Astek), paspor, dan pembayaran fiskal, ada ketentuan baru:
tenaga kerja itu harus menandatangani perjanjian mengirimkan
kembali 70% dari upahnya ke Indonesia, melalui bank.
Gaji minimum orang Indonesia di Arab Saudi, menurut Dubes Achmad
Tirtosudiro, kini 600 rial, atau Rp 171.000, dengan makan dan
tempat tinggal sudah terjamin. Bila 70% dari penghasilan ini
dikirim ke Indonesia, dengan asumsi jumlah tenaga kerja
Indonesia ada 100.000, berarti paling tidak devisa yang masuk
US$150 juta. Ini belum terhitung pemasukan dari harga tiket
Garuda ke Arab Saudi yang US$600, serta jaminan US$200 yang
harus disetor setiap tenaga kerja.
Dubes Achmad optimistis sasaran 100.000 itu bisa tercapai.
"Mencari pekerjaan di Arab Saudi saat ini sangat mudah. Banyak
sekali proyek pembangunan yang memerlukan pekerja. Pekerja
Indonesia juga dianggap baik karena umumnya bersikap sopan dan
tidak rewel," kata Achmad Tirtosudiro pada TEMPO pekan lalu.
Cuma sifat ini, katanya, belum cukup, dan perlu ditambah
keterampilan, disiplin, dan daya tahan tubuh terhadap cuaca Arab
Saudi. Jumlah tenaga kerja kita di Arab Saudi yang saat ini
sekitar 34.000, jauh lebih kecil dibanding dari Pakistan yang
400.000, Filipina 200.000, dan Korea Selatan yang 180.000.
Menurut Achmad Tirtosudiro, sebagian tenaga Indonesia di Arab
Saudi tergolong kategori kurang baik, karena tidak mempunyai
kontrak kerja, izin tinggal, KTP, dan paspornya ditolak. "Mereka
sangat tergantung majikannya, dan tidak bisa keluar rumah
sendiri," katanya. Kedubes RI di Jeddah sulit mengetahui
jumlahnya karena tidak terdaftar.
Timbulnya masalah ini karena berbelit-belitnya prosedur
perizinan yang memakan waktu. Akibatnya muncul orang yang
mengirim tenaga kerja tanpa mengikuti prosedur. Kini Kedubes RI
sedang menyiapkan komputer untuk mendata para tenaga kerja
Indonesia di sana. Sekarang yang penting, menurut Dubes Achmad,
adalah bagaimana supaya perusahaan Indonesia bisa memenangkan
proyek di Arab Saudi hingga kita bisa mengirim tenaga kerja ke
sana. "Masalah tenaga kerja tinggal menyusul saja. Lebih-lebih
sekarang sudah ada jaminan Pak Domo untuk memenuhi berapa pun
permintaan," kata Dubes Achmad bersemangat.
Para pengusaha yang tergabung dalam IMSA menyambut baik
penertiban Sudomo. "Kami merasa lega dengan peraturan itu,
karena prosedurnya kini sederhana," kata H. Abubakar Aldjufri,
ketua umum IMSA.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo