Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Mengaku, tapi tak perlu bayar

Restoran ramayana yang dibangun pertamina di new york, dianggap melanggar hukum persahaman as. sec menuduh ibnu sutowo memberi keterangan palsu, menyesatkan pembeli saham ramayana. (nas)

10 September 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

GLAMOR dan kementerengan memulai kisah restoran "Ramayana" yang dibangun Pertamina di New York tujuh tahun yang lalu. Tapi tak bertahan lama. Restoran yang terletak di daerah mahal Manhattan itu - dan mulai bekerja dengan modal lebih, dari $ 1 juta, bukan saja rugi terus, tapi juga dianggap melanggar ketentuan hukum dalam menRumpulkan modalnya. Rupanya dalam mengumpulkan modal untuk rumah makan itu, pimpinan Pertamina waktu itu menghubungi 54 perusahaan dan pengusaha dari lima negara (sebagian besar dari AS) yang umumnya terdiri dari perusahaan minyak atau berhubungan dengan bisnis Pertamina. Direktur Utama Pertamina waktu itu, Ibnu Sutowo, menyatakan akan mengeluarkan saham -- untuk dibeli - sebesar $ 950.000 guna jadi pokok usaha "Ramayana." Kemudian ke-54 perusahaan itu dikontak lagi untuk menambah sumbangan mereka. Tambahan itu sebesar $ 150.000, dan untuk itu Ibnu mengeluarkan surat-surat saham baru. Mungkin sekali tidak semua perusahaan di antara yang 54 buah itu yang benar-benar secara bisnis "rela" buat beli saham "Ramayana." Bahkan dikabarkan September 1969 sudah ada yang menolak. Tapi Ibnu Sutowo kemudian mengirim surat, dengan nada setengah mengancam agaknya, bahwa yang tidak mau beli "saham" akan mengalami kesulitan hubungan bisnisnya di Indonesia. Sebab, menurut sepucuk surat Ibnu, rumah-makan itu "akan membantu pemerintah Indonesia dalam melaksanakan Repelita." Melanggar Jadi, tunduklah mereka. Tidak memprotes terang-terangan. Sebuah perusahaan minyak, yaitu Atlantic Richfield, malah kemudian mengatakan: "Karni membeli satu saham dalam proyek itu . . . sebagai suatu investasi yang baik, khususnya dalam rangka hubungan karni dengan pemerintah Indonesia." Soalnya, kata jurubicara Atlantic Richfield, "kami aktif dalam kegiatan lepas-pantai di sana." Tapi toh usaha "Ramayana" yang dilaksanakan oleh Indonesia Enterprise Ltd. itu (direkturnya Ibnu Sutowo) dianggap melanggar hukum AS. The Securities & Exchange Comission (SEC) badan pemerintah AS yang bertugas mengawasi persahaman, menyatakan bahwa surat Ibnu tadi menyebabkan ke-54 perusahaan membeli saham "Ramayana" untuk "kepentingan yang tak berhubungan dengan keuntungan saham restoran itu." Lagipula, penjualan saham tadi tidak didaftarkan ke Komisi Pengawas Peredaran Saham. Menurut UU Saham AS tahun 1933, pendaftaran saham harus disertai data finansiil tentang perusahaan yang menjual saham itu, serta ramalan keuntungan yang rasionil. SEC pun menuduh Ibnu Sutowo memberikan keterangan "palsu dan menyesatkan" tentang saham-saham restoran tadi. Pekan lalu, melalui advokatnya, Ibnu Sutowo menyatakan setuju kepada keputusan hakim Mahkamah Federal di Distrik New York Selatan, Hakim Robert Ward, yang menyebut bahwa bekas Dir-Ut Pertamina itu telah "menyesatkan" ke-54 perusahaan pembeli saham "Ramayana." Kabarnya itulah buat pertama kali terjadi sebuah usaha asing mengaku salah telah melanggar hukum AS. Bagi Ibnu sendiri yang kini dikabarkan dalam "tahanan rumah," pengakuan tadi tidak menyebabkan ia -- atau Pertamina - terkenai hukuman apa-apa. Sebuah sumber di Departemen Pertambangan mengatakan bahwa Ibnu ataupun Pertamina tak perlu membayar sepeser pun setelah pengakuan itu. Restoran "Ramayana" itu sendiri, menurut Dir-Ut Pertamina yang sekarang, Piet Haryono, kalau merugi terus akan ditutup. Restoran itu terkenal rugi memang, tapi siapa sebenarnya kini yang punya?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus