Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Sejumlah kalangan mempertanyakan langkah Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menerapkan pemeriksaan tertutup terhadap para hakim konstitusi yang diduga melanggar etik ketika menyidangkan perkara uji materi pasal syarat batas usia calon presiden
Peraturan MK Nomor 1 Tahun 2023 tentang MKMK memang mengatur sidang pemeriksaan pendahuluan dan lanjutan MKMK digelar tertutup. Namun, MKMK semestinya bisa melakukan terobosan dengan menggelar sidang secara terbuka dengan tujuan transparansi publik.
Hari ini, MKMK dijadwalkan memulai sidang pemeriksaan secara maraton terhadap pelapor dan terlapor dalam perkara ini, masing-masing pada pagi dan malam hari.
JAKARTA -- Sejumlah kalangan mempertanyakan langkah Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menerapkan pemeriksaan tertutup terhadap para hakim konstitusi yang diduga melanggar etik ketika menyidangkan perkara uji materi pasal syarat batas usia calon presiden dan calon wakil presiden dalam Undang-Undang Pemilihan Umum. Mereka menilai dalih MKMK, bahwa sidang tertutup bertujuan menjaga kehormatan dan martabat Mahkamah Konstitusi, tak beralasan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Justru dengan rapat tertutup, wibawa MK semakin buruk di mata publik," kata pakar hukum tata negara Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah, ketika dihubungi Tempo pada Senin, 30 Oktober 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Herdiansyah mengingatkan, dugaan pelanggaran etik ini merupakan kasus yang menarik perhatian publik. Latar belakang kasusnya, yaitu putusan hakim konstitusi yang mengubah sebagian isi Pasal 169 huruf q UU Pemilu, memantik kontroversi lantaran disinyalir membuka jalan bagi Gibran Rakabuming Raka agar bisa diusung sebagai calon wakil presiden. "Jadi, kalau yang dikhawatirkan wibawa MK, bukankah putusan soal batas usia capres-cawapres sudah merontokkan wibawa MK?" kata pria yang akrab dipanggil Castro ini.
Kasus dugaan pelanggaran etik ini bermula dari putusan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang menguji Pasal 169 huruf q UU Pemilu. Pasal itu semula menyatakan syarat menjadi capres-cawapres adalah berusia paling rendah 40 tahun.
Dibacakan pada Senin, 16 Oktober lalu, putusan itu sebetulnya menolak sebagian gugatan pemohon. MK tak mengabulkan petitum pemohon agar MK menyatakan pasal itu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 sepanjang tidak dimaknai dengan "berusia paling rendah 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota". Namun, dalam amar putusannya, MK menambahkan syarat baru sehingga Pasal 169 huruf q berbunyi, "Berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum, termasuk pemilihan kepala daerah."
Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman setelah memberikan keterangan pers soal pembentukan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, 23 Oktober 2023. TEMPO/Hilman Fathurrahman W.
Putusan itu menimbulkan polemik karena dianggap telah memberikan karpet merah bagi Gibran, putra sulung Presiden Joko Widodo. Keberadaan Anwar Usman sebagai satu di antara sembilan hakim konstitusi yang memutuskan perkara juga dinilai sarat benturan kepentingan karena Ketua MK tersebut adalah paman Gibran. Anwar menikahi Idayati, adik Jokowi, pada 26 Mei 2022. Belakangan, sembilan hari setelah putusan itu dibacakan, Gibran resmi mendampingi Prabowo Subianto saat mendaftar sebagai pasangan capres-cawapres ke Komisi Pemilihan Umum.
Baca:
Putusan Janggal Pembuka Jalan Kemenakan
MK Resmi Menjadi Mahkamah Keluarga
Silang Pendapat Setelah Putusan MK
Untuk mengakhiri polemik itu, MK menindaklanjutinya dengan membentuk MKMK. Anggotanya terdiri atas mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie, hakim konstitusi Wahiduddin Adams, dan penasihat senior Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan Bintan R. Saragih. Kamis pekan lalu, Jimly sebagai Ketua MKMK, mengumumkan sidang pemeriksaan terhadap hakim konstitusi akan digelar tertutup. Adapun pemeriksaan terhadap pelapor digelar terbuka dengan alasan telah mendapat persetujuan dari para pelapor.
Herdianysah mengatakan Peraturan MK Nomor 1 Tahun 2023 tentang MKMK memang mengatur sidang pemeriksaan pendahuluan dan lanjutan MKMK digelar tertutup. Namun, menurut dia, MKMK semestinya bisa melakukan terobosan dengan menggelar sidang secara terbuka dengan tujuan transparansi publik.
"Keterbukaan ini juga penting agar MKMK mendapat legitimasi sekaligus kepercayaan dari publik," kata Herdiansyah. "Publik akan ragu terhadap putusan MKMK bila sidang dilakukan secara tertutup."
Lagi pula, MKMK pada akhirnya juga menggelar sidang terbuka terhadap para pelapor. Merujuk pada keterangan Jimly sebelumnya, kata Herdiansyah, keputusan menggelar sidang terbuka terhadap pelapor dibuat setelah MKMK bertanya tentang kesediaan para pelapor. "Pertanyaan yang sama, kenapa tidak ditanyakan ke para terlapor?" kata Herdiansyah. "Ini jelas ada perlakuan yang berbeda."
Kemarin, Jimly kembali menjelaskan ihwal perbedaan mekanisme pemeriksaan terhadap hakim terlapor dan para pelapor. Menurut dia, peraturan MK sudah jelas mengatur bahwa sidang MKMK digelar tertutup. Menurut dia, pemeriksaan terhadap pelapor bisa dilakukan secara terbuka. "Itu pun, bagi yang kritis, (sidang terbuka) dibilang melanggar. Tapi saya bilang tidak melanggar, melainkan tidak sesuai," ujarnya di gedung MK.
Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie saat memimpin rapat MKMK di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, 26 Oktober 2023. TEMPO/Subekti.
Muhammad Isnur, Ketua YLBHI sekaligus kuasa hukum pelapor dari Constitutional and Administrative Law Society (CALS), mengatakan sidang tertutup sebetulnya akan membuat publik ragu akan proses pemeriksaan terhadap para hakim konstitusi. Sidang MKMK, kata dia, semestinya transparan, akuntabel, dan profesional.
Karena itu, Isnur berencana meminta MKMK mengubah pemeriksaan terhadap hakim konstitusi menjadi terbuka. Atau setidaknya, kata dia, pelapor bisa ikut dalam sidang pemeriksaan saksi dan ahli. Menurut rencana, CALS—perkumpulan yang terdiri atas 16 guru besar hukum tata negara dan hukum administrasi negara—akan mengajukan hakim konstitusi Saldi Isra dan Arief Hidayat sebagai saksi. “Kami akan ajukan saat pemeriksaan besok (hari ini),” ujarnya.
MKMK Janjikan Putusan Cepat
Hari ini, MKMK dijadwalkan memulai sidang pemeriksaan secara maraton terhadap pelapor dan terlapor dalam perkara ini, masing-masing pada pagi dan malam hari. Pada sidang perdana kali ini, Majelis akan meminta keterangan sekaligus terhadap dua pelapor yang substansi dalam materi laporannya serupa, yaitu CALS dan pakar hukum tata negara sekaligus pendiri Integrity Law Firm, Denny Indrayana. Adapun pada malam harinya, pemeriksaan tertutup akan dilakukan terhadap hakim konstitusi Anwar Usman.
Jimly mengatakan sejauh ini MKMK telah menerima 18 laporan dugaan pelanggaran etik. Anwar Usman, kata dia, menjadi hakim konstitusi yang paling banyak dilaporkan. Rencananya, MKMK akan menggelar pemeriksaan awal terhadap sembilan hakim konstitusi secara bersama-sama dan dilanjutkan pemeriksaan secara terpisah. "Supaya mereka bebas menyampaikan sesuatu yang mereka alami," ujarnya. "Khusus untuk Ketua MK (Anwar Usman) akan diperiksa dua kali."
Baca juga:
Menanti Akal Sehat Putusan MKMK
Terbebani Menjaga Muruah MK
Menurut dia, kendati diberi waktu 30 hari untuk menangani perkara ini, MKMK menargetkan bisa mengambil keputusan pada Selasa pekan depan, 7 November. Target ini dibuat atas permintaan para pelapor agar keputusan dibuat sebelum 8 November 2023, batas akhir perubahan pendaftaran pasangan capres-cawapres. “Kami juga ingin memastikan jangan sampai timbul kesan sengaja dimolor-molorin,” kata Jimly. "Juga untuk keperluan memberikan kepastian hukum dan keadilan kepada masyarakat politik."
Kendati penanganan perkara berlangsung cepat, Jimly memastikan MKMK tetap berhati-hati. Dia enggan menjawab ketika ditanya ihwal peluang keputusan MKMK mempengaruhi putusan MK yang kontroversial. "Itu substansi, nanti belakangan," kata dia.
Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman saat memimpin sidang putusan uji materi pasal batas usia capres-cawapres dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, 16 Oktober 2023. TEMPO/Subekti
Pelapor Siapkan Bukti Penjerat Anwar
Muhammad Isnur mengatakan, timnya akan membawa bukti-bukti dugaan pelanggaran etik hakim konstitusi Anwar Usman. Bukti itu, di antaranya, berupa lampiran pidato Anwar di sebuah universitas. Disampaikan sebelum putusan MK, kata Isnur, pidato itu menyinggung gugatan usia capres-cawapres dan mengaitkannya dengan adanya beberapa pemimpin muda di zaman Nabi Muhammad. "Padahal saat itu masih dalam pengujian," kata Isnur.
Tim kuasa hukum CALS juga akan menggunakan lampiran dissenting opinion hakim konstitusi Saldi Isra. Sebelumnya, dalam dissenting opinion yang juga dimuat dalam salinan putusan MK, Saldi mengungkap adanya sejumlah kejanggalan. Di antaranya berupa perubahan sikap hakim yang sangat cepat ketika menyidangkan beberapa perkara pasal yang sama. Perubahan itu terjadi ketika Anwar mengikuti rapat permusyawaratan hakim.
“Beberapa laporan media massa juga akan kami jadikan pembuktian,” kata Isnur.
Bukti-bukti serupa akan dibawa oleh Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) yang juga melaporkan lima hakim konstitusi, termasuk Anwar Usman. Ketua PBHI Julius Ibrani mengungkapkan timnya akan menyodorkan saksi mata, ahli kode etik, ahli konflik kepentingan, dan buku atau jurnal ilmiah untuk menguatkan bukti pelanggaran etik Anwar.
Julius hakulyakin MKMK akan menerima laporan lembaganya. "Ini sudah kami persiapkan dengan matang, bukan berdasarkan perasaan atau kepentingan politik tertentu," ujarnya. "Kami hanya berharap MK bisa kembali menjalankan amanat konstitusi."
Pasangan bakal calon presiden dan calon wakil presiden, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, bersiap menjalani pemeriksaan kesehatan di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta, 26 Oktober 2023. TEMPO/M. Taufan Rengganis
Adapun pelapor dari Tim Advokasi Peduli Pemilu (TAPP) menyiapkan sejumlah bukti yang menguatkan dugaan kebohongan Anwar dalam menyidangkan perkara uji materi UU Pemilu. Anggota TAPP, Gugum Ridho Putra, mengatakan dugaan kebohongan itu terkuak dalam dissenting opinion yang menyebutkan Anwar tak hadir dalam rapat permusyawaratan hakim di tiga perkara lain yang juga menguji pasal batas usia capres-cawapres. Anwar kala itu disebutkan tidak hadir dengan alasan menghindari konflik kepentingan.
Namun belakangan Anwar justru ikut dalam rapat yang membahas putusan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023. Anwar, seperti disebutkan dalam dissenting opinion putusan MK, diduga mengubah keterangannya bahwa ia tak ikut dalam RPH sebelumnya dengan alasan kesehatan. "Pernyataan itu patut diduga mengandung kebohongan yang melanggar kode etik perilaku hakim, khususnya prinsip integritas yang mewajibkan hakim konstitusi bersikap jujur," kata Gugum.
Menurut Gugum, keikutsertaan Anwar dalam memutuskan perkara batas usia capres-cawapres jelas memenuhi unsur konflik kepentingan. Sikap Anwar yang tidak mundur dari penanganan perkara tersebut, kata dia, diduga melanggar kode etik dan perilaku hukum, khususnya pada prinsip ketidakberpihakan. "Anwar juga diduga melanggar Pasal 17 ayat 3, 4, dan 5 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman," ujarnya.
Adapun Anwar menampik tuduhan ada konflik kepentingan yang dialamatkan kepadanya. Dia mengklaim bebas dari intervensi sepanjang lebih dari 30 tahun kariernya sebagai hakim. "Saya memegang teguh sumpah saya sebagai hakim," kata Anwar saat melantik anggota MKMK pada Senin, 23 Oktober lalu.
HENDRIK YAPUTRA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo