Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Bersiaga Menjelang Puncak El Nino

Pemerintah menyiapkan mitigasi menjelang kemarau ekstrem dan fenomena El Nino. Penanganan kebakaran difokuskan di enam provinsi.

14 Juni 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • BNPB terus melakukan modifikasi cuaca agar ketersediaan air tetap dalam batas normal.

  • Modifikasi cuaca akan sulit dilakukan jika sudah masuk puncak El Nino karena awan hujan sangat tipis.

  • Penanganan kebakaran hutan dan lahan difokuskan di enam provinsi.

JAKARTA – Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) masih terus melakukan modifikasi cuaca menjelang puncak fenomena iklim El Nino yang memicu kekeringan dan minimnya curah hujan. Kepala Pusat Data dan Informasi BNPB Abdul Muhari mengatakan, modifikasi cuaca terus dilakukan untuk memastikan tinggi muka air di danau dan waduk di Sumatera dan Jawa tetap berada pada ambang batas normal. ”Kalau sudah masuk puncak El Nino, modifikasi akan sulit dilakukan karena awan hujan sangat tipis,” ujar Muhari kepada Tempo pada Selasa, 13 Juni 2023.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Selain kekeringan esktrem, menurut Muhari, fenomena El Nino menyebabkan peningkatan titik panas (hotspot) yang berpotensi memicu terjadinya kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Ia menyebutkan, penanganan karhutla difokuskan di enam wilayah. Keenam wilayah itu di kawasan Provinsi Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan. “Kami siagakan satuan tugas udara, helikopter dan water bomb,” ujar Muhari.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyatakan bahwa fenomena puncak El Nino di Indonesia terjadi pada Juli dan Agustus 2023. El Nino merupakan fenomena pemanasan suhu muka laut di Samudra Pasifik. Kepala BMKG Dwikorita mengatakan, selain memicu kekeringan dan minimnya curah hujan, El Nino patut diwaspadai karena berpotensi meningkatkan jumlah hotspot, khususnya di area gambut yang banyak terdapat di Sumatera dan Kalimantan.

Muhari menegaskan, helikopter patroli dan water bomb bakal langsung dikerahkan untuk pemadaman apabila terdeteksi munculnya sumber api dari hotspot. Langkah ini diharapkan mampu meredam eskalasi kebakaran agar tak meluas ke area lainnya. “Target utama penanganan karhutla ini adalah tidak boleh ada api sedikit pun,” ucap Muhari. “Jika kebakaran meluas, pemadaman sulit dilakukan. Helikopter disiagakan di enam provinsi tersebut.”

Jumlah Titik Panas Meningkat

Kendati begitu, Muhari mengatakan, BNPB tidak akan mengesampingkan penanganan bencana karhutla di wilayah lain. Jika muncul eskalasi kebakaran besar seperti yang pernah terjadi di pesisir selatan, Sumatera Barat, BNPB akan mengerahkan satuan tugas ke lokasi tersebut untuk memadamkan. “Jika di masa puncak El Nino ditemukan hotspot yang masif di luar enam provinsi tersebut, kami akan siagakan helikopter patroli dan water bomb,” katanya.

Meski BNPB telah memetakan potensi karhutla di enam wilayah rawan itu, dengan adanya fenomena El Nino, potensi kebakaran hutan dapat terjadi di luar perkiraan. Muhari menyebutkan, setelah berakhirnya periode La Nina pada tahun lalu, dapat dipastikan jumlah kasus karhutla pada 2023 meningkat. “Selama El Nino, curah hujan rendah, tidak seperti La Nina yang basah,” ujarnya. “Dalam 2-3 bulan terakhir sudah terjadi 131 kali peristiwa karhutla. Artinya memang ada peningkatan.”

Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Dumai, Riau, Irawan Sukma, mengatakan bahwa sejauh ini BPBD Riau dan BNPB telah memodifikasi cuaca di sejumlah wilayah Riau untuk membantu menanggulangi karhutla dan ancaman kekeringan ekstrem. “Sekitar 30 ribu kilogram garam sudah ditabur untuk mendatangkan hujan,” kata Irawan.

Irawan menyebutkan, rapat koordinasi pemerintah daerah dengan korporasi masih terus dilakukan. Rapat tersebut untuk menentukan distribusi bantuan air bersih bagi masyarakat apabila Riau dilanda kekeringan. “Ada delapan perusahaan yang siap menyediakan bantuan air bersih. Tapi belum dapat titik temu siapa yang akan mendistribusikannya,” ujar dia.

Petugas Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPDB) Provinsi Kalsel berupaya memadamkan kebakaran lahan di Kecamatan Liang Anggang, Banjarbaru, Kalimantan Selatan, 3 Juni 2023. ANTARA/Bayu Pratama S.

El Nino Tidak Harus Dikambinghitamkan

Saat dihubungi secara terpisah, pakar forensik kebakaran Bambang Hero Saharjo mengatakan bahwa hotspot bukanlah penyebab utama terjadinya kebakaran hutan. Menurut Bambang, titik nyala hotspot berkisar pada angka 37-42 derajat Celsius. Adapun untuk dapat menimbulkan api, titik panas tersebut harus memiliki suhu di angka 250-350 derajat Celsius dengan dukungan oksigen, bahan bakar (serasah, alang-alang, daun kering, dan lainnya), serta penyulut. “Sumber penyulut dari alam, yaitu petir dan lava gunung berapi, dengan persentasenya itu 0,01 persen dan manusia 99,9 persen,” kata Bambang.

Dengan persentase tersebut, kata pengajar di Institut Pertanian Bogor itu, dapat dipastikan bahwa kebakaran di lahan gambut disebabkan oleh faktor manusia. “Upaya pengendaliannya juga harus dilakukan manusia dengan cara pencegahan, pemadaman, dan penanganan pasca-kebakaran,” ujar Bambang.

Juru kampanye Pantau Gambut, Wahyu Perdana, tak menampik anggapan bahwa fenomena El Nino turut andil dalam meningkatnya potensi kerawanan karhutla di Indonesia. Namun, Wahyu menegaskan, fenomena iklim El Nino dalam konteks terjadinya karhutla tidak harus selalu dikambinghitamkan. Menurut dia, terdapat beberapa faktor dominan lain yang turut berperan dalam terjadinya karhutla. Misalnya pemerintah gagal memahami akar masalah karhutla. “Akibatnya, penanganan hanya berfokus pada pemadaman api tanpa menyentuh masalah substantif, yaitu kerusakan gambut,” kata Wahyu.

Selain gagal memahami substansi penanganan karhutla, ujar Wahyu, pemerintah juga dinilai tak serius dalam penegakan hukum. Akibatnya, kebakaran hutan berulang kali terjadi di lokasi yang sama. Selama periode 2015-2019, Wahyu melanjutkan, telah terakumulasi 1,4 juta hektare gambut yang terbakar. Sebanyak 70 persen atau 1,02 juta hektare terjadi di area konsesi dan 36 persen atau 527,9 hektare terbakar lebih dari satu kali.

Hadirnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, menurut dia, juga kian mereduksi kebijakan pelindungan ekosistem gambut. Wahyu mengatakan, disahkannya Peraturan Cipta Kerja justru memberikan kelonggaran dalam kasus ketelanjuran perusakan ekosistem di kawasan hutan. “Berdasarkan data Badan Pemeriksa Keuangan, setidaknya 2,9 juta hektare perkebunan sawit beroperasi di dalam kawasan hutan secara tidak sah,” ujarnya.

ANDI ADAM FATURAHMAN

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus