Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Menghilang di Kali Kopi

Kawasan tambang PT Freeport Indonesia terus diberondong peluru. Penembak misterius menguasai medan.

7 September 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MATAHARI belum silam di ufuk barat ketika puluhan karyawan PT Freeport Indonesia berarak menuju bus karyawan, Jumat pekan lalu. Tak ada obrolan dan senda gurau. ”Dong (mereka) bilang tinggal menunggu giliran, bus siapa bakal ditembaki,” kata seorang karyawan, sembari berlalu mencangking ransel, bersiap pulang ke Tembagapura.

Selama hampir dua purnama, jalur Timika-Tembagapura, Papua, diharu -biru teror bersenjata. Jika jalur utama Tembagapura ke pusat tambang PT Freeport Indonesia di Timika sepanjang 40 mil (1 mil = 1,6 kilometer) ini terganggu, aktivitas perusahaan yang bermarkas di New Orleans, Amerika Serikat, itu bisa oleng.

Jumat dua pekan lalu, misalnya. Sebanyak 12 bus pengantar sekitar 60 karyawan diberondong tembakan. Lokasinya di Mile 46-41, yang dikepung hutan. Teror itu membuat karyawan menuntut organisasi pekerja dan pemerintah menjamin keselamatan mereka.

Panser yang dikerahkan mengamankan karyawan tak banyak menolong. ”Katong (kita) merasa aman jika tak ada lagi pengawalan,” kata para pekerja. ”Uang nomor dua, yang katong mau jaminan keselamatan.” Bus ditembaki dari jarak 200 meter. Pasukan Brigade Mobil yang ikut dalam rombongan sempat berhenti di Mile 41, melakukan perlawanan. ”Setengah jam katong dengar baku tembak,” kata seorang karyawan. Bus nomor 02-132 dan 02-140 tertembus peluru, tapi tak ada yang terluka.

Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia Mimika, Viktor Kabey, meminta serikat pekerja sektor kimia, energi, dan pertambangan serta seluruh pengurus unit kerja berkonsolidasi. Ketua Serikat Pekerja Kimia , Energi, dan Pertambangan Pusat, R. Abdulah, meminta serikat pekerja Mimika membuat surat ke Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Indonesia sekaligus. ”Saya meminta TNI dan Polri menjamin keselamatan pekerja demi kelangsungan investasi di Timika,” katanya.

Meski dihajar teror tak berkesudah an, produksi PT Freeport Indonesia belum terganggu. ”Penambangan dan peng olahan bijih masih berjalan,” kata Mindo Pangaribuan, juru bicara PT Freeport.

Siapa para teroris yang tak terjamah aparat keamanan itu? Ada kesaksian penduduk tentang dua orang berpakaian serba hitam pada Sabtu pagi, 25 Juli lalu. Dua orang itu lari menuruni jalan terjal menuju hamparan pasir tailing. Sejenak berhenti, lalu menghampiri penduduk yang sedang mencari pasir emas di antara aliran sungai keruh, di sekitar Mile 38 hingga 45.

Bersenjata laras panjang, keduanya memaksa penduduk bubar. ”Yang masih punya keluarga cepat pulang, dari pada jadi korban,” kata seorang penduduk, menirukan perintah orang itu. ”Kami lalu mengumpulkan alat pendulang emas dan pergi.”

Setelah mengusir warga, kedua orang berbadan tegap itu lari menuju Kampung Nayaro, permukiman dekat tanggul timur, tempat pembuangan tailing PT Freeport. ”Kami tak tahu jika pagi nya baru terjadi penembakan di Mile 51,” kata seorang penduduk. Mobil peng angkut obat-obatan ke sejumlah pos keamanan diberondong tembakan. Pelurunya buatan Pindad. Tak ada laporan korban jiwa.

Peristiwa penembakan Sabtu dinihari, 11 Juli, yang menewaskan Drew Nicholas Grant, warga Australia, juga masih berselubung kabut. Peluru yang membunuhnya bisa diidentifikasi: jenis DJ 54 kaliber 5,56 buatan Pindad. ”Senjatanya standar TNI/Polri,” kata Kepala Kepolisian Daerah Papua Inspektur Jenderal Bagus Ekodanto. ”Selongsongnya bukan senjata rakitan, tapi senjata organik TNI/Polri.”

Sumber Tempo menjelaskan, ada kelompok yang mestinya bertanggung jawab atas serangkaian penembakan ini. Itu terkuak pada Ahad malam, 12 Juli, setelah pagi harinya Markus Rante Allo, anggota Satpam Freeport, tewas tertembak. Malam itu, di pos keamanan Mile 50, lima orang diperiksa karena memasuki area Freeport tanpa izin.

”Anehnya, meski membawa senjata, me reka dilepas,” kata sumber Tempo. Ia memperlihatkan foto empat pistol organik dan satu pistol sergap jarak pendek jenis Scorpio yang dibawa kelima orang itu. Tapi keterangan ini dibantah Bagus Ekodanto. ”Tak benar informasi itu,” katanya.

Sulit menghindari kesan bahwa para penembak misterius itu terlatih dan menguasai medan. Mereka juga mudah mengakses informasi. Sumber Tempo di bagian keamanan PT Freeport mengungkapkan, semua lokasi penembakan merupakan kawasan terjangkau sinyal telepon seluler. ”Termasuk di tempat tewasnya Drew.”

Gerak-gerik komplotan teroris juga terekam kamera CCTV di beberapa lokasi. ”Dalam rekaman video terlihat beberapa orang melakukan survei, sehari sebelum penembakan Drew,” katanya. ”Siapa mereka, saya takut mengatakannya.” Setiap kali setelah menyerang, kelompok berpakaian hitam dengan muka coreng-moreng itu menghilang bak ditelan bumi. ”Ketika dikejar, mereka selalu menghilang ke wilayah Kali Kopi.”

Dwidjo U. Maksum, Tjahjono Ep (Timika)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus