Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MAHASISWA Surabaya tetap bertekad menuntut Kol. M.M. Sitonis.
Dan Rem 072/Pamungkas selaku Laksusda DIY dan Kedu ke
pengadilan. Minggu sore 15 Januari. "Tim Penuntut dari
Surabaya menuju Yogya. Tuntutan ini akan membuktikan apakah
keadilan untuk semua orang masih tetap sama." ujar Totok Anwar
Santoso dari DM Unair yang mengetuai tim.
Cerita bermula ketika harian Sinar Harapan 8 Desember 1977
memuat interpiu singkat Sitorus: Dalam aksi mahasiswa Surabaya
10 Nopember lalu telah diketemukan bukti adanya cukong yang
menyediakan dana Rp 29 juta.
Mahasiswa Surabaya kontan tersinggung. Memahami kemarahan
mahasiswa, Sitorus memperbaiki ucapannya. Katanya, ia tidak
menuduh langsung mahasiswa dibantu cukong. Ia cuma menghitung
dan memperkirakan, mungkin gerakan tersebut menghabiskan Rp 29
juta, karena ada mahasiswa luar daerah yang naik pesawat terbang
dan menginap di hotel.
Dilarang Ngomong
Belakangan ia menyalahkan koresponden SH di Yogya yang
dianggapnya salah kutip. Meski koresponden SH kemudian
memperbaiki beritanya, toh Sitorus didamprat oleh atasannya.
Ketika menghadiri upacara Praseya Prewira ABRI di Yogya 16
Desember 1977. Menhankam/Pangab Jendral M. Panggabean marah
kepadanya. Dan sejak itu ia tak boleh ngomong. Persoalannya
sudah di tangan Laksusda Jawa Tengah.
Menurut Panggabean jalan pikiran Sitorus begini: kegiatan
mahasiswa di Surabaya itu jelas makan biaya. misalnya untuk
transpor. Ia menghitung-hitung jumlahnya, hingga sampai Rp 29
juta. Tentu ada yang membiayai. Bisa spontan dari mahasiswa,
fakultas, orangtuanya atau sumber macam-macam. Tapi menurut
penilaiannya, ya dikasih orang itu. kata Panggabean tanpa
menjelaskan siapa orang itu.
Yang jelas, mahasiswa tetap menuntut. Awal Januari kemarin,
diantar oleh wakil DM-DM Yogya 3 utusan yang yang mewakili 31 DM
se-Surabaya menemui Pangkowilhan II Letjen Widodo dan Sitorus.
Tapi gagal. Widodo lagi di Jakarta, Sitorus bertahun baru di
Semarang.
Dalam pertemuan dengan Kasi I Korem 072 Mayor Wahjoe Soewardhie,
mahasiswa mendesak agar Sitorus tunjuk hidung. Kalau tak bisa
membuktikan, agar mencabut ucapannya dan minta maaf. Bila sampai
10 Januari tak bisa melakukan apa yang diminta mahasiswa,
Sitorus akan diadukan ke pengadilan.
Menjelang batas waktu yang ditentukan, Sitorus tak bersedia
menanggapi tuntutan mahasiswa. Silakan berbuat apa saja,
katanya. Selain ia merasa sudah meralat, kasus itu sudah
diserahkan pada atasannya. Turun pangkat ya turun pangkat. Masuk
penjara ya masuk penjara. Pokoknya saya sekarang dilarang
ngomong tambahnya.
Sementara itu, Senin pekan kemarin di IKIP Rawamangun Jakarta
muncul ratusan poster. Ada satu yang berbunyi "Urus terus kasus
Sitorus sampai mampus". Menurut ketua DM IKIP demisioner Hudori.
Hamid, biaya poster itu berasal dari mahasiswa baru. Setiap
mahasiswa din inta menyumbang karton Manila selembar, katanya.
Tiket Pesawat
Berapa dana kegiatan mahasiswa IKIP? Tahun anggaran 77/78 ini DM
IKIP punya Rp 20,5 juta, berasal dari anggaran rutin, anggaran
pembangunan, SPP dan uang Posma. Ini malahan berlebih, kata
Hudori. Ia tertawa ditanya apa pernah naik pesawat terbang. Ke
Surabaya dulu saya naik bus, tidur di kampus, makan tanggung
sendiri. Baru naik pesawat kalau kegiatan dikoordinir oleh
Rektor.
Mahasiswa Surabaya berusaha lebih terperinci. Kegiatan 10
Nopember itu (diikuti 60 mahasiswa luar Surabaya) semula
direncanakan makan Rp 225.000, tapi meleset jadi Rp 286.500. Itu
lantaran ada heberapa mahasiswa yang menginap di hotel Himalaya
ialan Pandegeling lebih dari sehari, @ Rp 700. Untuk transpor
disediakan 6 colt carteran @ Rp 17.500. Belum lagi nasi bungkus
(sehari makan 4 kali) dan makanan kecil.
Kalau pun 60 wakil mahasiswa itu semuanya numpang pesawat,
biayanya cuma Rp 2,5 juta, kata Tutut Wahab, bendahara DM ITS.
Nyatanya yang datar, dengan pesawat cuma Bambang Pranoto
(Undip). Amiruddin dan Tutik Iriani (Universitas Jakarta).
Sumber dana itu menurut M. Sholeh sekjen DM ITS, berasal dari DM
dan SM se Surabaya. Setiap SM menyumbang Rp 15.000, sementara DM
ITS, IKIP dan Unair masing-maing menyerahkan Rp 40.000.
Adapun kegialan mahasiswa UI dibiayai dengan Rp 25,4 juta lebih
untuk anggaran 77/78. Sumbernya: anggaran rutin, pembangunan dan
SPP. Menurut Pembantu Rektor III Sri Edi Swasono, dana itu tidak
cukup. Meski begitu, DM UI berusaha tidak minta bantuan luar.
Mereka menambah dana dengan kegiatan lain seperti pemutaran
film, bazar, malam dana dan sebagainya.
Kami tidak makan uang pemerintah, tapi kami kembangkan watak
wiraswasta, kata ketua DM UI Lukman Hakim. Sebagian dana itu
sempat pula dipergunakan menyelenggarakan pertemuan 67 DM-SM se
Indonesia yang makan Rp 90.000, sedang untuk peringatan Tritura
di UI Rp 56.000. Bandingkan dengan peringatan Tritura di
Kuningan yang Rp 10 juta, kata Lukman.
Bram Zakir, wakil ketua DM UI mengaku pernah 2 kali ke Surabaya
bersama Lukman: sekali naik mobil Combi UI, sekali naik kereta
api sayur. Ke Yogya juga naik Combi. Tidur di rumah kenalan atau
di kampus, tapi lebih sering tidur di mobil. DM-DM lain seperti
UGM dan ITB ternyata setali tiga uang. Dana mereka bersumber
dari kantong sendiri.
Jadi siapa sebenarnya cukong mahasiswa? Mungkin pemerintah
sendiri meski bukan untuk aksi-aksi. Untuk tahun anggaran 77/78,
Direktorat Kemahasiswaan Departemen P dan K menyediakan Rp 48,5
juta untuk anggaran rutin dan pembangunan. Itu dibagikan untuk
40 perguruan tinggi negeri dn swasta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo