Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Agar Insiden KPPS dalam Pemilu 2019 Tak Terulang

Beban kerja KPPS yang mengakibatkan kelelahan masih tinggi. Sejumlah strategi disiapkan, dari pelatihan hingga layanan BPJS.

14 Februari 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Potensi kelelahan para petugas KPPS pada Pemilihan Umum 2024 tetap tinggi.

  • Petugas KPPS juga diberi tugas tambahan untuk memasukkan data hasil penghitungan ke Sirekap.

  • KPU mesti memastikan para petugas KPPS memiliki asuransi dan layanan BPJS Kesehatan.

JAKARTA – Sejumlah pegiat pemilu dan demokrasi menilai potensi kelelahan para petugas kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) pada Pemilihan Umum 2024 tetap tinggi. Sebab, beban kerja mereka dalam proses pungut dan hitung suara masih sama dengan pemilu sebelumnya. “Undang-Undang Pemilu yang digunakan sama dengan Pemilu 2019. Artinya, kurang-lebih beban kerja petugas juga akan sama,” ujar Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Nur Agustyati saat dihubungi pada Selasa, 13 Februari 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Komisi Pemilihan Umum (KPU) sejatinya memahami risiko beban kerja bagi petugas pemungutan dan penghitungan suara pada pemilu serentak. Pada Pemilu 2024, pemilihan presiden, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, DPR daerah provinsi, DPRD kabupaten/kota, dan Dewan Perwakilan Daerah dilakukan serentak pada hari yang sama. Salah satu tahapan paling berat bagi petugas KPPS adalah menghitung hasil pemungutan suara, lalu menyalin di berkas, kemudian menandatangani seluruh dokumen penghitungan tersebut yang dinilai begitu banyak.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Petugas mempersiapkan bilik suara Pemilu 2024 di Tempat Pemungutan Suara (TPS) Kota Ternate, Maluku Utara, Selasa, 13 Februari 2024. ANTARA/Andri Saputra

KPU sebenarnya telah berupaya mengurangi beban kerja petugas KPPS dengan menyediakan mesin fotokopi untuk menyalin dokumen penghitungan suara, sehingga mereka tidak perlu lagi menulis satu per satu. “Tapi mereka tetap berpotensi mengalami kelelahan karena penyalinan dan dokumen yang ditandatangani dilakukan satu per satu dan sangat banyak,” ujarnya. “Apalagi mereka sebenarnya telah bekerja sejak sebelum proses pemungutan berlangsung hingga setelahnya.”

Perludem mengingatkan KPU agar menyediakan tenaga medis untuk memantau kondisi para petugas di tempat pemungutan suara (TPS). Perludem juga menyarankan KPU membentuk crisis center untuk menangani laporan apabila ada petugas KPPS yang terkapar sakit saat melaksanakan pungut dan hitung suara. “Petugas dan fasilitas kesehatan yang bisa cepat diakses sangat diperlukan,” ucapnya.

Dihubungi secara terpisah, Sekretaris Jenderal Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Kaka Suminta juga menilai para petugas KPPS berpotensi kelelahan secara fisik maupun mental. Sebab, mereka bakal menghadapi proses penghitungan suara yang lama dan rumit, terutama pencatatan administrasi. “Mereka nanti mesti menyalin seluruh data jumlah surat suara, baik yang tersisa, digunakan, tidak sah, dan lainnya ke formulir berkas administrasi,” ujarnya.

Petugas KPPS mesti cermat menghitung dan menyalin berkas dari data yang ada. Sebab, bilamana ada kesalahan penulisan angka maupun proses penghitungan, hal itu berpotensi dipertanyakan oleh pengawas dan saksi yang hadir di TPS. “Kalau ada yang protes dan terjadi penghitungan ulang, itu menjadi beban tersendiri bagi petugas KPPS, baik beban fisik maupun psikologis,” ujarnya. “Makanya banyak yang kelelahan hingga meninggal karena memang prosesnya jelimet.”

Tugas Tambahan KPPS ke Sirekap 

Petugas KPPS juga diberi tugas tambahan untuk memasukkan data hasil penghitungan ke Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap). Menurut Kaka, para petugas KPPS bakal merasakan dampaknya jika aplikasi untuk meng-input data itu bermasalah, misalnya error system pada server. “Mereka mesti mendapatkan perhatian lebih. Situasi politik saat mereka bekerja berpotensi mendapat tekanan,” kata Kaka.

Beban kerja petugas KPPS menjadi perhatian sejumlah kalangan lantaran pada Pemilu 2019 banyak anggota KPPS yang meninggal karena kelelahan. Sebanyak 894 anggota KPPS meninggal dan 5.100-an lainnya sakit pada pemilu saat itu. Berdasarkan kajian Universitas Gadjah Mada (UGM), penyebab banyak anggota KPPS yang terkapar sakit hingga meninggal pada pemilu sebelumnya adalah beban kerja mereka dianggap terlalu berat.

Warga mendatangi kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) untuk mengambil formulir C pemberitahuan atau undangan untuk pencoblosan, di Kelurahan Malabutor Kota Sorong, Papua Barat Daya, 13 Februari 2024. ANTARA/Olha Mulalinda

Hasil kajian UGM menunjukkan median kerja petugas TPS itu berkisar 20-22 jam pada hari-H pelaksanaan pemilu, 7,5-11 jam untuk mempersiapkan TPS, dan 8-48 jam untuk mempersiapkan serta mendistribusikan undangan. Berdasarkan hasil kajian itu juga ditemukan bahwa petugas KPPS yang sakit dan sehat sama-sama terlibat secara penuh dalam penyelenggaraan pemilu, tapi mereka yang sakit merasa dituntut bekerja lebih tinggi.

Hal tersebut, menurut kajian itu, dapat terlihat dari data bahwa sebanyak 89,2 persen dari 74 petugas yang sakit merasa memiliki tuntutan kerja yang tinggi, sedangkan hanya 74,2 persen dari 138 petugas di TPS yang sehat yang merasa demikian. Kondisi tersebut mengakibatkan petugas yang sakit memiliki tingkat kelelahan yang lebih tinggi dibanding petugas yang sehat.

Dosen Kepemiluan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Titi Anggraini, mengatakan bahwa perlu adanya evaluasi model pelaksanaan pemilu serentak untuk merasionalisasi beban kerja petugas penyelenggara pemilu. Sejumlah lembaga pegiat pemilu telah lama mengusulkan agar pemilu serentak dibagi dalam dua kali pelaksanaan. Pertama, pemilu serentak nasional untuk memilih presiden dan wakil presiden, anggota DPR, serta anggota DPD. Kedua, pemilu serentak lokal untuk memilih kepala daerah dan wakil kepala daerah serta anggota DPRD provinsi dan kabupaten/kota. “Desain keserentakan seperti itu lebih cocok untuk Indonesia dengan jeda dua tahun dengan mempertimbangkan waktu seleksi penyelenggara pemilu,” ujarnya.

Upaya penyelenggara pemilu untuk menata beban kerja dan daya tahan personel KPPS sebenarnya telah dilakukan pada Pemilu 2024 ini. Salah satunya memberlakukan ambang batas usia petugas KPPS maksimal 55 tahun serta adanya tes kesehatan. KPU juga memberikan pelatihan bagi seluruh anggota KPPS agar mempunyai pengetahuan yang sama dan merata di antara para petugas.

Titi menyebutkan, pada Pemilu 2019, hanya ada dua anggota KPPS yang mengikuti pelatihan atau bimbingan teknis. “Pelatihan ini penting untuk mencegah kesalahan yang berpotensi menyebabkan penghitungan ulang.”

Menurut dia, terobosan tersebut sebenarnya juga tidak cukup untuk memastikan para petugas KPPS terhindar dari kelelahan yang berisiko terhadap nyawa mereka. Jajaran KPU juga perlu memonitor kerja petugas KPPS di lapangan, baik sebelum, pada saat, maupun setelah pemungutan dan penghitungan suara. “KPU bisa mencegah sejak awal jika ada masalah atau gangguan kesehatan yang dialami petugas di lapangan,” ujarnya.

Hal yang juga tidak kalah penting, menurut Titi, KPU mesti memastikan para petugas KPPS telah memiliki asuransi dan layanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Bagi petugas yang memiliki BPJS, KPU harus memastikan layanan kesehatan tersebut tidak bermasalah saat akan digunakan petugas KPPS. “Bagi mereka yang belum punya, KPU wajib mengupayakan agar mereka bisa bekerja dengan perlindungan jaminan kesehatan,” ujarnya.

IMAM HAMDI

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus