Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta – Mas Penewu Surakso Hargo atau yang lebih dikenal dengan nama Mbah Maridjan, bagi masyarakat Indonesia mungkin sudah tidak asing lagi. Sebab, sosoknya melekat diingatan yang identik dengan peristiwa bencana alam Gunung Merapi pada 2006 dan 2010 silam. Mbah Maridjan dikenal sebagai Juru Kunci Gunung Merapi.
Mengutip Jurnal Analisis, edisi 2013, lahir pada 5 Februari 1927, Mbak Maridjan merupakan seorang abdi dalem Keraton Yogyakarta. Perannya sebagai juru kunci Gunung Merapi dilakoni sejak 1982 atas amanah dari Sri Sultan Hamengkubawana IX. Sebelumnya, peran juru kunci Gunung Merapi dipegang oleh ayah Mbah Maridjan, Mbah Turgo, yang juga merupakan abdi dalem Keraton Yogyakarta.
Adapun pemilihan Mbah Maridjan sebagai juru kunci Gunung Merapi sebab Mbah Maridjan merupakan sosok yang memiliki pemahaman mendalam tentang Gunung Merapi. Dikutip dari etd.repository.ugm.ac.id, Mbah Maridjan dianggap sebagai cerminan manusia Jawa yang sederhana, bersahaja, dan kental akan kearifannya.
Dalam menjalankan peran sebagai juru kunci, Mbah Maridjan menggunakan kacamata naluriah dan kebiasaan niteni (mengamati) aktivitas Gunung Merapi. Oleh sebab itu, secara tidak langsung berkat kharismanya, Mbah Maridjan dianggap sebagai tokoh penting di mata masyarakat sekitar lereng Gunung Merapi.
Mbah Maridjan menikah dengan Ponirah dan dikaruniai sepuluh orang anak, dengan salah satu anak Mbak Maridjan adalah seorang abdi dalem Keraton Yogyakarta dan dikabarkan akan meneruskan peran sebagai juru kunci Gunung Merapi, sebagaimana dijelaskan dalam laman digilib.uin-suka.ac.id. Nama Mbah Maridjan semakin dikenal saat peristiwa erupsi Gunung Merapi pada 2006.
Mbah Maridjan juga dikenal sebagai sosok yang menunjukkan nilai-nilai kesetiaan tinggi. Hingga akhir hayatnya, Mbah Maridjan bersikukuh tidak meninggalkan Gunung Merapi meskipun gunung api itu telah memuntahkan lava pijar dan awan panas. Walaupun saat itu, Mbah Maridjan dinilai bersikap mbalelo atau menentang perintah Sri Sultan HB X dan Wakil Presiden RI saat itu, Jusuf Kalla, untuk turun gunung. Namun, semata-mata Mbah Maridjan lakukan guna menjalankan tugas yang diamanahkan kepada dirinya selaku Juru Kunci Gunung Merapi.
Pada 26 Oktober 2010, Gunung Merapi mengeluarkan awan panas setinggi 1,5 km yang melewati permukiman tempat tinggal Mbah Maridjan. Kejadian tersebut menelan 16 korban, dengan salah satu korban diduga sebagai jasad Mbah Maridjan. Akhirnya, 27 Oktober 2010, Tim SAR mengonfirmasi bahwa salah satu dari 16 jasad tersebut adalah jasad Mbah Maridjan.
NAOMY A. NUGRAHENI
Baca: Erupsi Dahsyat Gunung Merapi 11 Tahun Lalu, Mbah Maridjan Salah Seorang Korban
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini