Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA - Juru bicara Mahkamah Konstitusi, Fajar Laksono, mengungkapkan, alasan sidang putusan perselisihan hasil pemilihan presiden 2019 dipercepat satu hari dari jadwal semula adalah kesiapan majelis hakim. "Alasannya semata internal, tidak terkait dengan kegiatan apa pun di luar MK. Kalau bisa lebih cepat, kenapa harus diperlama. Kalau bisa Kamis, kenapa harus Jumat," kata Fajar saat dihubungi, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Majelis hakim sebelumnya menyebutkan sidang putusan akan dilaksanakan pada Jumat mendatang. Namun, Senin lalu, MK mengumumkan sidang akan diadakan pada Kamis mulai pukul 12.30. Menurut Fajar, sidang pleno pengucapan putusan ini ditetapkan berdasarkan keputusan rapat permusyawaratan hakim, Senin lalu. "Kemarin siang (Senin) juga surat panggilan atau pemberitahuan sidang kepada para pihak sudah disampaikan," ujar Fajar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia mengimbuhkan, setelah pembacaan putusan, seluruh tahapan perkara perselisihan hasil pemilihan presiden dinyatakan selesai. Putusan hakim, Fajar mengingatkan, berlaku mengikat sejak diucapkan. "Semua pihak harus menerima, menghormati, dan melaksanakan putusan MK. Tidak ada mekanisme hukum untuk mengganti putusan MK," ujar dia. "Segera setelah sidang, salinan putusan diserahkan kepada para pihak."
Sebelumnya, banyak yang menduga pembacaan putusan dipercepat untuk mengantisipasi unjuk rasa di depan gedung MK. Beberapa kelompok pendukung pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno telah menyatakan niatnya untuk berdemonstrasi di depan gedung MK. Di antaranya adalah Persaudaraan Alumni 212, yang akan berunjuk rasa pada Kamis hingga Jumat mendatang.
"PA 212 akan berfokus mengambil bagian sebagai pelaksana aksi tanggal 26," ujar Novel Bamukmin, juru bicara PA 212, ketika dihubungi kemarin.
Namun Kepala Kepolisian RI Jenderal Tito Karnavian menyatakan melarang siapa pun menggelar aksi di depan gedung MK. "Saya sudah menegaskan kepada Kapolda Metro, kepada Badan Intelijen Kepolisian, tidak memberikan izin di depan MK," kata Tito di kantornya, kemarin.
Larangan ini, ujar Tito, didasarkan pada Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Di antaranya tidak boleh mengganggu ketertiban umum, publik, dan hak asasi orang lain, serta harus menjaga kesatuan bangsa. Alasan lainnya ialah kerusuhan dalam aksi 21-22 Mei lalu yang menyebabkan 9 orang tewas dan puluhan lainnya luka-luka.
Ketua Konstitusi dan Demokrasi (KoDe) Inisiatif, Veri Junaedi, menilai tak ada yang salah dengan langkah MK memajukan pembacaan putusan. Ia mengatakan langkah ini seiring dengan kerja hakim MK yang memang lebih cepat. "Saya melihat percepatan ini murni untuk memberi kepastian hukum, karena memang kecenderungan tren kerja MK semakin cepat juga," kata Veri.
Veri menduga tak ada perdebatan sengit di antara sembilan hakim konstitusi. Apalagi, dari penilaian Veri, sejak bergulirnya sidang perdana, tim hukum Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandi sebagai pemohon tak mampu membuktikan argumentasinya. "Karena itu, agak sulit untuk bisa dikabulkan permohonannya. Jadi, perdebatan antarhakim kelihatannya tidak begitu kuat," kata Veri. FIKRI ARIGI | ANDITA RAHMA | REZKI ALVIONITASARI
Dua Pekan Beperkara
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo