Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Syarat Mendesak Menunda RUU Sisdiknas

Pemerintah diminta menunda pembahasan Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas). Masih minim partisipasi publik.

5 Agustus 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Sejumlah kalangan pendidikan meminta Kementerian Pendidikan menunda pembahasan Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas).

  • Pemerintah perlu menyusun road map atau peta jalan pendidikan.

  • RUU Sisdiknas akan mengintegrasikan tiga undang-undang pendidikan lainnya.

JAKARTA – Sejumlah kalangan pendidikan meminta Kementerian Pendidikan menunda pembahasan Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas). Mereka menilai rancangan yang digadang-gadang menjadi mini omnibus law sektor pendidikan ini masih sarat akan masalah. Mereka pun mengeluhkan kurangnya keterlibatan partisipasi publik dalam pembahasan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dewan Pengarah Aliansi Penyelenggara Pendidikan Indonesia (APPI), Doni Koesoema, mengatakan pemerintah perlu membuat road map atau peta jalan pendidikan sebelum menyusun RUU Sisdiknas. Sebab, peta jalan ini bisa membantu menentukan substansi RUU Sisdiknas. Pemerintah juga semestinya mengevaluasi satu per satu pasal dalam Undang-Undang Sisdiknas sebelumnya yang tertuang dalam UU Nomor 20 Tahun 2003. “Sangat prematur. Kalau RUU ini dipaksakan, berdampak buruk bagi pendidikan,” ujar Doni kepada Tempo, Kamis, 4 Agustus 2022.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RUU Sisdiknas menjadi sorotan setelah munculnya draf RUU pada Januari lalu. Pegiat pendidikan menilai draf RUU tersebut terbit tanpa menunjukkan naskah akademik yang jelas. Sebab, naskah tersebut tidak disertai nama tim penyusun, seperti naskah akademik UU Sisdiknas sebelumnya. Para pemerhati pendidikan juga menyayangkan sikap Kementerian yang terkesan menutup-nutupi draf RUU dan kurang melibatkan partisipasi publik.

RUU Sisdiknas akan mengintegrasikan UU Sisdiknas, UU Guru dan Dosen, serta UU Pendidikan Tinggi. Draf telah direvisi tiga kali sejak diterbitkan pada Januari lalu. Draf RUU terakhir yang terbit pada Mei terdiri atas 16 bab dan 129 pasal. Pemerintah mengagendakan RUU Sisdiknas masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2022.

Siswa sekolah dasar mengikuti kegiatan belajar di Cipayung, Jakarta, 2 Agustus 2022. TEMPO/Subekti.

Doni menyarankan pemerintah membentuk panitia kerja (panja) nasional untuk menyusun RUU Sisdiknas. Menurut dia, pembuatan UU Sisdiknas sebelumnya memiliki panja yang terdiri atas berbagai elemen, seperti penyelenggara pendidikan dan organisasi masyarakat sipil. Panja RUU Sisdiknas juga diharapkan menggelar diskusi bersama di kampus untuk membahas konsep pendidikan masa depan dan kebijakan lainnya. “Sekarang tidak ada diskursus, kurang juga diskusi di kampus,” kata Doni.

Menurut Doni, Kementerian juga perlu bersikap transparan terhadap draf RUU Sisdiknas. Sebab, draf RUU yang beredar secara "ilegal" pun dinilai masih problematik. Terobosan paradigma pendidikan, kata dia, juga belum dimuat dalam RUU Sisdiknas. “Pendidikan bukan rahasia negara, tapi hak publik,” kata dia.

Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Kementerian Pendidikan, Anindito Aditomo, berjanji akan membuka draf RUU Sisdiknas kepada publik setelah disepakati pemerintah. Ia mengatakan saat ini draf RUU masih dalam tahap perencanaan. Rencananya, draf akan diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada tahun ini. “Kami akan membukanya untuk publik sehingga semua pihak bisa mencermati dan memberi masukan,” kata Anindito, Kamis, 4 Agustus 2022.

Direktur Utusan Khusus Pendidikan Vox Populi Institute Indonesia, Indra Charismiadji,  mengusulkan pemerintah membentuk panja nasional untuk menyusun peta jalan pendidikan. Menurut dia, RUU Sisdiknas menjadi tidak berarti jika pemerintah membuat aturan tanpa menentukan arah masa depan pendidikan.

Dia mencontohkan negara tetangga yang sudah memiliki peta jalan pendidikan nasional, seperti Malaysia, Singapura, dan Cina. Dari situs pemerintah Malaysia, negeri jiran ini memiliki peta jalan pendidikan bernama Malaysia Education Blueprint 2013-2025. Dokumen ini terdiri atas latar belakang pembuatan blueprint, evaluasi dan target pendidikan, visi dan aspirasi penyelenggara pendidikan ataupun siswa, dan kurikulum pendidikan.

Indra mengatakan pemerintah buru-buru menyusun draf RUU Sisdiknas lantaran peluang pembahasan pada 2023 semakin kecil. Sebab, pada 2023 akan sibuk oleh pemilihan umum. “Baru sadar kalau tahun depan tidak mungkin dikerjakan, jadi memang dikejar,” kata dia, kemarin.

Senada dengan Doni dan Indra, Koordinator Nasional Perhimpunan dan Pendidikan Guru (P2G), Satriwan Salim, mengatakan pembahasan RUU Sisdiknas semestinya ditunda. Sebab, RUU ini akan mengintegrasikan tiga undang-undang pendidikan lainnya. Belum lagi, kata dia, jika disebut sebagai omnibus law, RUU Sisdiknas hendaknya turut mengintegrasikan UU pendidikan lainnya, seperti UU Pesantren dan UU Pendidikan Dokter.

Merujuk pada draf RUU Sisdiknas yang diterbitkan Mei, Indra menyoroti nihilnya aturan tentang Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) yang termuat dalam UU Guru dan Dosen Pasal 23. Menurut dia, LPTK memiliki peranan penting untuk mencetak tenaga pendidik Indonesia yang berkualitas. Dia menjelaskan, otokritik terhadap guru saat ini adalah rendahnya kompetensi guru. Daripada menghilangkan LPTK, pemerintah semestinya merevitalisasi LPTK sehingga menjadi wadah pendidikan guru yang berkualitas.

Minimnya keterlibatan publik, menurut Satriwan, juga membuat asosiasi geram terhadap sikap Kementerian. “Berkaca dari RUU sebelumnya, seperti Cipta Kerja dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, itu minim partisipasi publik,” kata dia, kemarin. Satriwan menjelaskan, ia dan pengurus asosiasi lainnya pernah meminta draf kepada Dewan Perwakilan Rakyat Komisi X—mitra Kementerian Pendidikan—namun masih banyak yang belum memilikinya hingga saat ini.

Wakil Ketua  Komisi X DPR, Abdul Fikri, mengatakan pemerintah belum mau menampilkan draf RUU kepada anggota Komisi. Menurut dia, pemerintah berdalih RUU Sisdiknas masih diproses di lingkup internal pemerintah. Menurut dia, jika berencana memasukkan RUU dalam Prolegnas, pemerintah sebaiknya segera menyerahkan draf ke DPR. “Kalau 2023 sudah mau masuk tahun politik, susah jadinya,” kata Abdul, kemarin.

Abdul mengarahkan pemerintah untuk merujuk pada UU Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dan UU Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dalam menyusun RUU Sisdiknas. Ia mengatakan aspek partisipasi publik termuat dalam aturan tersebut dan sangat dibutuhkan.

IMA DINI SHAFIRA

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus