Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pembahasan isu masyarakat adat krusial digaungkan dalam kontestasi Pemilu 2024 karena menjadi mandat konstitusi.
Kebutuhan akan rekognisi masyarakat hukum adat dan wilayah adat ini harus dilakukan segera.
Para pegiat skeptisisme akan pengesahan RUU Masyarakat Adat bisa rampung segera.
JAKARTA – Isu masyarakat adat dan wilayah adat dinilai cenderung tak tersentuh uraian pembahasannya, meski tercantum dalam visi serta misi para calon presiden-calon wakil presiden. Ketua Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) Kasmita Widodo mengatakan pembahasan isu masyarakat adat merupakan hal krusial untuk digaungkan dalam kontestasi Pemilu 2024 karena menjadi mandat konstitusi. “Pengakuan masyarakat hukum adat (MHA) dan wilayah adat urgen untuk dibawa dalam penyelenggaraan pemilihan presiden saat ini,” kata Kasmita saat dihubungi pada Selasa, 19 Desember lalu.
Kegentingan pengakuan MHA dan wilayah adat, kata Kasmita, harus diatensi karena pada praktiknya rekognisi terhadap isu ini minim direalisasi, baik di tingkat operasional daerah maupun di lintas sektor. Menurut dia, tidak adanya rekognisi atau pengakuan terhadap masyarakat hukum adat dan wilayah adat berpotensi menghilangkan ruang hidup masyarakat adat yang melakukan aktivitasnya di kawasan hutan. “Jika para kandidat abai, bukan tidak mungkin potensi konflik agraria akan terus berkembang,” ujarnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kebutuhan akan rekognisi MHA dan wilayah adat ini harus dilakukan segera. Sebab, kebijakan yang ada saat ini hanya memprioritaskan kemudahan investasi dan pembangunan ekonomi. Kasmita mencontohkan, pembentukan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 2 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja. Menurut dia, dengan prioritas kemudahan investasi tentunya berbanding lurus dengan masifnya kebutuhan lahan. Dengan begitu, menurut catatan BRWA, area terbaik untuk menjalankan program tersebut ada di kawasan wilayah adat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dengan potensi dan kekhawatiran tersebut, Kasmita berharap siapa pun yang terpilih sebagai presiden 2024 menepati janjinya menjalankan mandat konstitusi, yaitu mengakui dan melindungi masyarakat hukum adat, hak ulayat, serta wilayah adat. “Pengesahan RUU Masyarakat Adat akan mempermudah rekognisi yang menjaga ruang hidup masyarakat dari ancaman perizinan korporasi,” kata Kasmita.
Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Adat sejatinya sudah dibahas DPR periode 2014-2019. Badan Legislasi DPR sejak rapat pleno pada September 2020 juga setuju untuk menjadikan RUU ini sebagai usulan inisiatif DPR. Namun pembahasan RUU tersebut terkatung-katung lantaran tidak kunjung disahkan dalam rapat paripurna.
Kasmita menengarai mandeknya pembahasan RUU ini di Senayan tidak terlepas dari adanya pemahaman sesat bahwa pengesahan bakal mengganggu jalannya investasi dan ekonomi. Padahal, menurut dia, lembaga keuangan internasional sudah memberikan pemahaman pentingnya tindakan pengamanan atau safeguard untuk melindungi masyarakat adat dan tetap menjalankan investasinya. Merujuk pada penjelasan Organisasi Perdagangan Dunia atau World Trade Organization (WTO), safeguard measure atau tindakan pengamanan merupakan tindakan "darurat" karena adanya peningkatan impor produk tertentu yang dapat menyebabkan kerugian serius pada industri dalam negeri.
Capres nomor urut 3 Ganjar Pranowo (kiri), Capres nomor urut 2 Prabowo Subianto, dan Capres nomor urut 1 Anies Baswedan setelah debat perdana di KPU RI, Jakarta, 12 Desember 2023. TEMPO/Febri Angga Palguna
Klaim dari Kubu Para Kandidat
Menanggapi hal tersebut, juru bicara Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Pranowo-Mahfud Md., Tama Satrya Langkun, mengklaim kubu Ganjar-Mahfud sangat memperhatikan isu masyarakat adat. Menurut Tama, visi-misi yang menjadi program kubu Ganjar-Mahfud akan direalisasi secara keseluruhan dan bertahap jika terpilih dalam pilpres 2024. “Salah satunya RUU Masyarakat Adat. Percepatan RUU di DPR kami akan dorong dengan kerja sama politik antarfraksi,” kata Tama.
Kubu Ganjar-Mahfud, dia melanjutkan, juga bakal melakukan dialog partisipatif sebelum mempercepat pengesahan RUU Masyarakat Adat di DPR. Tujuannya untuk mengharmonisasi program-program yang telah dijalankan pemerintahan sebelumnya. Tama mencontohkan proyek pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara. “Kami menjamin investasi yang ada tidak mengerdilkan masyarakat adat di sana,” ujar Tama.
Saat debat calon presiden pada 12 Desember lalu, kubu Ganjar-Mahfud memang tidak sempat memaparkan isu masyarakat adat. Alasannya, waktu yang diberikan singkat. “Tidak mungkin visi-misi dipaparkan keseluruhan,” ujarnya.
Tama menjelaskan, kubu Ganjar-Mahfud dalam visi-misinya menyatakan bakal memperjuangkan pengakuan MHA dan hak atas ulayat. Pengakuan tersebut termasuk kawasan hutan, tanah, dan sumber daya lainnya di wilayah adat sebagai kesatuan ekosistem untuk menyejahterakan masyarakat.
Dalam kesempatan terpisah, juru bicara kubu Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Amin), Surya Tjandra, mengatakan kemenangan duet Amin dalam pilpres 2024 langsung diiringi dengan realisasi program kerja dan visi-misi mereka. Salah satunya adalah mempercepat pemberian pengakuan MHA, hak ulayat, dan wilayah bagi masyarakat adat. “Kami akan menggunakan kekuatan partai di koalisi dan dukungan pemerintah untuk mengesahkan RUU Masyarakat Adat di DPR,” kata Surya.
Mantan Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) ini mengatakan kubu Amin akan membentuk badan khusus. Tujuannya mempercepat pengesahan RUU Masyarakat Adat yang pembahasannya disebut mandek di DPR. “Apalagi ini usulan Partai NasDem sebagai pengusung. Maka, kami akan memberikan yang terbaik bagi rakyat,” ujar Surya. Badan khusus ini akan memfasilitasi masukan berbagai elemen sehubungan dengan substansi RUU Masyarakat Adat.
Dalam visi-misinya, kubu Amin menyatakan bakal memperjuangkan percepatan hak atas tanah dan memperkuat pengakuan hak ulayat masyarakat adat atas wilayah serta hutan dan seluruh sumber daya alam di dalamnya. Caranya, melalui penyederhanaan administrasi dan peningkatan fasilitas pendampingan. Menurut dia, dalam RUU juga akan dibahas mekanisme untuk memberikan MHA yang tidak lagi diatur melalui peraturan daerah. “Tujuannya adalah untuk melindungi. Jadi kenapa harus dipersulit dengan proses panjang,” ujarnya.
Adapun Direktur Juru Bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Viva Yoga Mauladi, menampik tudingan bahwa kubu pasangan nomor urut 2 ini dinilai abai terhadap isu masyarakat adat. Menurut Viva, sebagai mandat konstitusi, upaya untuk melindungi dan mengakui masyarakat adat tentu menjadi salah satu program prioritas kubu Prabowo-Gibran. “Semua dijelaskan dalam 17 program prioritas kami, misalnya pelestarian budaya dan menjamin pelestarian lingkungan hidup,” kata Viva.
Saat nanti terpilih sebagai pemenang pilpres, Viva mengatakan, dengan komposisi partai politik di Koalisi Indonesia Maju (KIM), duet Prabowo-Gibran bakal melobi sejumlah fraksi untuk mempercepat pengesahan RUU yang mandek di DPR. “Jadi tidak hanya berfokus pada RUU Masyarakat Adat saja, tapi juga yang lain,” ujar Viva.
Peta Wilayah Adat
Dianggap Program Basa-basi
Ketua Badan Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Julius Ibrani menilai pencatutan isu masyarakat adat di visi-misi para kandidat calon presiden dan calon wakil presiden tidak lebih dari sekadar lip service atau janji di bibir belaka. Menurut Julius, rekam jejak para kandidat tidak memberikan jaminan bahwa program percepatan RUU Masyarakat Adat ini segera disahkan. Dia menyebutkan kubu Ganjar-Mahfud yang didukung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). "Kalau memang mau mengesahkan, kenapa tidak saat ini. PDIP kan partai pemenang, punya power kuat di Senayan,” ujar Julius.
Di kubu Prabowo-Gibran, dia melanjutkan, skeptisisme akan pengesahan RUU Masyarakat Adat cenderung lebih tinggi. Julius mengatakan Prabowo sebagai pengusaha yang memiliki konsesi kawasan hutan di Kalimantan sulit dan pelik jika merelakan usahanya terganggu dengan pengesahan RUU ini. “Apalagi Prabowo-Gibran ini berkukuh ingin melanjutkan proyek IKN yang bisa menghancurkan ruang hidup masyarakat adat di sana,” ujarnya. “Sehingga ini sekadar program basa-basi.”
Adapun Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur mengapresiasi tujuan para kandidat yang hendak memperjuangkan pengakuan MHA, hak ulayat, dan wilayah adat. Namun, kata dia, percepatan pengesahan RUU Masyarakat Adat saja tidak cukup dilakukan agar semua dapat berjalan baik. “Penghapusan kebijakan kemudahan investasi juga perlu dihapus karena inilah faktor utama dan alasan negara ingin merampas ruang hidup masyarakat adat,” ujarnya.
ANDI ADAM FATURAHMAN
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo