Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pembahasan revisi UU ITE sudah mencapai 90 persen.
Masyarakat sipil terus mengkritik pembahasan revisi UU ITE yang tertutup.
Pemerintah dan Komisi I DPR belum sependapat mengenai pengaturan dan implementasi platform digital.
JAKARTA – Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat masih terus membahas revisi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Saat ini mereka masih menyisakan pembahasan sejumlah pasal, khususnya penambahan aturan baru mengenai pengaturan platform digital.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Anggota Komisi I DPR, Dave Akbarshah Fikarno, mengatakan pasal-pasal yang masih dibahas di antaranya mengenai pengaturan media sosial, seperti YouTube dan TikTok. Komisi I berharap platform digital ini mempunyai saringan terhadap konten yang berisi kabar bohong atau hoaks.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Karena sekarang marak penipuan. Kalau tidak ada aturan itu, akan kejadian terus,” kata Dave, Senin, 11 September 2023. Politikus Partai Golkar ini mengatakan penyebaran kabar bohong sudah terbukti memicu kekacauan.
Baca juga:
Menurut Dave, substansi dari revisi UU ITE ini sesungguhnya merujuk pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang disahkan DPR pada Desember tahun lalu. Dalam KUHP sudah diatur secara rinci mengenai pencemaran nama, yang juga ada dalam UU ITE. Pencemaran nama ini diatur dalam beberapa pasal di UU ITE, seperti Pasal 27, 28, dan 29. Selama ini pasal-pasal tersebut dianggap multitafsir atau pasal karet. Dave mengatakan pasal-pasal ini akan disesuaikan dengan ketentuan dalam KUHP.
Anggota Komisi I, Bobby Adhityo Rizaldi. Dok. DPR
Anggota Komisi I lainnya, Bobby Adhityo Rizaldi, mengatakan pembahasan revisi UU ITE hampir rampung. Komisi I dan pemerintah sudah menuntaskan pembahasan substansi dari revisi undang-undang tersebut.
“Pembahasan sudah hampir akhir, (tersisa) teknis legal drafting, sinkronisasi, dan harmonisasi saja,” kata Bobby. Politikus Partai Golkar ini juga menjamin tidak akan ada lagi pasal multitafsir dalam UU ITE.
Pembahasan revisi UU ITE antara Komisi I DPR dan pemerintah ini menuai kritik koalisi masyarakat sipil. Mereka menyoal pembahasan yang berlangsung tertutup sehingga masyarakat sulit mengakses perkembangan pasal-pasal yang dibahas dan diusulkan berubah.
“Kami mengkritik proses pembahasannya yang tertutup,” kata Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Erasmus Napitupulu, kemarin.
Ia menyebutkan ICJR sudah mendapat daftar inventarisasi masalah (DIM) revisi UU ITE itu, Juli lalu. Dalam DIM tersebut, Komisi I dan pemerintah masih mempertahankan sejumlah pasal bermasalah, di antaranya Pasal 27 ayat 1. Pasal ini mengatur pendistribusian dokumen elektronik yang mengandung kesusilaan.
Berdasarkan DIM tersebut, ICJR dan koalisi masyarakat sipil mendorong DPR menghapus pasal-pasal dalam UU ITE yang sudah tercantum di KUHP. “Agar tidak terjadi duplikasi pasal sebelum KUHP berlaku pada 2026,” kata dia.
Di samping itu, kata Erasmus, ICJR mendorong agar UU ITE dapat melindungi korban kekerasan seksual agar tidak dipidana. Selain itu, menurut dia, pengaturan kekerasan seksual dalam UU ITE semestinya merujuk pada UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Misalnya, “Pelaku kekerasan seksual secara online bisa dipidana,” ujarnya.
Sekelompok mahasiswa dan Kontras di depan Polda Metro Jaya, Kebayoran Baru, Jakarta, Maret 2022. TEMPO/Febri Angga Palguna
Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Asep Nana Mulyana, mengatakan saat ini revisi UU ITE sudah sampai pada pembahasan platform digital. Ia menyebutkan urusan platform digital dalam UU ITE akan diatur lebih rinci lewat peraturan pemerintah.
Asep menjelaskan, pemerintah dan Komisi I DPR belum sependapat mengenai pengaturan dan implementasi platform digital tersebut. Namun, secara prinsip, pemerintah sudah merumuskannya. “Tinggal bentuk normanya,” kata Asep. Ia mengklaim pembahasan revisi UU ITE sudah mencapai 90 persen.
Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej mengatakan pemerintah akan mendorong agar pembahasan revisi UU ITE pada sisa masa sidang DPR periode ini dilakukan secara terbuka. Masa persidangan DPR akan berakhir pada pertengahan Oktober mendatang. “Masih ada 40 hari ke depan dan saya akan minta pembahasan selanjutnya dilakukan secara terbuka,” kata Omar.
JIHAN RISTIYANTI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo