Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Hari ini 88 tahun yang lalu, tepatnya pada 25 Juni 1936, Bacharuddin Jusuf Habibie, atau yang lebih akrab disapa BJ Habibie, lahir. Bukan hanya seorang insinyur ulung dan ilmuwan yang brilian, ia juga dikenal sebagai Presiden ketiga Republik Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kiprahnya tidak hanya meninggalkan jejak dalam bidang teknologi dan industri pesawat terbang, tetapi juga memberikan kontribusi yang signifikan dalam membangun fondasi demokrasi dan perkembangan sosial ekonomi negara ini. Hari kelahirannya menjadi momentum untuk mengenang dedikasinya yang luar biasa bagi kemajuan Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dilansir dari kepustakaan-presiden,perpusnas.go.id, Bacharuddin Jusuf Habibie lahir pada 25 Juni 1936 di Kota Parepare, Sulawesi Selatan, sebagai anak keempat dari delapan bersaudara dari pasangan Alwi Abdul Jalil Habibie dan RA. Tuti Marini Puspowardojo. Pada 12 Mei 1962, ia menikah dengan Hasri Ainun Habibie dan memiliki dua putra, Ilham Akbar dan Thareq Kemal.
Habibie menghabiskan masa kecilnya di Pare-Pare bersama saudara-saudaranya, di mana sifat tegasnya dan komitmen pada prinsip-prinsip hidupnya sudah tampak sejak dini. Kegemarannya menunggang kuda tidak lupa disebut, namun kehidupannya berubah ketika ayahnya meninggal dunia pada 3 September 1950 karena serangan jantung.
Setelah kehilangan ayahnya, Habibie pindah ke Bandung untuk melanjutkan pendidikannya di Gouvernments Middlebare School. Di sini, bakatnya dalam bidang ilmu pasti mulai terlihat, terutama dalam pelajaran-pelajaran eksakta. Ia menjadi murid yang disegani di sekolahnya.
Habibie kemudian melanjutkan pendidikannya di Universitas Indonesia, Bandung (kini ITB), lulus dari Technische Hochschule, Jerman, pada 1960 dengan gelar Diploma, dan meraih gelar Doktor di tempat yang sama pada 1965.
Dilansir ft.umj.ac.id, waktu belajar di Jerman, Habibie mulai tertarik serta mengembangkan keahliannya dalam teknologi penerbangan. Karir profesionalnya dalam industri penerbangan dimulai ketika ia bergabung dengan perusahaan terkenal, Messerschmitt-Bölkow-Blohm (MBB).
Saat bekerja di MBB Jerman, Habibie memberikan kontribusi berharga dalam penelitian di bidang termodinamika, konstruksi, dan aerodinamika. Beberapa kontribusi ilmiahnya terkenal dalam industri penerbangan, seperti "Faktor Habibie", "Teorema Habibie", dan "Metode Habibie".
Pada 1968, BJ Habibie mengundang sejumlah insinyur Indonesia untuk bekerja di MBB Jerman. Sekitar 40 insinyur akhirnya diterima di perusahaan tersebut atas rekomendasinya. Langkah ini bertujuan untuk mempersiapkan keahlian dan pengalaman para insinyur Indonesia agar kelak mereka dapat berkontribusi di Indonesia, terutama dalam pengembangan industri dirgantara, maritim, dan darat.
Pada 1974, Presiden Soeharto mengundang BJ Habibie untuk kembali ke Indonesia dan bergabung dalam pemerintahan. Di tanah air, Habibie mendirikan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) serta terlibat aktif dalam proyek pembangunan pesawat terbang, termasuk proyek N-250 Gatotkaca.
Perjalanan Politik BJ Habibie
Dilansir dari fahum.umsu.ac.id, BJ Habibie terjun ke dunia politik setelah dilantik sebagai Menteri Negara Riset dan Teknologi pada 1978. Pada 1998, saat gejolak politik dan tuntutan reformasi mencuat, Presiden Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya, dan Habibie kemudian terpilih sebagai presiden penggantinya.
Masa pemerintahan Habibie diwarnai oleh berbagai tantangan, termasuk tuntutan reformasi serta krisis ekonomi yang melanda Asia pada saat itu. Walaupun masa kepemimpinannya relatif singkat, Habibie berhasil menerapkan berbagai reformasi dan membuka ruang lebih luas bagi kebebasan berpendapat.
BJ Habibie mengumumkan pengunduran dirinya dari jabatan presiden pada Oktober 1999, setelah kejadian kontroversial di Timor Timur dan tekanan reformasi yang semakin meningkat. Meskipun pemerintahannya menghadapi berbagai pujian dan kritik, Habibie tetap dihormati sebagai tokoh yang membuka jalan bagi demokrasi di Indonesia.
Setelah pensiun dari dunia politik, BJ Habibie aktif dalam berbagai kegiatan sosial dan pendidikan. Ia mendirikan Yayasan Habibie dan Ainun untuk meningkatkan pendidikan dan teknologi di Indonesia. Pada 11 September 2019, BJ Habibie meninggal di Jakarta, meninggalkan warisan sebagai tokoh yang berperan penting dalam pembangunan industri dan ekonomi Indonesia.