Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pemerintah berkukuh untuk mempercepat perencanaan vaksinasi meski belum satu kandidat pun terbukti lolos uji klinis.
Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi menargetkan, mulai akhir tahun ini hingga Maret tahun depan, akan ada sekitar 105 juta penduduk yang akan menerima imunisasi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19).
Dokumen menyebutkan, pemerintah mengandalkan dua kandidat vaksin yang dikembangkan Sinovac, perusahaan asal Cina, dan Sinopharm dari koalisi negara-negara G42 yang tengah diuji klinis di Uni Emirat Arab.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Pemerintah berkukuh untuk mempercepat perencanaan vaksinasi meski belum satu kandidat pun terbukti lolos uji klinis. Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi menargetkan, mulai akhir tahun ini hingga Maret tahun depan, akan ada sekitar 105 juta penduduk yang akan menerima imunisasi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebuah dokumen menyebutkan pemerintah mengandalkan dua kandidat vaksin yang dikembangkan Sinovac, perusahaan asal Cina, dan Sinopharm dari koalisi negara-negara G42 yang tengah diuji klinis di Uni Emirat Arab. Kedua kandidat vaksin itu dikembangkan dengan metode inaktivasi, yang secara medis dianggap lebih mudah dikembangkan.
Seorang sumber mengatakan, dokumen ini merupakan materi presentasi Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan. "Luhut menyampaikan ini dalam rapat koordinasi penanganan wabah bersama para gubernur, dua pekan lalu," kata sumber itu.
Dokumen itu juga menyebutkan, dalam rencana vaksinasi tahun depan, Sinovac menjadi sumber pasokan utama dengan target 290 juta vaksin hingga akhir 2021. Sedangkan Sinopharm hanya 60 juta vaksin, lalu diikuti vaksin Cansino (TBC) sebagai imunisasi tambahan sebanyak 50 juta vaksin.
Juru bicara Kementerian Koordinator Kemaritiman, Jodi Mahardi, membenarkan dokumen tersebut. Namun dia tidak menjelaskan detail vaksinasi ataupun peluang keberhasilan uji klinis tahap III kandidat vaksin Sinovac. "Betul, soal vaksin dibahas dalam rapat tersebut. Targetnya, sampai kuartal I tahun 2021 sudah ada 100 juta vaksin," kata dia, kemarin.
Kementerian Kesehatan juga membuat rencana serupa, dengan jumlah penyuntikan yang diprediksi hanya mencakup 129,05 penduduk hingga akhir 2021. Berdasarkan dokumen berjudul "Grand Design Roadmap Pelaksanaan Vaksinasi Covid-19" yang dikeluarkan Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, penyuntikan akan dimulai pada Januari 2021, yang berasal dari vaksin Sinopharm.
Dokumen itu juga memuat target pengajuan persetujuan penggunaan darurat (emergency use authorization/EUA) kepada Badan Pengawas Obat dan Makanan. Pengajuan EUA vaksin Sinopharm ditargetkan dua bulan lagi, sedangkan proses EUA vaksin Sinovac ditargetkan pada Desember 2020-Januari 2021. Berdasarkan salinan dokumen, izin tersebut menjadi dasar untuk memulai distribusi vaksin ke daerah-daerah sasaran.
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan, Achmad Yurianto, membenarkan bahwa pihaknya menargetkan imunisasi virus SARS-CoV-2 dimulai awal tahun depan. Namun dia tidak bisa memastikan peluang keberhasilan uji klinis tahap III untuk dua kandidat vaksin tersebut. "Rencana akan dilaksanakan dengan catatan uji klinis berhasil," kata dia.
Pakar epidemiologi dari Griffith University, Dicky Budiman, mengemukakan target pemerintah itu tak masuk akal. Sebab, hingga saat ini tak ada satu kandidat vaksin pun yang sudah disetujui penggunaannya secara klinis.
Dicky mengakui pengembangan vaksin dapat dipercepat dalam situasi darurat. Namun percepatan itu tidak bisa menjadi alasan pemerintah untuk melangkahi proses uji klinis yang berlangsung. Pengujian ini dibutuhkan untuk melihat efektivitas vaksin dalam sampel yang dites, durasi kekebalan yang diterima rata-rata pasien, dan keamanan vaksin.
Berdasarkan panduan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), vaksin tergolong aman jika memberikan kekebalan minimal enam bulan kepada 50 persen pasien yang diuji.
Berdasarkan perhitungannya, dengan puluhan kandidat yang sudah mencapai uji klinis tahap III, vaksin baru bisa disetujui pada Juli tahun depan. “Jika ditambah dengan proses produksi, distribusi, serta persiapan sumber daya manusia, penyuntikan massal baru bisa dimulai Desember 2021,” kata Dicky.
Ia mengingatkan agar pemerintah berkaca pada kasus penyuntikan vaksin flu babi, Pandemrix. Karena tidak dikerjakan secara layak, vaksin tersebut justru menyebabkan sindrom gangguan tidur narcolepsy pada lebih dari 800 anak-anak di Swedia dan negara-negara Eropa lain.
Sama dengan vaksin Sinovac ataupun Sinopharm, vaksin Pandemrix dikembangkan dengan metode inaktivasi. "Itu disebabkan karena terburu-buru dan tidak didasari pertimbangan ilmiah yang matang," kata Dicky.
Kebijakan vaksinasi, kata Dicky, semestinya hanya menjadi upaya pelengkap dalam penanganan pandemi. Langkah utama yang harus dioptimalkan adalah test, trace, treat/isolate (3T). Namun Dicky menganggap upaya tersebut masih jauh panggang dari api. Sejauh ini, dia merekam hanya DKI Jakarta yang berhasil mencari kasus serta melakukan pemeriksaan sesuai dengan standar WHO.
Padahal, menurut dia, metode 3T bermanfaat untuk melacak rantai penularan sekaligus memetakan kondisi wabah di suatu daerah. Tanpa informasi deteksi dan pelacakan yang memadai, Dicky menuturkan, efektivitas program vaksinasi bisa jauh berkurang.
ROBBY IRFANY
19
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo