Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Sejumlah orang tua mulai sadar pentingnya pendidikan seksualitas untuk anak usia dini.
Sejumlah lembaga psikologi dan pendidikan mulai membuka kelas edukasi seksualitas untuk anak.
Pemerintah diharapkan ikut mengkampanyekan edukasi tersebut, salah satunya dengan memasukkannya ke dalam kurikulum sekolah.
Lita, 28 tahun, sedang mencari tempat untuk mendidik anaknya yang baru berusia 5 tahun agar paham tentang seksualitas. Maraknya kejadian tentang pencabulan terhadap anak membuat dirinya waswas. "Semoga, dengan pendidikan ini, anak saya paham tubuhnya enggak boleh sembarangan disentuh orang," kata ibu rumah tangga itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kasus-kasus pencabulan terhadap anak memang terus terjadi. Baru-baru ini, sebuah video tentang dugaan pelecehan seksual pada anak viral di media sosial. Peristiwa tersebut terjadi di sebuah pusat belanja di Bintaro, Tangerang Selatan. Diceritakan bahwa seorang pria berinisial ABS berusia 33 tahun memegang bagian tubuh beberapa anak yang berkunjung ke pusat belanja tersebut. Ada yang disentuh pipi dan bagian tubuh di bawah perut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Orang tua bersama petugas keamanan mengejar pelaku, kemudian menyerahkannya ke polisi. Namun perkara tersebut selesai lantaran keluarga pelaku membuktikan bahwa ABS mengalami gangguan mental.
Sebelumnya, viral sebuah video yang memperlihatkan pelecehan seksual terhadap anak di Desa Mriyunan, Sidayu, Gresik. Seorang pria berusia 39 tahun menarik tangan anak perempuan di depan toko kelontong dan menyuruh duduk di sampingnya. Pelaku lalu mencium korban secara berulang, kemudian pergi. Kasus ini sedang diusut Kepolisian Resor Gresik.
Kasus-kasus semacam itu meresahkan banyak orang tua. Itulah sebabnya, Tika, 33 tahun, mendaftarkan anaknya belajar tentang seksualitas dalam sebuah kegiatan di Rumah Giera. Lembaga psikologi itu mengadakan program liburan selama tiga hari dengan materi seksualitas, penguatan konsep diri, emosi, keterampilan sosial, dan public speaking.
Tika ingin anaknya mengenal lebih dalam tentang jenis kelamin dan seksualitas. Minimal, sang anak belajar tentang bagian tubuh mana yang harus dilindungi dan tak boleh disentuh oleh orang lain. "Anak saya menginjak usia 6 tahun. Dia harus diajari pentingnya menjaga tubuhnya," kata Tika, Rabu lalu.
Ilustrasi pendidikan seksual. Shutterstock
Psikolog klinik anak di Rumah Giera, Counterina Wandita, mengatakan kegiatan berbiaya Rp 300-434 ribu per anak tersebut mulai dilakukan pada masa pandemi Covid-19. Sebelumnya, materi pendidikan seksualitas hanya diberikan secara privat bagi orang tua dan anak. "Karena sudah diizinkan pemerintah berkegiatan lagi, kami mulai kelas dengan banyak anak," kata Dita, sapaan Wandita, ketika dihubungi, Rabu lalu.
Program itu menyasar anak usia 3-10 tahun. Menurut Dita, pendidikan seksualitas sangat penting bagi anak usia dini. Materi itu akan memberikan pengertian kepada anak bahwa tubuh mereka sangat berharga dan harus dijaga. "Mereka akan paham batas sehat bagian tubuh mana saja yang boleh dan tidak boleh disentuh atau dilihat orang lain," kata Dita.
Bagian-bagian tubuh tersebut antara lain dada, mulut, dan bagian tubuh yang tertutup pakaian dalam. Edukasi ini merupakan bekal bagi anak untuk menolak dan melawan orang lain yang hendak melihat atau menyentuh bagian tubuh tertentu. Termasuk segera berteriak dan meminta tolong kepada orang lain jika mengalami kejadian tersebut.
Dita menganjurkan anak mengenal bagian tubuhnya dengan bahasa ilmiah dan mudah dipahami. Ia menyarankan agar orang tua tak menggunakan kata kiasan untuk menyebut bagian intim anak, seperti burung dan dompet. Penggunaan kata kiasan justru akan membuat anak bingung. Belum lagi, anak akan kesulitan menjelaskan kepada orang tua jika ia mengalami kejadian buruk oleh orang lain.
Orang tua juga perlu membangun rasa nyaman dan percaya pada anak agar bisa terbuka menceritakan hal yang ia alami. "Jangan alihkan pembicaraan jika anak mulai bertanya mengenai hal yang sensitif, seperti seksualitas. Berikan penjelasan yang bisa dicerna anak," kata dia.
Ilustrasi ibu mengajarkan pendidikan seksual kepada anaknya. Shutterstock
Menurut Dita, sudah saatnya orang tua zaman sekarang memutus rantai buruk edukasi seksualitas untuk anak. Jika sebelumnya orang tua enggan mengajarkan hal tentang seksualitas kepada anak karena alasan tabu, kini orang tua harus aktif memberikan penjelasan. "Warisan dari orang tua zaman dulu justru membiarkan anak belajar sendiri tentang seksualitas. Ini yang perlu diperbaiki," kata dia.
Dita berharap pemerintah lebih aktif mengkampanyekan pentingnya pendidikan seksualitas untuk anak. Sekolah, misalnya, bisa mengajarkan seksualitas sesuai dengan umur anak. Bahkan Dita berharap edukasi ini dimasukkan dalam kurikulum pendidikan. "Agar anak teredukasi di sekolah dan rumah. Sebab, anak mayoritas menghabiskan waktu di dua tempat itu."
Dita juga menyarankan agar pemerintah rajin mengedukasi orang tua tentang pentingnya mengenalkan pendidikan seksualitas kepada anak, termasuk materinya seperti apa. "Bisa melalui konten di media sosial agar mudah diakses orang tua," tuturnya.
Sebelumnya, Deputi Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Nahar, meminta orang tua terus mengawasi anak dan mengedukasi mereka bagaimana menghindar dari ancaman pelaku kekerasan seksual di tempat umum. Menurut Nahar, anak perlu mendapat edukasi mengenai bagian tubuh mana yang boleh disentuh orang lain dan mana yang tidak.
Orang tua, kata Nahar melalui siaran pers pada Senin lalu, juga harus waspada terhadap ancaman kekerasan seksual yang dapat menyerang anak-anaknya. "Dengan memastikan lingkungan tempat tinggal anak aman dari berbagai ancaman."
INDRA WIJAYA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo